chapter 2

25.1K 1.2K 7
                                        


Ketika semua rasa bercampur menjadi satu, dan membentuk sebuah emosi yang sulit untuk di luapkan.

°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°

HAPPY READING YEOROBUN 💞
------------

Dua tahun sudah berlalu. Sekarang kepribadian Aza juga sudah berubah sedikit lebih baik. Mengingat bahwa sekarang ia sudah tidak bersama Lala dan Ganeth. Karena sang Kakek memindahkannya ke pondok pesantren Assalam. Awalnya Aza memang tidak mau, namun akhirnya ia tetap menerima.

Perubahannya di Mulai pasca orang tuanya meninggal dua tahun lalu. Sebulan setelah ulang tahunnya yang ke-17. Sejak saat itu ia memutuskan untuk sedikit berubah, walau masih sering kabur-kaburan, membawa handphone, namun selagi tidak ketahuan pengurus, ia aman.

"Mba Aza di panggil mba Naila ke ndalem" ujar Haliza, teman sekamar Aza.

"Okeh, makasih" jawab Aza lalu menutup novel yang sedang di bacanya. Tak lama ia keluar dari kamar dan berjalan menuju ndalem, hanya sebentar karena kompleknya tepat berada di samping ndalem dan satu-satunya komplek yang ada di lantai bawah.

"Kenapa mba Naila?" tanya Aza yang melihat mbak-mbak ndalem begitu sibuk membuat makanan.

"Nanti malem kamu kesini yah, bakalan ada santri baru. Hari ini juga kan Gus Robert bakalan pulang dari New York" jawabnya panjang lebar.

"Okeh mbak."

Aza pun memutuskan untuk mandi, sekarang hari Jum'at jadi tidak ada kegiatan mengaji wajib, paling hanya tartilan. Tapi karena ia sedang haid jadi masih bisa bersantai.

Aza melihat lokernya yang begitu berantakan pun tercengang. Ia segera mengeluarkan baju-bajunya yang penuh noda hand body + bedak. Tanpa perlu berfikir panjang ia sudah bisa menebak siapa pelakunya.

Di kamar mereka hanya di isi 4 orang Santri, untuk ukuran 20 Santri, karena kamar itu memang baru saja di renovasi.

"Di mana Khanza sama Zayin" tanyanya pada Haliza, mana mungkin Haliza yang melakukannya dia tuh pendiem banget. Apalagi kalo nggak di tanya.

"Kenapa nyariin kita?" sahut santai seseorang di depan pintu.

"Lo kan yang udah ngelakuin ini!" marahnya pada Zayin. Dia merupakan teman sekamar + teman satu sekolahnya.

"Kakak kan lagi ultah makanya kita kerjain" bela Khanza, adik kelasnya. Padahal umur mereka berbeda, namun entah apa yang membuat mereka bertiga begitu lengket.

"Udah ngerjain, tapi gak ngasih kado. Percuma!!" Aza menghela napas kasar, ia bingung harus memakai baju apa. Baju Khanza sama Zayin saja feminim semua, masa iya dia harus pakai itu buat nanti malem.

"Kadonya nyusul kak, belum dapet kunjungan kita." Ujar  Khanza di iringi cengiran.

"Bantuin ambil kardus, gue mau ambil baju. Nanti malem di suruh ke ndalem" ketusnya.

"Kita berdua boleh ikut nggak kak?" Khanza sangat berharap di ajak. Pasalnya ia mendengar kabar bahwa nanti malam putra Abah Ibrahim pulang.

"Iya za, gue juga penasaran kaya apa si rupanya Gus Robert sampe-sampe pengurus pada ngomongin Mulu" ujar Zayin yang juga penasaran.

"Boleh, tapi ambilin kardus dulu" jawab Aza setuju, tidak ada salahnya ia mengajak Zayin dan Khanza, ia juga jadi punya temen ngobrol.

Khanza pun naik ke atas lemari mengambil kardus, tanpa sepengetahuan Aza yang masih sibuk dengan baju kotornya Khanza membuka kardus itu terlebih dulu dan menggeledah pakaian Aza.

Ijbar [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang