On playing
Hujan - Jourdy Pranata
• selamat membaca
• bila suka boleh meninggalkan jejak yaa😊😊😊
Langit-langit kamar menjadi objek berbagi yang menyenangkan. Juan tak henti menatapnya, merangkai rencana yang terbayang sejak di dalam bus. Sial, memang, uang bulanannya harus keluar lagi karena tidak ada motor tersisa di Me Home Care yang bisa dipinjam. Namun, tidak apa-apa, pikirnya. Toh, besok ia tidak akan enyah ke mana pun dan berniat menjalankan misi--itu kalau wanita yang dihubunginya lekas membalas dan mengiakan tawaran.
Waktu hampir menunjuk angka dua belas, tetapi Juan belum memejamkan mata. Ia sempat sekali mengecek Niko, entah apa yang ia pikirkan hingga melakukan demikian. Dipikir-pikir, agak kurang kerjaan kalau tidak ada yang menyulut, sampai-sampai ia hanya mengolok kebodohannya sendiri. Lelaki itu benar-benar bingung karena belum menemukan solusi.
Sebenarnya, andai Wulan membalas pesan--berupa iya maupun tidak, ia bisa tidur dengan nyenyak (mungkin). Sayangnya, wanita itu hanya meninggalkan centang biru pada layar tanpa jawaban apa pun. Juan pun bertanya-tanya, apakah ia salah bicara atau sebagainya? Gusar, ia lantas bangkit dan mengambil air wudu, berniat membaca kitab sambil menunggu waktu.
Belum sampai dua halaman, ponselnya berbunyi. Ia lekas meletakkan pembatas dan mengecek pesan terlebih dulu. Batin Juan berulang kali bersyukur saat nama Wulan yang tertera pada layar.
Bu Wulan (Les Piano)
Maaf, Kak. Tadi batre hape saya habis dan ini baru nyala. Terima kasih bantuannya. Minggu pagi saya ke rumah."Yes! Allah nggak akan ngasih ujian di luar batasan umat-Nya. Kamu bisa, Juan. Semoga berhasil."
Lelaki itu berseru dan segera mencium kitabnya. Ia memejamkan mata, tersenyum sambil mendongak. Rasanya lega dan ia benar-benar antusias. Meski beban kepercayaan yang Hendra berikan tidaklah mudah, Juan berusaha menyederhanakannya.
Sesuai rencana, saat Minggu tiba dan Niko menghabiskan harinya di dalam kamar bermain, Juan menata speaker kecil dan pernak-pernik perca yang dipakai saat karaokean di dekat pintu taman. Ia tinggal menunggu kedatangan Wulan yang seharusnya tidak lama lagi. Sesekali ia mengecek aktivitas Niko yang terlihat dari jendela samping. Untunglah, anak itu asyik sendiri dengan dunianya.
"Pagi, Kak."
Juan menoleh setelah mendengar suara perempuan yang ia kenal. Tanpa mendekat--apalagi mengulurkan tangan, ia sedikit membungkuk dan tersenyum. Mungkin hanya perasaannya, tetapi Wulan terlihat lebih cerah dari hari terakhir mereka bertemu.
"Pagi, Mbak. Makasih, ya, udah mau nyoba lagi."
Wulan menggeleng. "Seharusnya saya yang berterima kasih, Kak. Udah dikasih kesempatan lagi, padahal kekanakan banget langsung nyerah gitu aja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Walk the Line ✔
Novela JuvenilJuan tak lagi sekadar hidup setelah bertemu Niko, pengidap autisme yang baru kehilangan sosok ibunya. Hari-hari sebagai caregiver menuntunnya untuk mengenalkan dunia lama yang sempat terlupakan oleh anak itu. Melodi piano yang senada dengan perjalan...