61. Seperti Awal Dulu

1K 89 1
                                    

Seumur hidup tinggal bersama dengan Vanessa, baru kali ini Ryan gundah gulana berbaring di atas tempat tidurnya. Ingin memejamkan mata, tapi ia tak bisa. Rasa kantuk benar-benar seolah tidak menghinggapi kelopak matanya malam ini. Memaksakan diri terbukti hanya membuat matanya letih karena memejam.

Perasaan resah.

Mata tak merasa lelah.

Semua yang berputar di benaknya hanyalah satu nama, Vanessa.

Ryan memeluk gulingnya dengan sendu. Bergumam rendah seorang diri dengan suara pilu.

"Udah kebiasaan meluk Dinda, meluk guling jadi nggak enak lagi."

Hiks.

"Mana si guling rata depan belakang lagi. Nggak kayak Dinda Vanessayang."

Ryan menyerah.

Ia bangkit dari tidurnya dan menyadari kalau matanya saat itu benar-benar tidak bisa dipaksakan. Padahal secara logika harusnya sekarang matanya bisa memejam dengan mudah sekali. Alasannya? Yang pertama adalah Ryan letih. Seharian di kampus dan pulang dengan tragedi mendorong motor. Yang kedua adalah hujan angin yang lebat di luar sana membuat malam menjadi lebih membuai. Dan yang ketiga adalah alasan yang paling penting. Ingat dengan pesanan makanan yang ia beli untuk makan bersama dengan Vanessa kan? Karena Vanessa sampai kiamat tidak akan keluar dan makan bersama dirinya, alhasil Ryan menghabiskan semua makanan untuk dua porsi itu. Daripada mubazir kan?

Sekarang, ditambah dengan perut kenyang ... adalah hal yang sangat aneh mendapati Ryan yang justru tidak bisa tidur.

"Aku emang udah biasa tidur sendirian. Biasa banget malah. Tapi, bukan begini caranya. Membawa masalah sampai tidur ... apalagi masalah dengan Vanessa, itu bukan hal yang bagus." Ryan mengembuskan napas panjang. Entah sadar entah tidak masih memeluk gulingnya. "Salah-salah aku bisa mimpi buruk lagi."

Pelukan Ryan pada guling semakin mengencang.

"Oh .... Dinda, maafkanlah Kanda yang membuat dikau salah sangka."

Mata Ryan berkedip sekali. Satu pertanyaan terbit di benaknya.

"Kira-kira ... bakal sampai kapan coba dia bakal diamin aku kayak gini?"

Ryan meringis.

"Aaah! Tau gini mending dia beneran ngelempar aku pake pot bunga mawar itu. Bocor-bocor dah kepala. Sakit paling berapa hari gitu. Yang penting selesai masalah. Lah ini? Gimana mau selesai masalah kalau orangnya aja nggak mau bicara sama aku? Gimana aku mau menjelaskan duduk perkara yang sebenarnya coba?"

Embusan napas Ryan terasa lebih panjang dari yang sudah-sudah. Seakan benar-benar ingin membuktikan bahwa cowok itu sedang merasa pusing tujuh keliling.

"Baru juga Vanessa mau menerima kehadiran aku, eh ... malah ini yang terjadi." Ryan manyun. Lalu perlahan membawa tubuhnya kembali berbaring. Meringkuk –sambil tetap memeluk guling. "Nasib ya nasib. Mengapa begini? Baru sekali bercinta, sudah dituduh main mata."

Hiks.

*

Vanessa baru saja selesai membersihkan wajah dan menggunakan krim malam. Bangkit dan langsung memadamkan lampu utama. Berbaring di atas kasur dan menyelimuti tubuhnya, Vanesa merasa malam itu sangat dingin hingga membuat ia semakin mengeratkan selimut itu. Kemudian, hening.

Tapi, Vanessa tidak tidur. Nyatanya mata gadis itu masih nyalang menatap lurus ke langit-langit kamarnya yang gelap. Tak melihat apa pun. Yang mana, Vanessa tetap membuka matanya bukan karena ingin menatap sesuatu. Hanya saja ia seperti tengah merenung.

Kuliah Tapi Menikah 🔞 "FIN"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang