Eps 3

12.4K 1.2K 159
                                    

"Itu anak-anak kiyowok Bapak sudah pada dateng," ucap Pak Karto menunjuk ke arah segerombolan anak 11 MIPA 1 dari kejauhan berjalan menuju lapangan belakang, membuat seluruh perhatian mereka mengikuti ke arah mana jari telunjuk Pak Karto pergi.

"Pagi Pak Karto," sapa anak-anak tersebut.

"Maaf pak, kita datangnya telat. Semua ini gara-gara ceweknya gak mau keluar kelas," ucap Irwan mencoba untuk menjelaskan.

"Yah salah anak laki-laki lah, masa setiap waktunya olahraga cewek terus yang harus ganti baju ke kamar mandi. Gantian dong!" protes seorang siswi.

"Sudah yah anak-anak, daripada ribut terus mending kita mulai pelajaran olahraganya. Tapi sebelum itu, saya minta semua kelas untuk berbaris karena kita akan melakukan pemanasan terlebih dahulu," suruh Pak Karto kepada anak didiknya agar membentuk barisan beberapa banjar.

Setelah itu, Pak Karto mulai memimpin pemanasan pagi ini dengan semua murid mengikuti gerakan yang pak Karto tunjukkan.

Beberapa menit kemudian, selepas selesai melakukan pemanasan Pak Karto menyuruh kepada semua anak laki-laki dari tiap-tiap kelas untuk segera membentuk tim yang sudah dibentuk. Karena sebentar lagi, duel sepakbola akan segera dimulai.

Disaat golongan anak 11 MIPA 1 dan 11 Bahasa 2 sudah berkumpul, terasa aura yang begitu dingin menyelimuti tim tersebut. Tidak terdengar perbincangan sama sekali, selain tatapan mata mereka yang saling beradu.

"Gua gak perduli kelas kita musuhan atau enggak, karena yang terpenting gua cuman mau tim ini menang," ujar Antarez.

"Oke, gak masalah. Tapi sebelum itu, kita pakai strategi apa buat ngelawan musuh?" balas Antariksa bertanya.

"Kita gak pake strategi apa-apa, kalian bisa main sesuka hati. Intinya, gua gak mau kalau sampai nanti kelas gua harus menanggung malu karena kalah, sebab satu tim sama kelas gak berguna macam lo semua," jawab Antarez menunjuk ke arah semua anak lelaki MIPA 1, dan mengakhirinya tepat pada wajah Antariksa.

"Tenang aja kok kak, kita pasti menang," ujar Antariksa dengan nada lembut, menurunkan tangan Antarez dan memegangnya. Dengan cepat, Antarez langsung menepis kasar genggaman tersebut.

Antarez membalikkan badan, meminta kepada seluruh anggota timnya agar segera membentuk formasi.

"Inget, catet di otak," tambah Garuda sambil mengetuk-ngetuk dahinya menggunakan jari telunjuk, lalu pergi menyusul Antarez.

"Gua bilang juga apa Antariksa, kakak lo itu egois!" kesal Bams mengeluarkan emosi yang sudah ia pendam sedari tadi.

"Padahal ini kan cuman pelajaran olahraga, bukan turnamen beneran," sahut Hans.

"Iyah, gua gak terima waktu dia bilang kelas kita itu gak berguna," tambah Ardi.

"Udah-udah, mungkin kakak aku lagi kebawa suasana pertandingan aja. Mendingan sekarang kita fokus sama sepakbola nya aja yah," balas Antariksa mencoba untuk menenangkan teman-temannya, "Yuk segera ke posisi!"

********

"Kakak, ternyata setelah kejadian itu membuat sifat Kakak Antarez banyak berubah yah," batin Antariksa yang sudah siap berdiri di posisinya. Menatap punggung sang kakak yang berada di barisan depan.

"Dulu kakak Antarez itu baik, gak pernah sekalipun dia bersikap egois. Sekarang... Kakak Antarez sudah berubah menjadi sosok yang lain, sosok yang sama sekali tidak aku kenal."

Pak Karto mulai berjalan menuju ke tengah lapangan, menyuruh tiap-tiap kapten dari dua tim untuk berdiri di dekatnya. Lalu melempar sebuah koin sebagai penentu bola pertama untuk ditendang oleh suatu tim.

Akhirnya, bola pertama dimenangkan oleh tim Antarez. Pak Karto menyuruh mereka berdua untuk kembali ke dalam posisi masing-masing. Dan peluit sebagai pertanda dimulainya pertandingan, dibunyikan //priiiiitttt//.

Terlihat Antarez mulai menggiring bola, dengan teriakan pendukung dari siswi-siswi sebagai penonton, menyemangati tim mereka masing-masing.

"Bro, oper ke gua!" pinta Garuda, dan Antarez pun mengoper bola tersebut kepada temannya.

Sepanjang permainan, kini tim Antarez sudah mampu mengungguli dua poin, sedangkan pihak lawan masih satu poin. Tetapi, angka tersebut hanya dicetak oleh anak 11 Bahasa 2 saja, mereka sama sekali tidak mengoper bola ataupun memberikan anak 11 MIPA 1 kesempatan.

Waktu terus berjalan, hingga pada akhirnya peluit kembali dibunyikan pertanda kalau pertandingan telah berakhir.

"Baiklah, sekarang duel sepakbola sudah selesai, dan hasil akhirnya adalah 2-1. Jadi pemenang kali ini yaitu kelas 11 MIPA 1 dan 11 Bahasa 2," ujar pak Karto dibalas tepukan tangan meriah oleh seluruh siswa.

"Oleh karena itu, untuk tim yang menang akan bapak beri nilai tambahan sebagai bonusnya. Kalau begitu, sekarang pelajaran olahraganya sudah selesai, kalian boleh kembali ke kelas untuk berganti baju."

"Baik pak," jawab anak-anak, lalu satu-persatu dari mereka mulai pergi meninggalkan area lapangan belakang.

Begitupun juga dengan anak MIPA 1, mereka pergi dengan perasaan kesal dan juga kecewa. Percuma tim mereka menang, tetapi tidak ada rasa solidaritas sama sekali. Lebih baik kalah kalau begini nyatanya.

"Kak Antarez!" panggil Antariksa kepada sang kakak, yang juga hendak pergi menyusul teman-teman lainnya.

"Hm?" deham Antarez tanpa membalikkan tubuhnya sama sekali.

Antariksa melangkah lebih dekat kepada Antarez, kini lapangan belakang sekolah hanya tersisa mereka berdua. "Kenapa tadi kelas kakak cuman oper ke temen kakak aja, kenapa kelas Antariksa gak diberi kesempatan?" tanya Antariksa, lalu melihat Antarez membalikkan badan, menatap wajah dirinya dengan tatapan dingin.

"Memangnya kenapa? Lo gak terima? Kalaupun tadi gua kasih temen sekelas Lo bola, mereka cuman bakal malu-maluin aja," balas Antarez.

"Tapi- tapi kakak paham kan apa maksudnya sebuah tim? Yang namanya tim itu harus kerjasama kak, harus saling membantu."

"Tapi yang pasti tim kita menang kan. Harusnya kelas lo tuh bersyukur, karena satu tim sama kelas gua. Sebab itu juga, kalian bisa dapet nilai tambahan dari pak Karto," balas Antarez menatap wajah Antariksa beberapa detik, dan kembali membalikkan badan, mengambil langkah untuk pergi.

"Kakak kenapa sih bersikap seperti ini sama Antariksa, kita ini saudara kak!" bentak Antariksa sontak membuat langkah Antarez berhenti.

"Bukannya lo dan bunda, yang sudah berhasil membuat sikap gua menjadi sejahat ini?" balas Antarez dingin tanpa membalikkan tubuhnya.

"Sebaiknya mulai sekarang, lo jaga jarak sama gua. Karena gua gak mau, punya saudara pengkhianat macam lo lagi di kehidupan gua yang sekarang," pungkas Antarez pelan namun tajam, membuat perasaan Antariksa tercabik-cabik disaat mendengarnya.

°•••Brother konflik •••°

"Kita memang saudara, tapi gua gak pernah merasa kalau kita memiliki ikatan darah."

Antarez_

BROTHER KONFLIK [S1&S2] segera terbit Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang