•••
Liana berlari kencang menembus lebatnya hutan. Kakinya tersandung akar dan ranting pohon berkali-kali hingga terjatuh, namun ia tak peduli. Rasa takut yang mencekam memaksanya terus berlari. Sosok menyeramkan yang dilihatnya di tepi sungai tadi masih terbayang jelas di benaknya.
Pikiran Liana kacau. Ia menyesali keputusannya mengikuti rombongan ke tempat terpencil ini. Ia tak menyangka akan menghadapi hal mengerikan seperti ini.
"Sial, kenapa harus sekarang?" umpat Liana dalam hati. Ingin rasanya menangis, namun tenaga yang tersisa hanya cukup untuk berlari.
"Liana! Kamu dari mana aja?" suara Gevan memecah keheningan hutan. Lelaki itu berlari menghampiri Liana dan langsung memeluknya.
Tangis Liana pecah seketika. Keadaan tertekan dan ketakutan yang ia rasakan selama berlari meledak saat Gevan memeluknya.
"Li, kenapa nangis? Kamu ketemu apa hah? Ular atau apa?" Gevan membombardir Liana dengan pertanyaan.
Liana terisak tak bisa menjawab. Ia masih terguncang dengan pengalaman yang baru saja ia alami.
"Van," panggil Liana lirih setelah beberapa saat.
"Iya kenapa? Kamu ketemu ular sampe nangis gini? Aku khawatir kalo kamu kayak gini," ujar Gevan cemas.
Liana menggeleng pelan. "Kita berapa lama lagi disini?"
"Besok kita lanjutin perjalanannya kok.. kamu kenapa? Bilang aku ," jawab Gevan.
"Aku mau pulang," pinta Liana dengan suara parau.
Gevan terkejut. "Tapi kamu yang pengen banget ketemu burung langka itu, kan? Kok tiba-tiba ngomong gini?"
"Aku mau pulang," desak Liana, suaranya gemetar. Ia kembali menangis tersedu-sedu.
•••
Malam tiba. Liana masih tak percaya dengan apa yang ia temui disungai tadi. Sejak kejadian tersebut Liana lebih pendiam dan banyak melamun membuat Gevan mau tak mau sangat khawatir.
"Li, Kamu kenapa sih hemm? Aku bingung jadinya" Gevan
Liana mengeleng.
"Kalo gakpapa, Kamu gak bakal kek ginilah... Lia itu bar bar bukan kalem kearah pendiem gini"
"Bar bar salah, diem salah mau kamu apa si" Liana mendecak.
"Kamu yang kayak biasa, aku khawatir kalo kamu kek gini trus..."
Liana tersenyum tipis mengetahui Gevan yang sejak tadi khawatir padanya. Itu tanda Liana berarti bagi Gevan bukan?
"Aku takut kamu kesurupan" namun lanjutan Gevan malah membuat Liana memukulnya dengan membabi buta.
•••
Keesokan harinya Liana pulang bersama Gevan meninggalkan kelompok yang kini dipimpin Sekan seperti keinginan orang tersebut.
Semalaman Liana demam dan Gevan bersyukur demamnya sudah turun pagi harinya.
"Lo pengen ditemenin?" Tanya Gevan setelah mereka tiba dirumah Liana.
Liana mengeleng.
"Tapi nenek belum pulangkan? Beliau masih dirumah kak Sara?"
"Aku gak apa Van. Demamnya juga udah turun... Lebih baik kamu pulang, istirahat" Liana
"Tapi Li.."
"Ayolah, rumah kamu didepan rumah aku! kalo ada sesuatu aku bakal kabarin kamu kok. Janji " Liana
Gevan pun mengalah "oke, aku minta bunda masakin kamu sup kalo gitu"
Liana hanya mengangguk tak ingin berargumen dengan gevan lebih lama ia pun pamit dan masuk kedalam rumahnya.
Ia langsung menuju kamar dan tidur.
•••
Pukul 14:05 sore Gevan datang kerumah Liana dengan Liana yang masih tertidur. Setidaknya Lia sempat bangun untuk mandi dan menganti pakaiannya.
Karena tak ada sautan Gevan pun langsung masuk menuju kamar Liana.
Hal tersebut lumrah bagi keduanya mengingat mereka sudah bersama sejak kecil.
Gevan membangunkan Liana namun perempuan itu tak kunjung bangun. Keringat gadis itu terlihat sangat banyak seperti habis maraton atau semacamnya.
"Kamu banyak bikin khawatir" gumam Gevan
Dan sekali lagi ia membangunkan Liana dan akhirnya Liana terbangun.
"Kamu disini?" lirih Liana.
"Ayo makan dulu, udah jam 2 sore" Gevan
Liana bangun dari pembaringannya dan menatap jam yang ternyata memang sudah sore.
Dengan telaten Gevan menyuapi Liana dan memberinya obat, lelaki itupun menemani Liana sampai matahari terbit kembali.
•••
Paginya~
"Kamu mau sarapan apa?" Tanya Gevan
Mereka baru beberapa menit lalu terbangun dari mimpi panjangnya.
Liana terlihat berpikir "Apa aja deh, atau aku yang masak aja?"
"Gak perlu, kamu masih sakit"
"Cuma demam elah "
"Demam juga tetep penyakit, aku masakin sup cream mau ?"
Liana mengangguk.
"Tante Ana gak nyariin kamu ?" Tanya Liana selagi gevan memasak.
"Mama dah pergi kerja sore kemaren, sebelum aku kesini" Gevan
"Lo iya?"
"Heem, ke Singapur..."
"Kamu sendiri dong" Liana
"Gaklah kan ada kamu" Gevan dengan senyum tipis pada Liana.
"Aku punya kesibukan sendiri kali" Liana
"Ya aku pun gak bakal nempelin kamu 24/7 kali'?" Dengan nada yang sama dengan Liana.
Hal tersebut membuat Liana kesal sedang Gevan malah tersenyum membuat Liana kesal.
"Nah supnya sudah jadi" Gevan menyajikan sup creamnya tak lupa beberapa roti yang sudah ia panggang pun ia sajikan.
"Loh kalian disini" seseorang datang kala Liana akan menyuapkan sup pertamanya.
"Nenek!!" Pekik senang Liana bahkan sendok supnya ia jatuhkan begitu saja membuat Gevan hanya menghela napas.
"Bukannya kalian pulang 2 hari lagi?" Tanya nenek menetap Liana yang sedang memeluknya lalu pada Gevan.
"Lia demam nek makanya kami langsung pulang" Gevan
"Astaga cucuku! kenapa tidak menghubungi nenek hah? Kau ini" Nenek khawatir
Namun tanpa dosa Liana malah cengir.
Pembicaraan mengenai kepulangan mereka pun berakhir dengan mereka menyantap sup cream buatan Gevan yang ya .. lumayan enak
•••
To Be Continued 🐺
KAMU SEDANG MEMBACA
My Mate [Lee Know - Lia]
Hombres Lobo••• Mate ••• Arino, Alpha dari Silver Pack yang menolak memiliki mate, tak menyangka hidupnya akan berubah ketika bertemu Liana, seorang shewolf dari dunia manusia. Meski awalnya menolak takdir yang menghubungkan mereka, Arino dan Liana mulai menjal...