Gelap, kelam, hitam, suram. Begitulah gambaran hidup gadis itu. Bagaikan malam tanpa cahaya, tersesat dan tak tau arah untuk pergi kemana.
Cahaya yang awalnya redup, kini telah hilang seutuhnya. Ya, gadis itu telah kehilangan semuanya.
Tak ada lagi yang menyinari hidupnya, tak ada lagi yang bisa dipercaya, tak ada lagi tempat bercerita, semuanya sudah hilang, pergi, dan meninggalkan dirinya sendiri.
Entahlah, alam semesta seolah-olah menghukumnya. Kesalahan apa yang dia perbuat bahkan dia sendiri tak mengetahuinya.
"Hiks.. Hiks.. Hiks.."
Sedari tadi gadis itu tak henti-hentinya menangis, terhitung lima jam setelah nenek nya dikuburkan. Matanya pun kini tampak sembab.
"Nenek, hiks.. kenapa nenek ninggalin Fara? hiks."
"Nenek udah ga sayang sama Fara? hiks."
"Katanya nenek janji gabakalan ninggalin Fara, terus kenapa sekarang nenek malah pergi? Hiks."
"Hiks.. hiks.. Fara takut nek."
Alfara felicia gantari. Gadis mungil berparas cantik itu baru saja kehilangan neneknya. Orang satu-satunya yang menyanyangi dirinya kini telah pergi. Hancur, itulah yang ia rasakan saat ini.
Semasa neneknya hidup, hanya neneknya lah orang yang selalu menyinari hari-harinya. Neneknya lah orang yang selalu ada disaat Fara membutuhkannya.
Orang yang menjadi tempat bercerita disaat tak ada lagi orang yang bisa dipercaya.
Orang yang selalu ada didekatnya meski banyak orang yang menjauhinya. Orang yang selalu memberinya kekuatan disaat banyak orang yang ingin menghancurkannya.Orang yang selalu mengerti Fara disaat tak ada orang lagi yang bisa mengerti dirinya. Orang yang menjadi pendengar yang baik disetiap keluh kesahnya.
Hanya neneknya lah alasan Fara masih tersenyum sampai saat ini, dan sekarang neneknya telah pergi. Entahlah, sepertinya gadis itu tak akan bisa tersenyum lagi.
-
Kriiingggg….! Kriiingggg…! Kringgggg…!
Suara alarm yang terdengar nyaring itu, membangunkan Fara dari tidurnya. Ya, semalam ketika Fara menangis, tanpa sadar dia tertidur. Sepertinya dia sangat lelah. Lihatlah matanya masih saja sembab. Ah, terlihat sangat menyedihkan, bukan? Sungguh gadis yang malang.
"Duh, berisik banget si. Kenapa si lu harus bangunin gw? bisa ga si gw tidur terus ga bangun-bangun? kalo bisa gw mati aja sekalian. gw mau nyusul nenek. toh, gw hidup dunia ini gada gunanya juga, ahahahaha."
Fara tertawa frustasi dan bicara seakan mentertawai dirinya sendiri.
"Ga ada yang peduli sama gue, ga da lagi yang bisa ngertiin gw. Gw cape, gw mo mati aja!"
Entah kepada siapa Fara bicara, yang jelas matanya menatap jam yang mengeluarkan suara alarm tadi. Ah, apakah dia bicara dengan jam itu? Sepertinya Fara telah gila.
"Ahahaha, Apa gw gapantes bahagia? Kapan gw bisa ngerasain itu? Salah gw apa sampe gw harus ngelaluin semua ini!? Gw ga sekuat itu!"
Brakkk....!
Lihatlah, dia benar-benar telah gila, setelah mengajak jam bicara dan bahkan memarah-marahi benda mati itu, kini diapun melemparnya. Sungguh na'as nasib jam tak berdosa itu. Entah apa salahnya kini jam itu telah pecah tergeletak dilantai.
-
Waktu telah menunjukkan pukul enam kurang lima belas menit. Setelah beberapa menit Fara mengontrol emosinya dan mencoba untuk menerima kenyataan hidupnya yang benar-benar pahit, kini dia telah mulai tenang dan kembali memasang topengnya.
Ya, topeng agar dia terlihat kuat dan terlihat baik-baik saja. Fara tidak mau terlihat lemah dimata orang-orang.
Setelah beberapa menit, sekarang Fara telah rapi dengan seragam sekolahnya. Ya, sekarang hari pertamanya sekolah setelah pindah dari sekolah lamanya. Sekarang Fara sekolah di SMA Pradita Dharmawangsa. Salah satu sekolah yang terkenal di Indonesia. Kakaknya pun sekolah di sana.
"Lihat, ges! Babu kita udah datang nih."
Fara yang tadinya berjalan, kini menghentikan langkah mendengar ucapan kakaknya itu.
"Gede juga ya nyalinya, mau tinggal disini lagi."
"Udah gatakut lagi lo sama kita hah?"
"Mau ngadu kesiapa lagi lo? nenek yang sayang banget sama lu itu bahkan sekarang udah mati."
"Hahahahahahahaha." mereka tertawa secara bersamaan.
Diam dan mencoba untuk menahan emosi, itu yang hanya bisa Fara lakukan. Sungguh, tidak punya hati orang-orang itu. Cucu mana yang tega mentertawai kematian neneknya sendiri? Ah, sepertinya hanya mereka.
Fara yang dari tadi berdiri mendengar ucapan kakak-kakaknya, kini melanjutkan langkahnya menuju pintu depan.
"Eits, mau kemana lo?" ucap salah satu kakak Fara.
Fara yang baru berjalan beberapa langkah itu, kembali berhenti setelah mendengar suara kakaknya.
"Apalagi sih?" batin Fara dalam hati.
"Sini lo!"
"Oy, lu bisa denger ga si? Sini!"
Fara terlalu malas meladani kakak-kakak sialannya itu. Tak ingin mencari masalah dia memilih membalikkan badan, dan mulai melangkah mendekati kakaknya.
-
Gimana? Penasaran ga sama kelanjutan nya? wkwk. Next ga ni?
Hallo...
Ini cerita pertama aku. Aku harap kalian suka. Hehe, maaf kalo jelek, maklum masih tahap belajar. Mohon koreksinya, ya. Tandai juga kalo ada typo, hehe.Bantu vote dan coment juga, ya. Makasi pren :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Can I Just Die?
Teen FictionGelap, kelam, hitam, suram. Begitulah gambaran hidup gadis itu. Bagaikan malam tanpa cahaya, tersesat dan tak tau arah untuk pergi kemana. Cahaya yang awalnya redup, kini telah hilang seutuhnya. Ya, gadis itu telah kehilangan semuanya. Tak ada lagi...