Bagi kebanyakan orang di abad 22, berburu jiwa merupakan bualan yang melegenda. Mereka sedikit pun tidak percaya dengan adanya Soul Hunter dan menganggap hal itu sebagai khayalan bocah delapan tahun yang berlagak melayangkan pedang mainannya ke udara seolah usai membunuh para targetnya.
Isu Soul Hunter sempat menghebohkan jagat semesta pada akhir abad 21. Diawali dengan adanya temuan jasad-jasad di beberapa belahan dunia yang setelah ditelusuri ternyata memiliki satu penanda yang sama, yaitu tanda lahir merah di tubuh mereka. Oleh penganut teori konspirasi, isu itu kemudian berkembang dan melabeli orang-orang yang memiliki tanda lahir merah dengan sebutan Selenic. Orang-orang Selenic inilah yang akan menjadi target bagi para Soul Hunter.
Sebagian orang meyakini perburuan jiwa yang dilakukan Soul Hunter ditujukan untuk memperoleh kehidupan yang abadi. Dengan beberapa syarat untuk mencapainya, para Soul Hunter tidak berpikir dua kali saat mendapatkan mangsanya, mereka akan membunuh dengan keji lalu meminum darahnya.
Namun, semua itu dianggap hiperbola bagi sebagian orang. Terbunuhnya orang-orang dengan tanda lahir merah saat itu disebabkan oleh psiko gila yang sosoknya belum diketahui hingga saat ini. Entah masih bernyawa atau tidak.
Lama-kelamaan, teori konspirasi itu telah tertutup oleh arus kemajuan teknologi yang semakin pesat. Mereka mengenal Soul Hunter sebagai penjahat berdarah dingin di serial anak-anak yang setiap pagi ditayangkan di salah satu stasiun televisi. Kesan Soul Hunter sudah tak mengerikan seperti dulu. Ia digambarkan sebagai pria gagah berjaket kulit dengan slayer yang menutupi sebagian wajahnya. Tidak lupa dengan pedang berlumur darah yang selalu berada digenggaman.
Namun ... tidak semua orang-orang modern acuh dengan keberadaan Soul Hunter.
Park Jeongwoo, remaja berusia enam belas tahun dengan tampilan cupu baru-baru ini sangat tertarik dengan sosok Soul Hunter. Ia menemukan buku misterius di perpustakaan pribadi milik mendiang sang kakek. Buku itu berjudul 'The Eternal' di mana Soul Hunter dan Selenic disinggung beberapa kali di dalam buku itu.
Setiap jiwa manusia diibaratkan sebagai potongan puzzle. Tiap puzzle utuh adalah jiwa abadi.
Mata hazel Jeongwoo memancarkan kilatan yang menggebu-gebu. Ia menopang dagunya sembari menerawang deretan kata di buku itu. Menarik.
Curigai orang terdekatmu sebelum mencurigai orang lain.
Jeongwoo mengernyitkan dahinya. Ia rasa kalimat itu memiliki kesan yang berbeda. Entah merujuk kepada Selenic atau Soul Hunter, di buku itu tidak terlalu dijabarkan dengan jelas. Seolah ia diajak untuk memecahkan sebuah teka-teki.
Pintu kamar terbuka. Dengan itu ia buru-buru menyembunyikan buku itu dibalik bantal. Menampilkan sosok sang kakak yang berdiri di ambang pintu sembari melayangkan tatapan penuh selidik.
"Kau sedang apa?" tanyanya ketus.
Jeongwoo melirik ke kanan, mencari jawaban di antara baju-baju yang tergantung rapi di hunger.
"Kau sendiri mau apa kemari?" Ia balik bertanya.
"Apa kau tidak akan memberi salam pada Paman?" ujar kakaknya sembari berlalu begitu saja membiarkan pintu kamar Jeongwoo terbuka lebar.
Detik berikutnya terdengar suara pamannya yang menggema kuat, memekikkan nama Jeongwoo dari ruang tamu. Ia kemudian segera berlari dengan perasaan antusias.
"Paman Jihoon!" Jeongwoo memeluk pamannya yang sudah beberapa bulan ini berdiam di kota lain untuk bekerja, "Aku tidak berpikir kau akan pulang secepat ini."
"Aku mengambil cuti dan menyempatkan untuk datang ke sini. Terima ini." Jeongwoo hendak menerima beberapa bungkus paper bag berisi berbagai jenis makanan itu, namun sesuatu mengundang atensinya.
"Oh, aku tidak tahu kau punya tanda lahir merah ... Paman?" ucap Jeongwoo sangsi sembari menelisik tanda lahir merah yang bersembunyi di sela jari tangan pamannya. Sebuah kebetulan ia melihat tanda lahir merah setelah membaca buku The Eternal, mengingatkannya dengan sosok Soul Hunter yang sangat melekat dengan kata Selenic.
Sang kakak, Jia, mengambil alih paper bag itu. Menatap Jeongwoo sejenak sebelum ia kembali berkata ketus kepada adiknya, "Apakah tanda lahir itu penting bagimu?"
"Hey, kalian ini selalu saja seperti ini," sela pamannya di tengah atmosfir yang tidak mengenakkan di antara kakak-beradik itu.
Jia memicingkan kedua matanya menandakan ia mencurigai sesuatu kepada Jeongwoo sebelum ia menarik langkah sembari membawa paper bag ke dapur. Jeongwoo hanya bisa menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Apa kau sedang sibuk?" Jeongwoo menggeleng dengan cepat. Pamannya melanjutkan sembari melepas jaket berbahan parasut yang membalut tubuhnya, "Kalau begitu bantu aku memangkas rumput liar di samping rumah. My bro, tolong aku ambil alat pemotong rumput di gudang, ya." Jeongwoo mengangguk dengan semangat.
Sesampainya di gudang, Jeongwoo tidak mendapati alat pemotong rumput di sana. Biasanya alat itu bersandar di lemari kayu reyot bekas lemari bajunya dulu bersama perkakas lainnya, namun di sana hanya terdapat gergaji mesin saja.
Saat Jeongwoo sibuk mencari, tiba-tiba suara mesin pemotong rumput terdengar dari arah luar. Ia pun segera menuju ke samping rumahnya karena ia pikir pamannya sudah menemukan alat pemotong rumput itu di tempat lain.
"Di mana kau menem--" Jeongwoo refleks menutup mulutnya, kedua matanya menanap lebar. Hamparan rumput lebat nan hijau itu kini bersimbah darah dengan pemandangan yang sulit ia terima dengan akal sehat. Pamannya tergeletak tak berdaya dengan kondisi kepala hancur tak berbentuk ditemani sebuah alat pemotong rumput di sebelahnya.
Yang lebih mengejutkan lagi dari semuanya adalah sang kakak Jia sedang sibuk menjilati darah yang berhamburan di sekitar tubuh pamannya. Dengan wajah yang berlumuran darah, Jia merapatkan jari telunjuk di bibirnya menyuruh Jeongwoo agar tetap tenang.
••••••••••
Soul Hunter
841 KataFriday, 03 February 2023
by bluetearful