Setim

37.8K 5.8K 699
                                    

Keadaan dunia novel semakin terorganisir walau alur memang salah kaprah. Tapi setidaknya semua tokoh lebih tenang, santai dan pintar. Setidaknya mereka menyadari bahwa mereka kaya dan bisa menggunakan kekuasaannya. Kaya bukan sembarang kaya, urutan nomor 1 sampai 20 anak-anaknya, cucu-cucunya berada di Indonesia. Tepuk tangan dulu permisa 👏👏👏

Betapa indahnya dunia novel ini, rasanya menjadi keturunan kaya nomor 1-20 di dunia pasti menyenangkan tapi menyusahkan juga sih. Menyenangkannya saat bagian belanja, pakai black card tinggal gasak-gesek sesuka hati. Mau belanja tidak perlu repot lihat harga. Menyusahkannya bagian keamanan, pasti ada saja musuh yang iri dan dengki sampai berusaha mencelakai. Belum lagi masalah harta warisan yang diam-diam diperebutkan walau sang pemilik masih sehat waras, belum meninggal.

Mafia juga setidaknya lebih berguna walau tidak terlalu dominan. Intinya mereka sudah sadar dirilah. Walau yah begitulah, biasalah.

Reina dan Reinard sudah masuk sekolah. Mereka bahkan memasuki kelas secara bersamaan tanpa sadar. Jujur saja, teman sekelasnya menjadi sedikit skeptis. Entah kenapa mereka jadi sedikit percaya kalau Reina dan Reinard kembar. Meskipun wajah cukup berbeda, tapi kalau dilihat baik-baik, lebih cermat akan ada kemiripan.

(Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),skeptis adalah kurang percaya atau ragu-ragu (terhadap keberhasilan ajaran dan sebagainya). Skeptis berasal dari kata skeptisisme, yaitu aliran atau paham yang memandang segala sesuatu tidak pasti atau meragukan dan mencurigakan)

"Eh Rei," panggil salah satu siswi yang masih penasaran.

Reina dan Reinard menengok bersamaan. Siswi tersebut menyengir dan berkata tidak jadi.

Bel berbunyi, semua duduk di kursi masing-masing. Guru seni budaya sudah datang. Materi kali ini adalah seni musik. Guru membentuk tim berisi 2 orang. Tim urut sesuai nomor absen. Muridnya pun protes.

"Pak gak asyik... Masa urutan absen sih"
"Ha pak di kelompok kami gak ada yang bisa main musyik"
"Asiappp musyik"
"Ganti dong pak, gak adil ini. Cuma berdua lagi"

Guru tersebut menghiraukan keluhan muridnya. Ia tidak mau jika memilih sendiri-sendiri, nanti akan ada yang tersisihkan atau singkatnya tak dianggap. Terus mendapat tim sisa dengan mood yang tidak baik sampai sindir-sindiran. "Silahkan bergabung dengan tim masing-masing."

Reina menuju ke belakang kelas untuk mengecek siapa pemilik absen setelahnya. Semoga partnernya gak aneh, batinnya. Saat mengecek ia kecewa berat, hah, satu tim dengan Reinard. Ingin protes tapi tidak bisa.

Reina dan Reinard duduk, menyatukan meja mereka. Justin merasa sedikit panas, "Sstt, tukeran," ucapnya pada Reinard. Reinard mengabaikan ucapan Justin, ia lebih memilih untuk fokus mengamati sang guru. Omong-omong semenjak menikah, ia lebih fokus mendengar pelajaran karena bosan mendengar ocehan Helena.

Pak guru menjelaskan tentang beberapa alat musik, lagu dan tips bernyanyi. Ia menjelaskan tugas kali ini tentu saja bernyanyi dengan diiringi alat musik. Alat yang dipilih bebas. Dari gitar sampai ukulele dipersilahkan.

"Mau latihan kapan?" Tanya Reina pada Reinard.

"Terserah"

"Nanti? Mumpung gue bisa, ada waktu juga." Reinard mengangguk, ia setuju-setuju saja.

"Latihan dimana?"

"Rumah gue aja," usul Reinard. Reina pun setuju. Setelahnya mereka langsung menarik meja dan kursi masing-masing. Kembali duduk seperti awal. Bersikap seakan tidak pernah sebangku.

***

Pulang sekolah, Reina membonceng Reinard. Sangat canggung, mereka berdua hanya diam sepanjang perjalanan. Jika biasanya kalau orang berboncengan si perempuan akan memeluk laki-laki di depannya. Maka Reina tidak, ia lebih memilih memegang jok belakang.

Figuran Tingkat TinggiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang