21. Keputusan

1.4K 168 13
                                    

"Satu persatu duniaku akan menghilang"

~Agrilia Putri Argadana~

" Perasaan itu tidak bisa dipaksakan jadi jangan salahkan salah satu pihak jika keinginan kamu untuk mendapatkannya tidak terpenuhi"

~Bagaskara Antonie Pradipta~

"Bang, sebenarnya Lia kenapa?" tanya Kinan yang tengah mengelus kepala Bagas dengan penuh kasih sayang. Biasanya cowok itu akan tertidur kala menikmati usapan Kinan. "Dia ada masalah? Bunda takut kalau Lia kenapa-kenapa," ujarnya.

"Om Arga, Bunda." Bagas mendongak, ia menatap wajah bunda dari bawah. "Om Arga sudah nyakitin Lia."

"Nyakitin? Maksud kamu gimana?" tanya Bimo yang baru saja selesai menidurkan Samuel.

"Om Arga, Arghhhhhhhh!" Bagas mengacak rambutnya asal. Cowok itu merasa gagal menjaga Lia padahal waktu pertemuan keluarga beberapa waktu yang lalu Bagas disuruh untuk menjaga Lia tapi, kali ini Bagas gagal melaksanakan tugasnya. "Ini semua gara-gara Bagas."

Kinan dan Bimo kompak  menoleh ke arah Bagas. "Salah kamu? Sebenarnya kenapa Bang? Coba ceritakan lebih jelas biar Ayah sama Bunda ngerti," titah Kinan.

***
Lia tersenyum getir kala manik hitam miliknya tertuju ke layar ponsel yang menampilkan potret keluarga bahagia tanpa kehadiran Lia. Perlahan air mata Lia meleleh. Dia tidak kuasa menahan air matanya.

"Cengeng banget gue," ujarnya.

"Gue harus bisa senyum. Gue enggak boleh terlihat lemah gara-gara gak diajak makan bareng di restoran. Cuma di restoran sekitar komplek ngapain iri." Lia tertawa berusaha menghibur dirinya sendiri.

Bibir gadis itu tersenyum kala membaca pesan masuk dari Kevin yang ada di Amerika serikat.

Bang Ke

[Jangan gadang!
Gimana harinya?]

"Kenapa bocil? Ganggu lo!"

"Capek, bang," ujar Lia terdengar sedih membuat Kevin yang ada di seberang sana panik.

"Lia, gue tahu adik gue kuat melewati ini semua."

"Lia kangen sama nenek, bang. Lia rindu sama mama dan papa yang dulu bukan yang sekarang. Lia tadi—"

Gue gak boleh ngomong yang sebenarnya. Kasian nanti bang Kevin jadi gak fokus kuliahnya. Gue harus bisa tidak bergantung sama bang Kevin, batin Lia.

"Lia? Lo masih ada di sana, kan?"

"Iya-iya ada, maaf tadi habis ketiduran," ujar Lia.

"Tidur lagi! Good night bocil kesayangan."

Bagas memutar bola matanya malas kala bocah lelaki umur lima tahun yang mengenakan seragam sekolah sudah duduk anteng di mobil. Padahal Bagas ingin sekali berangkat sekolah berdua bareng Lia tetapi, Bagas harus mengubur sedalam mungkin mimpinya.

"Ngapain lo?" tanya Bagas kala sudah duduk di kursi pengemudi. "Sana sekolahnya bareng ayah!" titahnya.

"Ih! Abang jahat banget aku gak suka. Kata bang Zidan, Abang itu nyeremin," ujar Samuel.

"Sabar jangan terpancing emosi," gumam Bagas.

Manik hitam milik cowok itu tertuju ke seorang gadis cantik yang berjalan ke arahnya.  "Cantik," gumamnya.

"KAK LIA MEMANG CANTIK, BANG!" pekik Samuel kala Lia  membuka pintu mobil. "Makanya Abang itu—"

"Diem!" Sorot matanya menatap tajam. Pandangan Bagas beralih menuju Lia. "Lia, di depan duduknya soalnya gue bukan sopir lo!" Lia tersenyum tipis. "Gue di sini dulu lagi malas turun lagi," balasnya.

A&B | Kita Belum Usai [Ending]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang