"Bagaimana operasi mu hari ini, Ran?" Aku dan Luna sekarang memang sedang istirahat setelah melakukan operasi kedua kami hari ini. Ya, kami memang seprofesi sebagai dokter obgyn di Rumah Sakit Medica Centre.
"Alhamdulillah dilancarkan dan dimudahkan, Lun. Eh, acara mu kan sudah dekat. Tidak berniat mengambil cuti."
"Nikahanku kan masih seminggu lagi Ran." Ya Ampun anak ini.
"Masih katamu, itu udah dekat Lun. Undangan, catering, baju nikahan dan sebagainya memang udah siap semua?"
"Kok kamu yang lebih cemas sih, udah nyantai aja. Kan...."
"Assalamualaikum dok." Si Radi yang entah muncul darimana, tiba-tiba menyapa.
"Waalaikumussalam dok, eh dr. Radi. Mau makan dok?" Luna yang menjawab. Sedangkan aku memilih diam. Lelah tiap hari bertemu orang ini. Kami memang sedang dikantin Rumah Sakit untuk makan siang.
"Iya Lun. Mau bareng gak?" Astaga kenapa malah nawarin bareng sih.
"Maaf dok, kami permisi ya!" Tidak ingin membuang waktu, aku menarik tangan Luna menyingkir dari hadapan Radi. Daripada obrolan kami makin panjang saja.
"Ran, Luna udah mau nikah ya?" Mama yang keluar dari kamarnya, menyapaku yang sedang makan malam sendiri diruang makan. Ini karena aku memang telat pulang karena operasi hari ini lumayan banyak.
"Iya ma, seminggu lagi" Sepertinya aku mencium bau mencurigakan.
"Kamu kapan?" Kan apa ku bilang. Aku tahu umurku sudah 28 tahun, usia dimana kebanyakan perempuan sudah menikah. Siapa sih yang tidak ingin menikah. Tapi kan menikah bukan hanya menikah saja. Banyak tanggungjawab yang akan diemban, belum lagi kecocokan dari pasangan itu, dan banyak lagi pertimbangan yang harus dipikirkan.
"Udah ya ma, aku capek. Denger pertanyaan mama yang udah jutaan kali itu bikin aku tambah pusing. Nanti kalau udah ketemu jodohnya pasti bakal nikah juga kok." Jawaban andalangku. Aku tahu terlalu klise tapi memang begitulah yang bisa aku katakan. Aku memeluk mama sebelum menuju kamar. Kalau terlalu lama, pertanyaannya bisa bertambah.
Mama hanya geleng-geleng kepala, sambil menepuk pelan kepalaku.
Mungkin mama juga bosan dengan jawabanku. Tapi ya sudahlah. Aku tahu mama cuma khawatir.
"Kita telatnya barengan ya. Mungkin jodoh." Aku hanya melirik Radi dan memilih meninggalkannya.
"Assalamualaikum dok"
Hening
"Eh salam kok gak dijawab" Aku memang berpura-pura tidak mendengarnya.
"Waalaikumussalam dok. Permisi." Buru-buru kabur meninggalkannya. Seperti biasa, dia yang memiliki kaki lebih panjang justru bisa menyamai langkahku. Dia berbalik mengelus ringan kepala ku sambil tersenyum dan berbalik menuju ruangannya
Salah satu kebiasaan yang dia lakukan padaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Your Habits
RomanceSudah menjadi kebiasaan bagi Radit sendiri untuk mengganggu Rani tiap kali bertemu. Entah apa yang membuatnya menyukai kebiasaan itu. Rani yang benci diganggu, menjadikan Radi sebagai manusia yang harus dia hindari. Sayangnya, tempat kerja yang sama...