Tangis

5.2K 508 13
                                    


"Ayah... Boleh ketemu sama Mama?"

Sebelum Jeno sepenuhnya sadar dari tidurnya, Logan sudah merengek ingin bertemu dengan mantan istrinya.

"Ayah telfon mama dulu, oke?"

Logan menganggukkan kepalanya patuh, di tangannya ada robot Optimus prime, hadiah dari ibunya tahun lalu.

Logan menunggu dengan sabar ketika Ayahnya menelfon Mamanya. Melihat wajah Ayahnya yang mengeras seketika membuat mata Logan berkaca-kaca.

"Terserah," ujar Jeno.

Dia langsung meremat ponselnya. Karina sedang ada di Paris untuk acara fashion show. Sepertinya mood istrinya sedang buruk saat ini, jadinya Jeno menjadi sasaran emosinya.

"Gak boleh ya?" Suara serak Logan mengalihkan atensi Jeno. Dia mengatur nafasnya dan tersenyum agar putranya itu tidak ketakutan melihatnya.

"Mama lagi di Paris. Nanti pasti bakalan jengukin Logan."

Logan meneteskan air matanya tanpa suara isakan. Hal itu justru membuat hati Jeno hancur.
"Maafin Ayah ya sayang. Ayah belum bisa kasih keluarga yang utuh buat kamu."

Logan memeluk Ayahnya, dia tahu Ayahnya juga bersedih karena hal ini. Oleh karena itulah, Logan tak pernah sekalipun ingin menangis di depan Ayahnya.

"Ayah jangan nangis," ujar Logan.

Tangan kecilnya menghapus air mata di pipi Ayahnya. Hal itu justru membuat Jeno tercabik bukan main. Dia segera mengecup tangan kecil putranya.

"Ayah janji bakalan bahagian Logan. Apapun yang Logan mau, Ayah akan berusaha turuti," ujar Jeno.

"Logan cuma mau Ayah sama Mama bahagia aja. Logan gak apa-apa gak bisa tinggal sama Mama yang penting Ayah sama Mama gak berantem terus."

"Astaga, maafkan aku Tuhan," seru Jeno.

Dia memang bukan pria atau seorang Ayah yang religius. Namun, dalam kesempatan ini dia ingin sekali meminta ampun karena sudah membuat gagal menjaga Malaikat yang ditipkan Tuhan padanya.

"Ayah jangan sedih," seru Logan lagi sambil memeluk leher Jeno dengan tangan kecilnya.
Pagi itu diawali dengan tangis....

....
Saat berada di kantor, Jaemin sudah merasakan hal berbeda. Jeno memang tetap berlaku professional sebagai seorang pemimpin. Bahkan saat kedatangan investor saja dia tetap mengumbar senyumnya. Namun, Jaemin faham ada yang tidak beres dari kekasihnya itu.

"Makan dulu, Mas."

Jeno menarik tangan Jaemin dan mengecupnya.
"Makasih ya sayang."

Hanya itu saja, setelahnya Jeno hanya diam dan menikmati makanannya.

"Mau cerita?" tanya Jaemin.

Jeno mengumbar senyum dan mengelus tangan Jaemin.

"Thanks, darl. We'll talk later."

Nyatanya, hari itu Jeno mendadak harus pergi ke luar kota setelah makan siang. Jaemin merasa cemas pada Logan karena anak itu mungkin akan mencari Ayahnya. Saat tiba di rumah Jeno, Jaemin menemukan Logan sedang bermain Lego bersama mbak Ina.

"Hai, sayang."

"Kak Nana."

Logan langsung memeluk Jaemin dan menariknya ke ruang bermainnya. Anak itu sudah antusias sekali menceritakan harinya.

"Logan sudah tahu kalau Ayah pulang agak malam?"

"Iya sudah."

"Tadi pak Jeno nelfon Logan lewat hape saya, Pak Naren," jawab pengasuh Logan.
"Oh syukurlah. Mbak Ina boleh pulang aja. Biar saya yang jaga Logan."

Logan itu termasuk anak yang sangat pengertian pada kedua orang tuanya. Dia jarang menuntut apapun. Namun, hal itu justru yang menjadi kecurigaan Jaemin.

Sebelum menidurkan Logan pada pukul sembilan, Jaemin selalu menyempatkan diri untuk mengajak Logan berbincang.

Ini adalah salah satu waktu terbaik untuk mengetahui isi hati seseorang.

"Logan lagi pengen sesuatu? Coba kasih tahu kak Nana."

"Mama sayang sama Logan gak?"

Jaemin terkejut, kenapa Logan bertanya seperti itu?

"Kok Logan mikir begitu? Ada apa, sayang?"

"Mama sibuk terus, Logan juga mau main sama Mama. Logan gak mau repotin Mama. Gimana caranya biar Logan bisa main sama Mama tanpa harus repotin dia?"

Jaemin mulai memahami situasi, sepertinya selama ini Logan takut mengeluarkan pendapatnya.

"Logan takut dimarahin Mama kalau mau main sama dia?"

Logan kali ini menganggukkan kepalanya. "Logan gak mau liat Mama marah-marah. Logan gak nakal kok," ujarnya lalu mulai terisak kali ini dia benar-benar menangis. Tidak seperti saat bersama Jeno.

Jaemin memeluk Logan selagi anak itu menangis dan menyatakan kerinduannya terhadap Mamanya. Sejujurnya, Jaemin memang sengaja memancing anak itu agar dia bisa mengeluarkan isi hatinya. Air mata itu sebenarnya adalah penghilang rasa sakit. Walau tidak semua rasa sakit bisa hilang saat menangis, setidaknya hal itu mampu membuat perasaan sedikit lebih baik.

"Hei, Logan. Cukup..." Jaemin menepuk dada Logan untuk menghentikan anak itu menangis karena dia sudah mulai kesulitan bernafas.

"Minum dulu ya..." Ini dilakukan agar Logan tidak dehidrasi setelah menangis lama.

"Sudah lebih tenang?"

Logan menganggukkan kepalanya sambil sesenggukan.

"Logan... Gimana nanti kalau kita bikin kue bareng buat Mama pas pulang dari Paris? Mama suka apa?"

Logan merasa antusias karena dia dilibatkan dalam sebuah keputusan. Ini akan membuat dia merasa dihargai dan didengar.

Hal ini juga sengaja dia lakukan agar Logan dan Karina bisa bertemu. Jaemin ingat sekali pesan ibu mertuanya dulu bahwa seseorang akan menyambutmu dengan bahagia saat membawa makanan kesukaannya.

Jaemin harap, Karina bisa bertambah bahagia saat melihat Logan membawakan makanan kesukaannya.

"Mama suka kue pie. Kak Nana bisa bikin pie?"

"Bisa dong. Nanti kita kasih kejutan ke Mama, oke?"

"Yes!"

Malam itu, diakhiri dengan sebuah tangisan lagi, dengan makna yang berbeda.

...
"Sayang..."

Nah, bayi besar sudah pulang. Jaemin segera beranjak dan menemui Jeno yang baru saja pulang.

"Sudah makan?"

Jeno tersenyum kecil dengan mata yang lelah. Dia segera memeluk Jaemin dan berkata, "aku mau makan kamu."

Jaemin sudah tahu arah pembicaraan Jeno.

"Ayo, sambil mandi."

....
Sehabis 'mandi' bersama selama satu jam lebih, kedua orang itu menuju balkon untuk menyesap rokok.

Ciggarets after sex
Jaemin sudah menghabiskan dua batang rokoknya. Dia berdiri di depan pagar pembatas lalu diikuti Jeno memeluknya dari belakang.


"Kalo ingin berbagi cerita, aku siap jadi telinga." Jaemin mengecup rahang Jeno yang tajam.
Jaemin tidak mau memaksa Jeno untuk bercerita. Sebagai seorang lelaki kadang ada kalanya mereka menyimpan sendiri masalah mereka, mencari jalan keluarnya sendiri tanpa Ingin diketahui oleh orang lain.

"Aku akan selalu ada saat kamu perlu," bisiknya.

"Kalau begitu ayo lanjutkan di kasur," ujar Jeno.

Malam itu Jaemin faham seberapa stress yang dialami Jeno karena permainannya lebih agresif dari biasanya apalagi mereka sama-sama sudah pernah menikah, mereka sudah berpengalaman dalam masalah memuaskan pasangan.

"Setidaknya malam ini kamu bisa tidur nyenyak."

Jaemin mengecup dada telanjang Jeno. Dia akan membuat Jeno nyaman walau dalam keadaan badai sekalipun.

Hari itu, Jaemin berharap tidak ada lagi yang menangis karena rasa kecewa.

At My Worst 🔞 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang