"Ma, sumpah Bunga gak lakuin hal kayak gitu. Percaya bunga maa"
"Ampun sakit maaa, hiks.. hiks.. "
Seorang gadis tengah menahan rasa sakit di badannya. Tidak, hatinya lebih sakit saat semua orang tidak percaya padanya.
"Mau jadi apa kamu Bunga! Masih SMA sudah ada bibit pelakor!! "
Wanita paruh baya dengan baju warna hitam selutut itu menatap tajam Bunga. Tangan kanannya memegang cambuk yang sedari di gunakan nya untuk memukuli Bunga.
"Bun.. S-akit"
Sekuat apapun Bunga terlihat baik-baik saja itu percuma. Rasanya sangat sakit. Apalagi hatinya yang sudah hancur.
"Bunga di fitnah ma, percaya maa" lirik Naura.
Bukannya berhenti wanita paru baya itu malah semakin menggila. Tak ada rasa kasihan sama sekali.
Ratih adalah ibu dari Bunga. Jika seorang ibu adalah tempat berbagi, bercerita layaknya teman. Memberi kehangatan dengan pelukan, maka itu tidak berlaku bagi Ratih.
Bahkan sumber luka Bunga adalah Ratih. Tangisan di malam hari juga adalah Ratih, sakit di badannya juga adalah Ratih. Tapi sayang sekuat apapun Bunga untuk membencinya percuma! Karena tetap tidak bisa.
CETARR
"HENTIKAN RATIH! DIA AKAN MATI JIKA KAU TERUS MENERUS MEMUKULNYA!!! "
Ratih memutar Bola matanya malas ia membuang sembarang cambuk di tangannya.
"Bela terus anak ini biar di makin menjadi-jadi dan akan merepotkan ku Haris! "
Ratih berlalu meninggalkan Haris suaminya dan Bunga yang sudah tak berdaya dengan bekas cambukan dimana-mana.
"A-ayah sak-it"
Dengan susah payah Bunga tersenyum seakan ia baik-baik saja. Padahal yang keluar dari mulutnya hanya rasa sakit.
Haris menitihkan air matanya sudah berkali-kali Ratih memperlakukan Bunga seperti ini.
"Maafkan ayah sayang, ayah terlambat lagi. "
Haris memeluk Bunga meski ia hanya ayah tiri tapi ia sangat menyayangi Bunga layaknya anak sendiri.
Bunga memejamkan matanya ia tidak tau mengapa ibunya begitu membenci dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nasib sang Bunga
Teen Fictionentah kemana lagi kaki ini melangkah. mengapa dunia begitu jahat? setelah apa yang aku lakukan. aku sendiri di bawah derasnya hujan! bahkan saat dinginnya malam begitu menusuk. aku tetap sendri!