Lost Shards

541 62 0
                                    

Seoul, October 2031

Minjeong baru saja pulang dari kantor ketika dering ponselnya berbunyi. Ia mendudukan dirinya di sofa dan berniat mengangkat panggilan tersebut. Nama Mark Lee tertera pada layar ponselnya. Mengetahui siapa yang tengah menelpon, Minjeong langsung menekan tombol hijau di layar ponselnya tersebut.

"Hallo oppa. Ada apa?"

"Yak Kim Minjeong! Berapa kali aku menelponmu tapi kau sama sekali tak menjawab!"

Minjeong yang mendengar teriakan oppa kesayangannya tersebut tertawa pelan.

"Ya ampun.. kau sangat merindukanku ya oppa?" Minjeong berkata dengan nada mengejek.

"Tentu saja. Kau akhir-akhir ini terlihat sangat sibuk, biasanya hari minggu kau akan mengunjungi kami. Tapi akhir-akhir ini kau tidak datang. Aku khawatir."

Minjeong  tersenyum mendengar kakak laki-lakinya yang begitu mengkhawatirkannya. Ya, Mark Lee memang kakaknya, kakak dalam arti keluarga. Marga mereka memang berbeda karena Mark Lee adalah anak dari adik Nyonya Kim.

Saat itu Minjeong masih kecil. Tuan dan Nyonya Kim selalu sibuk mengurus perusahaan hingga hampir setiap hari tidak pernah pulang ke rumah. Itu membuat Minjeong kesepian.
Di rumah ia memang tidak sendirian. Ia ditemani oleh beberapa pelayan, namun tetap saja Minjeong merasa tidak nyaman.

Sampai suatu hari, keluarga Kim menerima kabar duka bahwa adik dari Nyonya Kim mengalami kecelakaan pesawat. Minjeong yang saat itu masih kecil tidak mengerti apa-apa.

Keesokan harinya, Nyonya Kim pulang bersama seorang bocah laki-laki yang umurnya terpaut 2 tahun lebih tua darinya. Ibunya mengatakan bahwa bocah laki-laki itu adalah anak dari bibinya. Karena sebuah kecelakaan tragis yang menyebabkan ibu dan ayah Mark meninggal, maka sejak saat itu Mark tinggal bersama mereka.

Mengingat itu semua Minjeong merasa sedih, tapi jika boleh egois ada perasaan bersyukur yang ia rasakan, ia tidak kesepian lagi karena setiap hari Mark selalu menemaninya dan melindunginya, layaknya seorang kakak kandung bagi Minjeong.

"Aku baik-baik saja oppa. Tidak perlu berlebihan begitu, aku sudah besar." Protes Minjeong.

"Oh God, kau ini. Istriku merindukanmu juga, Minjeong. Aeri tak henti-hentinya menanyakan kabarmu."

Minjeong terkekeh. Oppa dan eonninya yang satu ini memang sangat dekat dengannya. Tak heran mereka terlihat seakrab dan sesantai ini.

"Baiklah oppa, besok aku akan mengunjungi kalian. Siapkan makanan yang banyak!" Canda Minjeong.

"Yak kau ini tidak pernah berubah! Baiklah, oppa akan beli snack kesukaanmu." Terdengar kekehan Mark di seberang sana. 

"Baiklah sampai besok Minjeong. Aeri sudah memanggilku untuk makan malam. Kau juga Minjeong, jangan lupa makan malam." Minjeong mendengar suara Mark yang terdengar begitu memaksa.

"Baiklah, oppa. Sehabis ini aku akan makan. Bye oppa."

Setelah itu panggilan terputus. Minjeong menghela napasnya berat. Tangannya memijat pelipisnya yang tiba-tiba terasa pening. Hari ini lelah sekali, banyak pekerjaan yang harus ia selesaikan sampai-sampai ia belum sempat makan siang dan beristirahat walau hanya sejenak.

Minjeong langsung berdiri dan berjalan ke arah kulkas dan membuka kulkasnya itu. Tangannya meraih 1 botol susu pisang kesukaannya dan mulai membuka botol lalu menenggaknya kasar.

Sambil meminum susunya, ia terdiam. Matanya menelusuri ruangan apartement miliknya itu.
Sampai ekor matanya melihat satu figura foto berukuran sedang yang selalu ia tatap setiap hari, sebelum tidur.

[2] LiefdesverhaalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang