Bab 25 Pedang Pora

12 1 0
                                    

Meisya sedang sibuk melengkapi berkas, mulai dari surat akta kelahiran, surat keterangan belum menikah, SKCK, akta nikah orang tua, surat izin nikah dari kodim, SKCK orang tua, domisili, foto berlatar biru serta surat penting lainnya yang menjadi kualifikasi untuk menjadi seorang capersit.

Runi telah menyuruhnya menghafal lagu Mars persit dan Himne persit, gaji suami, serta kualifikasi menjadi persit.

Mereka datang bergandengan mengenakan pakaian PDH dan baju persit untuk mengajukan berkas pencatatan sipil.

"Mei, nanti Bu Rahma akan memanggilmu masuk, kamu rileks aja ya, jangan tegang!"

"Bagaimana ini, aku seperti lupa-lupa ingat lagunya."

"Aku yakin kamu pasti bisa, semangat Mei demi pernikahan kita."

Meisya pun bersama dengan capersit lainnya masuk untuk ditanya, ia menarik napas panjang dan menyematkan nama Tuhan dalam napasnya.

Bu Rahma sangat ramah, semua yang telah dihapal Meisya dijawabnya dengan lancar, begitu pun juga saat disuruh bernyanyi kedua lagu persit. Ia menyanyikannya dengan merdu, tanpa fals, nada dan lirik yang jempolan.

Perlahan ia membuka pintu dan berlari memeluk Runi, saking girangnya ia berhasil tanpa dibaluti rasa gugup.

"Syukurlah, kamu berhasil," sembari melepas pelukan Meisya.

"Itu kekuatan doa," bisiknya manja.

***

Rintangan demi rintangan telah dilalui, dari perlengkapan berkas hingga nikah dinas. Akhirnya tibalah hari ini prosesi sakral pedang pora.

Di sebuah tenda terowongan yang megah, telah berbaris para prajurit berseragam PDH berpangkat pratu dengan sangkur di pinggangnya.

Mereka berbaris saling berhadapan, mereka hanya fokus dengan intruksi pembawa acara.

Kedua pengantin berjalan pelan diiringi musik, betapa cantiknya Meisya mengenakan kebaya warna hijau dengan taburan pernak pernik permata yang silih berganti berdansa-dansi saat diterpa cahaya lampu dengan menggandeng Runi melewati barisan prajurit yang memegang sangkur.

Saat hendak sampai di pelaminan, semua prajurit yang tadinya saling berhadapan memegang sangkur, mengekori pengantin, melakukan formasi dengan beberapa aksi prajurit raider, semua tamu undangan dibikin takjud, sangat mencengangkan.

Rona wajah Meisya sangat berbinar, betapa beruntungnya dia bisa menjadi ratu sehari dalam acara pernikahan yang megah.

Komandan dan persitnya telah dihadirkan di atas panggung. Mereka pun memberikan nasihat untuk bekal mereka kelak mengarungi biduk rumah tangga, terutama pada Meisya yang nantinya akan menjadi Nyonya Runi di asrama, harus tahu tentang tugas dan kewajiban seorang persit.

Runi yang menggandeng Meisya berjalan pelan menuju pelaminan menghadap komandan dan persitnya, mereka dikalungkan bunga, penyematan cincin, serta pemberian baju persit oleh Nyonya Atmaja Purnama.

Bu Hesti sangat terharu melihat anaknya mengakhiri masa lajangnya berbalut kemewahan, rasa syukurnya terus dilangitkan kepada-Nya.

"Selamat menempuh hidup baru untuk Pratu Runi Andrianto Pratama dengan dr. Meisya Glavita Kirana, semoga pernikahan kalian langgeng sampai kakek nenek atau hanya maut yang memisahkan," tutur Pak Jenderal Atmaja Purnama yang didampingi istrinya.

Semua tamu undangan bertepuk tangan dan mengatre naik pelaminan mengagihkan ucapan selamat kepada Runi dan Meisya.

"Selamat ya, Pak Pratu Runi dan dr. Meisya," ucap Lettu Irfan dan istrinya.

Senapan Yang Penuh Keajaiban (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang