Part 1

1.8K 92 0
                                    

***

3 tahun kemudian, Rumah Orangtua Hanum.

Pukul 06.10

"Bu...Hanum jalan dulu yaaa..." Hanum berjalan keluar rumah sambil mengecek jadwal keberangkatan kereta di handphonenya.

"Ini kamu jadi bawa bekal nggak Num, kok ditinggal?" Ibu Ratih menghampiri Hanum sambil membawa tas kecil yang berisi makanan.

"Oiya, jadi bu buat sarapan disana." Hanum mengambil kantong bekal dari tangan Bu Ratih dan memakai sepatunya lalu berjalan keluar menuju adik yang sudah menunggu di motor untuk mengantarnya ke stasiun.

Hanum biasa berangkat dari rumahnya kurang lebih pukul 06.00 untuk menaiki kereta pukul 06.20 menuju kantornya. Setelah kepergian almarhum Rio, Hanum memutuskan pindah ke rumah orangtuanya. Dan kini sudah satu tahun ia bekerja di kantor barunya.

***

Pukul 07.15, di kantor

Hanum membuka pintu ruangan dan melihat didalamnya masih tampak sepi. Ia memang sebisa mungkin datang sepagi ini supaya sore nanti bisa pulang sebelum jam 5, karena Azka yang dititipkan ke ibunya suka bertanya jika Hanum pulang terlambat, walaupun sebenarnya semakin jarang sih, justru Azka akan lebih gusar neneknya tidak dirumah.

Hanum duduk di bangkunya yang terletak tak jauh dari samping pintu. Di satu meja panjang itu ia tidak sendiri, ada Lani teman se mejanya yang beda usia dengan Hanum 6 tahun. Kemudian didepan meja Hanum ada meja Puri dan Nina yang menempel sehingga formasi duduk mereka membentuk segiempat.

Setelah melepas sedikit lelah karena harus berjibaku di kereta dan bis untuk sampai kesini, Hanum menyalakan komputernya sambil menyiapkan bekal yang tadi ia bawa. Kemudian Hanum memakai sandal jepit khusus di kantornya dan berjalan menuju pantry yang berada di tengah-tengah antara ruangan teamnya dan ruangan team business development, sambil membawa cangkir yang ia bawa dari rumah.

"Pagi mba Hanum...bikin teh mba" Sapa Ita, seorang office girl di lantai ini.

"Eh Mba Ita, iya nih mba biar melek."

"Biar melek mah ngopi mbaa..."

"Aku nggak suka ngopi mba, nggak bisa ngopi sih lebih tepatnya."

"Kenapa mba?..."

Belum selesai perbincangan Hanum dengan Ita, datang seorang laki-laki dari pintu darurat yang berada didepan pantry. Laki-laki berkacamata itu tampak berusia 40an dengan postur tinggi, tegap, siapapun yang melihatnya pasti akan berasumsi bahwa ia sangat menjaga badannya.

Tak hanya postur badan yang bagus, wajahnya pun terlihat tidak hanya tampan tapi juga gagah di usianya. Terdapat kumis dan janggut tipis mengitari rahang hingga dagunya. Lelaki itu mengenakan perlengkapan dan setelan baju yang biasa digunakan para pesepeda.

"eh Pak Ale." Sapa Ita

Andre bermaksud membuat kopi sebelum ia mengganti bajunya di ruangan, ia berjalan melewati tengah-tengah Hanum dan Ita yang sedang berbincang.

"Permisi ya." Katanya.

Sontak Hanum dan Ita yang berdiri berhadapan agak memundurkan badan masing-masing memberi ruang kepada Andre untuk berjalan di tengahnya. Ia lalu membungkukkan badan membuka lemari yang berada di bawah meja pantry dan terlihat mencari-cari sesuatu.

"Aku nggak bisa minum kopi karena ini lambung udah nggak bisa tolerir mba. Jadi ya teh aja, ini juga jarang-jarang kalo lagi pengen aja." Hanum berusaha melanjutkan pembicaraannya dengan Ita.

"Ta sorry, gelas saya mana ya?" Andre yang tidak menemukan gelas yang biasa digunakannya lagi-lagi harus memotong pembicaraan Hanum dan Ita, membuat keduanya menoleh ke arah Andre.

TOUCHED (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang