[23] Perihal Rasa Semu

8.6K 607 29
                                    

"Sikap seseorang tidak bisa dinilai dari luar, dari masa lalu, bahkan masa sekarangnya. Mereka itu munafik, bersembunyi di balik jeruji." – Raga.

Kondisi Nala sekarang mulai membaik

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kondisi Nala sekarang mulai membaik. Genta selalu siap siaga berada di sampingnya. Bahkan Nala sudah meminta Genta untuk tidak menemaninya, tapi cowok itu selalu menolak. Jujur saja, Nala tak nyaman bersama Genta. Dia juga takut jika ada salah satu dari mereka yang akan menaruh rasa, baik dari Nala sendiri maupun dari Genta. Berbicara tentang perasaan memang runyam.

"Kak Genta, kalau mau pergi. Pergi aja!" ujar Nala langsung ke intinya.

Genta tersenyum simpul. "Buat lo, gue rela bolos."

Nala terdiam kaku, Genta sudah melakukan banyak hal untuknya. Nala benar-benar sudah tak enak hati. "Gue udah biasa sendiri."

"Dan sekarang gue nggak akan buat lo terbiasa sendiri," ungkap cowok berkulit putih itu.

Sekarang Nala jadi bimbang, Genta yang Nala kenal selama ini adalah sosok cowok idaman karena prestasi dan keteladanannya. Tapi melihat cowok itu sekarang, sepertinya Nala menambah persepsinya bahwa Genta adalah cowok perhatian dan tulus. "Terserah lo deh, gue mau tidur," ujar Nala malas.

"Tidur aja, gue temenin."

Nala menghela napas pelan, lebih baik jujur dari pada Genta merasa di beri harapan. "Gue jujur aja yah, gue nggak nyaman dengan keberadaan lo disini. Sorry kalau gue menyinggung, but I care about my comfort."

Genta mengangguk mengerti. Dia suka kejujuran Nala. "Gue suka lo jujur. Sambil lo istirahat, mau deep talk, nggak?"

"Deep talk?" tanya Nala kebingunan.

"Iya, mulai dari gue deh. Gue itu anaknya ambisius banget, Nal. Apapun yang gue pengenin harus gue dapetin mungkin nggak jauh beda dari lo. Bedanya gue realistis, jika emang itu nggak ngeberi gue dampak positif nggak bakal gue lanjutin."

Pikiran Nala menerawang, pola Genta berpikir sangat dewasa, wajar saja jika banyak yang suka padanya. Cowok itu tipe manusia pembimbing, tidak cocok untuk dipacari namun cocok dijadikan suami. Sayangnya, Nala belum tertarik, mungkin sekedar kagum.

"Kalau lo sendiri?" tanya Genta.

Kening Nala mengernyit. "Gue?" tanya Nala balik.

"Gue udah deskripsikan diri gue secara singkat. Sekarang giliran lo!"

Nala membalik tubuhnya, dari berbaring mendatar menjadi menyamping, menatap Genta yang duduk di samping kasur pasien UKS. "Kalau orang lagi sakit jangan di paksa bicara!" Itu bukan suara Nala, melainkan suara bariton yang berasal dari pintu.

Genta dan Nala sontak menoleh bersamaan. Raga ada disana. Style Raga masih seperti biasa, seragam dengan semua kancing baju dibiarkan terbuka dan kaos hitam sebagai dalaman. Jangan lupa dengan celana botol yang sengaja di ubah. Semenjak Nala mengenal Raga, dia sama sekali tak pernah melihat Raga berpakaian rapi seperti Genta dimana dasi selalu, melilit kerah bajunya.

RAGNALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang