"Hnngg ... huu haa. Candra ... sakit!" Udelia menggigit lengan Candra yang sedang mengusap peluh di keningnya.
Saat ini Udelia sedang melahirkan buah hatinya dengan Candra.
Ada dukun beranak yang siap siaga membantu di bagian bawah tubuhnya. Juga ada asisten si dukun beranak yang sibuk bolak-balik membawa kain dan ember yang berisi air bersih.
Sebisa mungkin dukun beranak itu menjaga kebersihan di sekitar Udelia. Dia tidak mau aroma amis darah mengganggu nyonyanya juga tuannya yang mengikuti serangkaian proses kelahiran.
Banyak orang memaksa Candra untuk membiarkan Udelia ditangani para ahli. Sedangkan Candra sendiri kekeh untuk mendampingi istrinya dalam proses kelahiran buah hati mereka.
Tak dia hiraukan cibiran dan cemooh para pria juga para sesepuh yang melihatnya melakukan sesuatu di luar kebiasaan mereka.
Sama sekali belum pernah ada dalam sejarah mereka, seorang pria mendampingi istrinya dalam proses melahirkan.
Candra setia menemani. Mulai dari menunggu hilangnya rasa mulas palsu yang dirasai istrinya, pun membiarkan anggota tubuhnya menjadi korban keganasan istrinya. Semua pinta sang istri dia lakoni.
"Iya sayang, sakit ya? Tarik napas terus buang."
Lembut Candra bertutur kata. Mempraktekan caranya menarik dan membuang napas. Barangkali kegugupan membuat sang istri lupa caranya bernapas.
"Err huu hehm haa."
Udelia mengikuti arahan Candra. Dia mendelik tajam ketika rasa sakit dalam tubuhnya tak kunjung berkurang. Dia lupa sedang melahirkan, dia malah menyalahkan suaminya.
"Sudah kutarik dan kubuang, ga keluar-keluar anak kau!" omel Udelia.
Para pelayan menahan tawa. Hubungan kepala keluarga dan istrinya selalu mengundang tawa berderai.
Belum pernah mereka lihat, ada wanita menundukkan laki-laki sepenuhnya. Menyuruhnya ini dan itu, tanpa dimarahi apalagi disiksa.
"Sedikit lagi sayang, ayo," ucap Candra masih mengusap kepala Udelia, menyalurkan semangat pada istri tercintanya.
Tidak dia masukkan ke hati, omelan Udelia di depan orang lain. Wajah mengomel istrinya selalu tampak lucu di matanya.
"Eghh haaaa."
Sekali lagi Udelia menarik dan membuang napas, mengikuti gelombang di dalam perutnya. Kemudian terdengar suara yang dinantikan semua orang.
Owek.. owek..
Candra tersenyum lebar. Istrinya berhasil melahirkan tanpa hambatan. Rasa syukur tertambat dalam batinnya. Dia pun berjanji akan membuat pesta besar-besaran sebagai bukti syukur keselamatan keduanya.
"Kamu berhasil, sayang."
Berkali-kali Candra mengecup kening Udelia. Dia menikmati sentuhan suaminya. Cinta suaminya terasa begitu besar saat bibir tipis itu menyentuh keningnya.
"Terima kasih, terima kasih," bisik Candra.
"Selamat, tuan, nyonya. Tuan muda sangat tampan," ucap dukun beranak, menggendong bayi merah tampan nan menggemaskan.
"Tuan, biar kami obati luka-luka tuan," kata pelayan. Ekspresinya ngeri melihat lubang besar di lengan Candra dan beberapa cakaran di wajah. Nyonya mereka amat ganas.
"Kalian siapkan yang lain saja," tolak Candra.
Candra mengambil alih bayi dalam gendongan dukun beranak. Dia timang-timang si bayi agar tangisnya reda. Tidak ada kecanggungan dalam gerakannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
TIKZ 2 [Terlempar ke Zaman Keemasan]
Historische Romane⚠ Peringatan ⚠ Mengandung unsur 21+ Harap bijak dalam memilih bacaan. Dia terbangun dari komanya dan melupakan segala yang telah terjadi di sepanjang tidurnya. Dia lupa bahwa dia pernah berpindah ke zaman keemasan dan menjadi perempuan dengan deraja...