MONOPOLY||15

26 21 27
                                    

15. Kunci Kedua

•••

"Udah kalian terusin gue gak papa," Kenzo memegang panah yang tertancap pada lengannya, ia mengira lubang itu hanya ada 1 ternyata ada 2. Saat lampu merah menyala tadi kedua lubang itu mengeluarkan panah secara bersamaan.

"Bodoh! Apanya yang gak papa. Matikan lampunya, ntar panahnya keluar lagi." setelah mendengar ucapan Gibran, Kenzo segera mematikan senter.

Otak Gibran harus terbagi menjadi 2, tidak hanya tertuju pada makhluk yang sedang diam melihat salah satu temannya. Senyum sumringah ia keluarkan, panah yang dia pegang dengan cepat ia menggoreskan pada telapak tangan.

"Siapa pun tolong tutup luka Kenzo, jangan sampai darahnya keluar!" Lea menahan napasnya sepertinya ia tau apa yang akan dilakukan Gibran dengan luka yang barusan ia buat.

"Hati-hati," ucap Lea. Dia berlari mendekati Kenzo, membongkar isi tas untuk mencari kain yang dapat menghambat darah.

"Nih darah gue lebih seger, soalnya golongan O jadi gampang carinya, ga pilih-pilih nerima apa adanya."

"Malah curhat," Shaka menggelengkan kepala

Ayolah lihat makhluk itu, matanya terlihat berbinar dengan tatapan tajam jika dilihat seksama makhluk itu menarik kedua ujung bibirnya.

Goriu itu mulai membungkukkan badannya seakan siap untuk berlari. Gibran menarik nafas panjang, tatapannya menajam menandakan ia siap dengan target kali ini.

Dalam waktu sekejap, Goriu itu berlari berusaha untuk menyerang Gibran. Gibran dapat menghindar dengan mudah, makhluk itu membalikkan badan. Andai saja ia tidak berhenti maka tubuhnya akan terjatuh dari rooftop.

"Kita buat dia jatuh?" tanya Tania, sedari tadi tangannya terus bergetar karena melihat darah. Dia mempunyai fobia dengan darah.

"Jangan! Letak tato kunci masih belum ketemu, gue mau mastiin dulu." Keadaan mereka sekarang tidak terlalu jauh dan saling berdekatan karena bentuk rooftop yang tidak terlalu besar.

Gibran melangkah mundur, "STOP."  Lea berteriak, jika Gibran melangkah mundur lagi mungkin ia juga akan terjatuh dari lantai 4.

Semua pergerakan seakan sempit, "Kalian coba cari tanda kunci!"

Bahkan berpikir untuk selamat saja Gibran tidak bisa. Sekarang yang sedang ia pikirkan adalah mencari tanda kunci dan segera menancapkan busur panah itu.

Beberapa butir keringat sudah membasahi sekujur dahi Gibran. Ia dapat merasakan hawa panas disekitar tubuhnya meskipun rintik hujan masih turun.

Monster itu sudah tidak bergerak, namun tubuhnya sedikit bergetar. Dalam waktu 0,5 detik monster itu berlari dan menyerang Gibran, membuat mereka berdua melewati pagar pembatas terjatuh dari lantai 4.

"GIBRANNN!!" Shaka segera berlari menuju pembatas balkon, ia dapat melihat tubuh Gibran yang sudah tergeletak disana.

"GAK MUNGKIN, GIBRAN BANGUNN!!" Kenzo berteriak dari lantai 4, ia sudah tidak dapat berpikir setelah melihat tubuh sahabatnya itu. 

Kenzo berlari menuju pintu, Lea dan Tania yang melihat itu tidak ingin sesuatu terjadi. Membuat mereka ikut pergi mengejar Kenzo.

Tanpa sadar Shaka memegang erat pembatas balkon itu, membuat tangganya mengeluarkan beberapa urat hingga bergetar. Rissa dengan hati-hati menjulurkan jarinya mengusap lengan Shaka.

"Kita cek ke bawah," dengan pelan Rissa menggandeng lengan Shaka untuk mengikutinya turun ke lapangan. 

Kenzo paling awal berlari, ia dapat melihat Gibran menutup mata dengan badan yang tertimpa monster itu. Beberapa waktu kemudian semuanya sudah berdiri tidak jauh dari sana.

Kenzo melangkahkan kakinya mendekat, namun pergelangan tangannya di tahan oleh Tania. Tania menggelengkan kepala seakan menyuruh Kenzo untuk diam dulu.

Awalnya memang tidak ada pergerakan, namun beberapa menit kemudian monster itu bergerak keatas. Tubuhnya mengeluarkan cahaya yang membuat mereka memejamkan mata.

Disaat membuka mata monster itu sudah menghilang dan digantikan oleh sebuah kunci dan box.

Lea melangkah maju, dan mempercepat jalannya untuk mengecek keadaan Gibran.

"Gib... Gib lo gak papa?? Nadinya masih berdetak," Lea mengecek pergelangan tangan Gibran, merasa masih kurang percaya ia mengecek nadi yang ada di leher. Dan benar Gibran masih hidup!!

"Gibran!" Lea menepuk-nepuk pipi Gibran berharap ia segera sadar.

"Gibran gimana?" Kenzo mendekat, ia memegang lengannya yang terasa sedikit nyeri.

"Kemungkinan cuma pingsan karna shock."

Mereka terduduk disekitar sana, Tania mengambil box itu dan kunci. Membawa ke arah mereka.

"Kita berhasil?"

"Iya," jawab mereka bersamaan.

"Eh! Lo udah sadar!!" Shaka segera mendekat kearah Gibran yang masih terlentang.

"Lo bikin orang khawatir. Tau gak!"

Gibran menyengir, "iya maaf. Punggung gue rasanya cenut-cenut ketiban gorila,"

"Sekarang giliran siapa?" Tanya Lea

"Gue" semuanya menoleh kearah Tania.

"Agak nanti it's ok ya, kalian pasti masih capek, kita istirahat dulu aja." Semuannya mengangguk.

Namun belum 5 menit sebuah getaran yang mengguncang cukup kuat, sehingga bangunan sekolah hancur dan runtuh. Keadaan lapangan yang mulai retak.

"Eh nih kenapa lagi?"

"Tania cepat buka boxnya, dan lempar dadunya!!" Tania yang mendengar itu dengan cepat membuka box.

Benar saja di dalam box itu ada papan monopoly seperti sebelumnya. Tania segera mengambil dadu dan melemparnya.

Dadu terlempar, angka 3 tertera di sana. Bidak berjalan dan berhenti di sebuah tempat bertulisan nama Apartemen.

Papan itu mengeluarkan cahaya yang melahap mereka, saat cahaya itu hilang tubuh mereka juga hilang begitu juga papan monopoly.

•••

To be continued

•••

Hallo semua, btw mau bilang.....
Makasih untuk 3k readers, udah nunggu cerita yang lama up haha

Udah hampir 2 bulan ga buka Wattpad, karena ada masalah sedikit haha

Itu aja sih. Intinya thank you guys✨😭👍

Ok gitu aja.

See you next chapter✌️

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 21, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MONOPOLY [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang