Aku merapatkan jaket kulitku, membenamkan topi petku semakin dalam ke kepalaku, lalu memperbaiki letak kacamata hitamku. Aku bukan selebriti populer di negeri ini,. Ttetapi sebagai pianis muda yang cukup diperhitungkan, sering kali ada satu atau dua orang yang mengenaliku bila aku sedang berada di tempat umum. Dan saat ini, aku sedang tak ingin dikenali siapa pun.
Kuletakkan tas kulit berukuran sedang ke atas pangkuanku. Tak banyak yang aku bawa. Hanya beberapa pakaian dan perlengkapannya. Kupeluk tasku itu erat-erat, hingga posisi dudukku sedikit membungkuk. Posisi ini akan semakin menyamarkan rupaku. Udara hari ini tampak cerah. Sejauh ini tak ada pesawat yang ditunda. Semoga begitu juga dengan pesawatku nanti.
Kulihat jam tanganku. Masih dua puluh menit lagi jadwal keberangkatan pesawatku. Aku menghela napas. Rasanya waktu berjalan sangat lambat. Padahal aku sudah tak sabar ingin segera meninggalkan Jakarta ini. Sebelum orang-orang yang tadi aku tinggalkan menyadari kepergianku yang tanpa pamitpermisi, lalu mereka panik dan mulai mencariku. Sejak subuh tadi aku sudah mematikan ponselku.
Aku sengaja memutuskan kontak, aku tak ingin ada yang bisa menghubungiku. Aku punya rencana pribadi, sebuah misi penting yang mungkin akan mengubah kehidupanku di masa depan. Ini pertama kalinya aku berani nekat melakukan hal seperti ini. Setelah selama bertahun-tahun apa yang kulakukan selalu harus mengikuti jadwal yang telah ditentukan.Kembali aku menghela napas, lalu tersenyum senang saat kudengar pengumuman pesawatku telah siap lepas landas dan seluruh penumpang diminta untuk segera memasuki pesawat.
Aku merasa beruntung mendapat kursi di samping jendela. Posisi ini adalah favoritku. Aku senang melihat keluar setelah pesawat lepas landas, memandangi rumah-rumah dan bangunan yang mengecil, lalu menatap awan selama pesawat mengangkasa. Ada dua kursi lagi di sampingku. Keduanya diduduki dua gadis muda yang menurut perkiraanku usianya tidak beda jauh denganku. Aku semakin menurunkan topiku hingga separuh wajahku tak terlihat."Lagi ngumpet ya, Mas? Atau kamu introvert yang nggak suka berinteraksi dengan orang lain?"
Suara itu membuatku agak terperanjat, aku mendongak, lalu melirik ke sampingku. Ternyata gadis yang duduk di sebelahku itu sedang menatapku seolah menunggu jawaban.
"Mbak ngomong sama saya?" tanyaku memastikan, agar tidak salah pengertian.
"Ya iya, kan ‘kamu duduk di sebelah saya dan saya panggil 'mas'," jawab gadis itu tanpa senyum.
"Benar juga. Tapi, aku nggak sedang ngumpet, aku hanya malas mengobrol dengan orang asing. Maksudku, kita belum saling kenal."
"Kalau begitu, kenalkan, Aku Prily dan ini temanku Sonya." Tanpa diminta gadis itu memperkenalkan diri sambil mengulurkan tangannya kepadaku.
Aku melirik tangannya sekilas, lalu terpaksa menerima jabat tangan tersebutuluran tangannya. Sekarang, aku harus berpikir cepat, sebaiknya, aku mengaku bernama siapa? Aku tak ingin gadis itu tahu namaku yang sebenarnya.
"Andi," sahutku setelah jeda hampir satu menit. Entah bagaimana nama itu terlintas begitu saja.
Gadis bernama Prily itu tidak berkomentar, dia hanya mengangguk lalu menarik tangannya, kemudian dia sibuk mengobrol dengan temannya.Aku kembali meluruskan kepalaku ke arah depan, lalu memasang headphone dan mulai menyalakan musik dari ponselku. Kuputar daftar musik pilihanku yang ada di salah satu aplikasi streaming pemutar musik.
Karena sejak kecil telingaku dijejali alunan komposisi musik klasik, maka selera musikku pun tak jauh-jauh dari musik klasik yang mungkin bagi anak muda sekarang dianggap kuno. Lagu-lagu yang masuk daftar musik favoritku lebih banyak berupa musik instrumental dari piano tunggal, biola, atau saksofon.
Dalam beberapa menit, aku sudah tenggelam dalam alunan musik yang menggetarkan gendang telingaku. Tak terdengar suara lain di sekelilingku. Kupejamkan mata dan kurebahkan kepala di sandaran kursi. Kunikmati ketenangan ini, berharap waktu segera berlalu dan saat terbangun, aku sudah sampai di kota tujuanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALONE
Mystery / ThrillerErnest, pianis yang sedang naik daun, nekat pergi ke Kalimantan untuk mengetahui misteri tentang identitasnya. Diam-diam ia naik pesawat, melarikan diri dari konsernya sendiri. Namun, pesawat yang Ernest tumpangi mengalami kecelakaan dan terjebak di...