- 22 -

75 23 0
                                    

Bae Yoobin yang beberapa menit lalu baru saja sampai di apartemen, bahkan belum berganti baju saat tubuh lelahnya direbahkan di sofa. Memandang langit-langit ruang tengah, nafas itu dihembuskan seiring dengan mata yang menerawang menantang silaunya sinar lampu; Mengingat kembali pesan yang ia terima dari suaminya beberapa saat lalu, wajahnya bahkan terlihat lebih lesu dibanding saat sesi curhatnya bersama Jiho siang tadi.

Pikirannya bilang ini karena rasa kecewa atas gagalnya merasakan manis makaroon kesukaannya karena kepulangan Dong Sicheng yang terlambat, tapi disisi lain hatinya; ada sesuatu yang berbisik jika ia ingin melihat sosok Winwin yang tadi berjanji akan pulang lebih awal itu menyambutnya, tersenyum lebar dengan pipi apel menggemaskannya...

"Sial! Apa yang aku pikirkan?!"

Mata yang sempat terpejam itu terbuka, tubuhnya bangkit dari posisi tidur dengan kepala yang digelengkan begitu wajah suaminya muncul dalam 'mimpi'. Mendecak kesal, itu bahkan belum lewat satu hari sejak ia melihat wajah Winwin pagi ini, tapi kenapa ia merasa sangat merindukan lelaki itu?

"Aku pasti sudah gila! Sangat gila!" Kali ini pipinya ditepuk keras. "Aku sudah melihat orang itu setiap hari dan semua baik-baik saja. Tapi kenapa sekarang...." kejadian malam kemarin lagi-lagi memenuhi pikirannya, dan wajahnya memanas. "Argh! Ini semua gara-gara Appa! Untuk apa ia meminta sesuatu yang seperti itu?! Maksudku--"

Suara pin pintu yang terdengar keras menggema, menghentikan monolog kesal Yoobin. Masih tetap di tempat, yang pertama bergerak adalah kepalanya. Melihat pada belokan lorong dan langkah yang semakin terdengar jelas itu entah bagaimana langsung membuat tubuh gadis itu berdiri. Tanpa sadar langsung melangkahkan kaki menuju suara, lesunya perlahan tergantikan oleh binar antusias; 'makaroon manis' yang ia tunggu akhirnya sudah ada di depan mata....

"Astaga, Winwin-ah! Kau-- kau ini kenapa?!"

Senyumnya hilang, nama itu untuk pertama kali disebut oleh Bae Yoobin yang sekarang sangat panik saat melihat wajah suaminya lebam sana-sini.

Tanpa menunggu apapun lagi, langsung mengambil langkah lebar, tangan yang semula hendak menjangkau wajah Winwin itu justru dipegangi sang suami erat, sebelum kemudian menarik tubuh gadis itu mendekat; Dong Sicheng mendekapnya.

"Bisa... begini dulu sebentar, Yoobin-ah?"

Suara itu dalam dan terdengar lemah, namun tak ada indikasi jika kesadarannya akan hilang. Hanya menyandarkan dagu pada puncak kepala istrinya dan tangan mungil yang terasa mengelus lengannya menandakan jika Yubin tak menolak; jadi dekapan itu semakin Dong Sicheng eratkan, seiring perih yang terasa di hati atas apa yang ia lihat dan dengar tadi di restoran.

---

"... Bukannya sudah saatnya kau menjelaskan semuanya padaku?"

Setelah sebuah pelukan di teras dalam tadi, suara Yoobin benar-benar baru terdengar lagi. Membuka kotak P3K yang sebelumnya sudah diambil saat menuju kamar, mata itu bahkan sama sekali tak menatap suaminya saat bertanya. Memilih untuk fokus pada salep luka yang hendak diambil; sekarang perempuan itu sedang mencoba untuk mengobati luka pada wajah Winwin.

Lelaki itu diam sejenak, berusaha mencari alasan yang masuk akal mengingat si keras kepala Bae Yoobin, mungkin saja akan terus memaksanya; padahal jelas, air muka itu menunjukkan bahwa Dong Sicheng enggan untuk menjawab.

"Aku tak akan menerima alasan semacam 'melakukannya karena ingin', ya...."

Sela itu membungkam mulut Winwin yang terbuka; bagaimana Yoobin bisa tahu apa yang ia pikirkan?

"Kau denganku, tidak sedekat itu untuk bisa memeluk seenaknya."

Lanjutan kalimat Yoobin, semakin mengatup rapat mulut Winwin. Semua yang dikatakan gadis itu benar; Dong Sicheng memang bukan melakukannya karena ingin, tapi mengingat kelakuan Myungjun pada sang istri membuatnya merasa tak tega memberitahu semuanya...

Unknown MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang