2. Rumah Perlindungan

191 19 11
                                    

Mark menyodorkan teh hangat pada anak laki - laki berkulit tan yang tidak menanggapinya sama sekali. Jelas sekali jika anak laki - laki ini shock berat dan itu wajar saja, sebagai warga sipil tentu saja terkejut melihat kepala manusia didalam wastafel.

"Diminum dulu agar setidaknya kau lebih tenang," kata Mark yang akhirnya meletakkan teh diatas meja.

"Hyung polisi..." Haechan mendonggakkan kepala dan menatap kearah Mark dengan mata berkaca - kaca.

"Jangan menangis... jangan... aku bingung nanti... jangan...." Mark mulai menatap ke sekelilingnya, para seniornya masih sibuk di TKP sementara dia mendapat tugas untuk mencari informasi dari Haechan.

"Aku tidur sendirian dirumah hyung..." kata Haechan.

"Dimana orangtuamu?" tanya Mark.

"Sudah meninggal... semuanya..."

Mark menarik nafas dalam - dalam, bocah yang sangat malang.

"Aku takut...." cicit Haechan.

Mark tidak diajari hal ini di akademi kepolisian. Atau dia membolos ketika pelajaran berhadapan dengan korban yang ketakutan. Dia harus bagaimana? Mark benar - benar kebingungan.

"Kau bisa tidur dirumah temanmu," Mark bangga dengan isi otaknya yang memang cerdas luar biasa ini.

"Hmmmm, baiklah aku akan menghubungi temanku," kata Haechan yang mengulurkan tangan dan meminum habis teh hangat dihadapannya.

"Okey, sekarang konsentrasi aku akan memberikan beberapa pertanyaan dan kau harus menjawabnya dengan jujur," kata Mark.

Haechan menganggukkan kepala.

"Kenapa kau ada di Hotel King?" tanya Mark.

Haechan terdiam namun matanya melebar kebingungan dengan pertanyaan Mark.

Mark menunggu jawaban dengan masih sabar, tapi Haechan terus terdiam dan terlihat tidak mau menjawab.

Mark menggeser kursi dan lebih mendekat pada Haechan, "Jawab... jangan diam saja."

"Aku pergi menemui seseorang," kata Haechan.

"Dikamar 203?" tanya Mark lagi.

Haechan menggelengkan kepala, "Setelah aku cek chat, ternyata kamar 202."

Mark mengerutkan kening, "Jadi kau janjian dengan temanmu di kamar nomor 202."

"Bukan temanku juga," balas Haechan.

"Kekasihmu," tebak Mark.

Haechan menggelengkan kepala.

"Lalu?" Mark mulai mengendus sesuatu yang aneh.

Haechan yang kebingungan hendak menjelaskan, memilih untuk menyerahkan handphonenya pada Mark setelah dia buka screenshoot chat di aplikasi prostitusi yang kemarin dia coba.

Mark menerima handphone Haechan dan membaca seksama pada screenshoot yang disodorkan oleh anak laki - laki dihadapannya. Setelah membaca, Mark kembali menatap pada Haechan dan menggelengkan kepala.

"Jackpot sekali bertemu denganmu," kata Mark.

"Memang kenapa?" tanya Haechan yang tidak mendapat jawaban karena Mark lebih memilih mengembalikan handphonenya.

Mark mengambil handphonenya sendiri dan menelepon seseorang.

"Hallo bagian cyber crime, aku melaporkan website prostitusi. Segera diselidiki...."

Haechan hanya diam saja. Dia merasa bangga karena ikut membantu penyelidikan tetapi dia khawatir jika akan menjadi incaran para penjahat.

@@@@@

Takdir?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang