21. Kejujuran

591 32 5
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

-
-
-
-
-

Biar nggak lupa Alur, baca chapter sebelumnya ya Bestieee<3☺

















"Kejujuran itu sangat penting walaupun kadang menyakitkan, tapi percayalah sakitnya hanya sementara. Daripada kebohongan yang memberi kebahagiaan sesaat yang akan bertambah buruk jika ditambah dengan kebohongan yang lainnya."

~Sebuah Usaha Mencintai~

bynursakinah


🌹🌹🌹

"Huufftt...." Syifa menghela nafas panjang saat sudah berada dalam mobil taksi yang ia tumpangi sore ini.

Ya, sore ini Gibran tidak bisa menjemputnya, karena tiba-tiba ia harus menghadiri pertemuan dengan klien dan tidak bisa ditunda.

Saat ini yang Syifa butuhkan hanya istirahat banyak. Baru hari pertama kuliahnya tapi sudah merasakan lelah seperti ini apalagi empat tahun kedepan. Memikirkannya saja ia sudah merasa pusing sendiri.

"Sudah sampai Non."

Mendengar ucapan sang sopir taksi, Syifa langsung mengangguk, dan memberikan uang berwarna biru taklupa ucapan terimakasih.

Dengan langkah gontai Ia memasuki rumah taklupa menutup pintu dan kembali melanjutkan langkahnya ke ruang keluarga. Ia hanya duduk sebentar untuk menghilangkan rasa lelahnya sejenak.

🌹🌹🌹

18.03 WITA.

Suara bel rumah terdengar beberapakali tapi belum bisa mengusik tidur seorang perempuan yang berada didalam rumah. Perempuan itu tidak lain adalah Syifa.

Gibran yang didepan pintu mengeryit bingung. 'Tidak biasanya Syifa seperti ini, apa jangan-jangan dia belum pulang dari kampus?' batinnya. Ia menghela nafas dan memilih membuka pintu dengan kunci cadangan yang dibawanya.

"Assalamu'alaikum." hening. Salamnya tak lagi mendapat respon. Ia berniat mengecek kamar tapi langkahnya terhenti kala melihat seseorang tertidur diruang keluarga.

Gibran menghela nafas lega setelah mengetahui itu adalah Syifa. "Tidur ternyata," gumamnya sambil berjalan menghampiri istrinya yang tertidur begitu damai.

"Syif? Bangun. sudah magrib sholat dulu."

Merasa terusik dengan suara seseorang, Syifa pun terlihat mengeliat, ia mengejapkan mata berkali-kali menyesuaikan cahaya yang masuk ke retinanya.

Tak lama mata Syifa membulat mengetahui suaminya sudah pulang. "Astaghfirullah!"

Mendapat respon seperti itu dari Syifa, Gibran mengerutkan kening. 'Kenapa sampai istighfar gitu? Emang muka saya kayak hantu?' Tak lama Syifa menepuk jidat.

"Kenapa?" tanya Gibran semakin bingung dengan reaksi istrinya itu.

Yang ditanya cuma mendunduk. "Ka--kakak udah pulang, Syifa belum masak kak." lirihnya takut-takut suaminya itu akan marah. Tapi dugaannya ternyata salah, malah ia sama sekali tidak mendengar ucapan marah keluar dari mulut suaminya itu.

"Saya kira apaan," jeda sedikit. "Nanti kita makan diluar." setelah mengatakan itu, Gibran berlalu dari hadapan Syifa.

Makan diluar? Kita?

Sebuah Usaha MencintaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang