YG High School, Seoul, South KoreaRamai bunyi derap langkah menaiki anak tangga dengan tergesa.
"Zombie brengsek" anak laki-laki berkulit tan itu mengumpat untuk kesekian kalinya, tubuhnya berbalik untuk melayangkan beberapa tendangan pada para zombie yang terus berdatangan.
Bugh!
"Haruto!" Laki-laki berkulit tan itu berteriak saat sosok yang sebelumnya berdiri di balik punggung tegapnya kini justru berdiri mantap disamping dirinya.
"Jangan-"
Anak laki-laki bertubuh tinggi itu memotong, "Diam, Park Jeongwoo! Singkirkan saja para bajingan ini!"
"Kau itu terluka, idiot!" Park Jeongwoo melotot, diraihnya lengan yang lebih tua untuk dibawanya kembali berlari.
Sepasang anak adam itu terengah, bahkan jika ingin keduanya berharap dapat istirahat barang sejenak, namun hal itu mustahil kini. Mereka hanya terus berlari untuk menyelamatkan diri tanpa adanya pilihan lain.
Park Jeongwoo melirik Haruto disampingnya, wajah pemuda jangkung itu basah oleh air mata, pemuda tan itu mendecih kesal, lantas berbelok ke ruang siaran dan bertaruh pada keberuntungan ruangan itu kosong.
Berhasil. Ruangan itu kosong, Park Jeongwoo lantas segera menutup pintu.
Suara debuman pintu kayu yang dipukul secara brutal membuat kedua pemuda di dalam ruangan siaran itu meringis, sebuah meja kayu besar digeser hingga kedekat pintu.
"Hah..."
Kedua daksa tegap itu terududuk di lantai ruang siaran, mencoba mengatur napas dan mengistirahatkan tubuh sejenak.
Park Jeongwoo bersandar lemas pada meja kayu dibelakangnya, sepasang mata bak serigala itu mengunci padangan pada pemuda lain dirungan ini.
"Haruto, kemari" panggilnya.
Haruto menoleh, "Kenapa?" dia bertanya.
"Kaki" kata pemuda tan itu singkat, lantas dia beranjak menuju Haruto yang bahkan telah merebahkan dirinya di lantai ruangan.
Pemuda penyandang marga Park itu mebuka sepatu yang dikenakan Haruto, lantas meringis melihat telapak kaki kanan sahabatnya itu telah bersimbah darah.
"J-je...mphh–" pemuda jangkung itu menutup mulutnya dengan tangan, meringis menahan sakit, sepasang kalereng indah miliknya menatap langit-langit ruangan, tak berani sekedar menatap Park Jeongwoo yang tengah menuangkan alkohol pada telapak kakinya, rasanya pedih bukan main.
"Masih tinggal satu" Park Jeongwoo menatap Haruto yang tengah menahan sakit. "Akan aku cabut, ya?" sambungnya.
Haruto mengangguk tanpa berkata, rasanya terlalu pedih.
Perlahan, Park Jeongwoo mencabut pecahan kaca yang menancap dalam di kaki Haruto, membuat pemuda jangkung itu menggigit tangannya kuat, air mata mengalir membasahi wajah tampannya, kakinya bahkan bergerak tak nyaman, "shh–"
Park Jeongwoo memegangi kaki si Watanabe, menahannya bergerak-gerak, "Tidak apa, tenanglah"
"S-sakit" lirihnya.
Haruto tak peduli dia dianggap lemah atau apa, namun pecahan kaca yang menancap di kakinya sangatlah dalam, terlebih dibawanya berlari.
Haruto ingat, kaca ruang kesehatan hancur saat itu, Haruto yang sebelumnya tengah beristirahat diatas ranjang menatap terkejut saat petugas UKS menggigit Asahi, sahabatnya. Haruto lantas berlari, mencoba melepaskan Asahi namun tanpa sadar kakinya telah tertusuk beling membuat darah menghiasi lantai.
Haruto berteriak, Asahi sudah tak bergerak dengan daging pipinya yang berdarah dan dan terkelupas, petugas UKS aneh itu mengunyah daging pipi Asahi seolah itu adalah makanan paling lezat, kemudian dengan gerakan patah-patah petugas itu melompat kearah Haruto yang termangu dan saat itulah Park Jeongwoo datang, pemuda itu melempar si petugas hingga keluar jendela.
"Kau tak apa?" dia bertanya khawatir.
"A-asahi...akh–!"
"Tenanglah, aku akan mencabutnya" Park Jeongwoo dengan cepat mencabut pecahan kaca yang menancap dikakinya.
"ASAHI!"
"Sudah kubil–"
Bugh!
Haruto reflek menendang Asahi dengan kaki satunya, dia menatap tak percaya sahabatnya yang mencoba menerkam Park Jeongwoo.
"Asa!"
Park Jeongwoo lantas berdiri, pemuda Park itu menggeram, tangannya mengepal kuat, "ini benar-benar All Of Us Are Dead"
"Apa?"
"Haruto, gunakan sepatumu!"
Pemuda berkulit tan itu menerjang Asahi dan melayangkan beberapa tendangan.
"Tidak Asahi! Jeongwoo tolong hentikan!!"
"PAKAI SEPATUMU!" Park Jeongwoo berteriak marah, membuat Haruto bungkam dalam tangisnya.
Pemuda Park itu menyeret Asahi, di dorongnya pula keluar jendela, setelahnya dengan tergesa pemuda pemilik bahu seluas samudra itu segera menuju lemari kaca dan meraih beberapa obatan asal.
"Ayo pergi, Haruto" pemuda Park itu mengulurkan tangan.
Haruto tak mengerti dengan keadaan yang sungguh gila ini, pemuda jangkung itu tak memiliki pilihan lain hingga pada akhirnya meraih uluran Jeongwoo. Semenjak itu keduanya memutuskan bertahan hidup bersama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Evanescent
ActionIn shadows they shamble, a world engulfed in dread, the living and the dead, in this apocalypse we tread. A battle for survival, hope clings to the dawn's first light, in this undead night, we stand and fight. a Jeongharu/Hajeongwoo fanfiction insp...