What?!

281 23 2
                                    


"Terimakasih."

Kami bersalaman, dengannya yang menyunggingkan senyum di bibir pucatnya. Entah perasaanku atau kebetulan saja, bibirnya bahkan seluruh kulitnya semakin pucat bertambah hari.

"Sampai kapan tangan gue dipegang kayak gini?"

Aku menghentakkan tangannya dengan datar dan menatapnya menantang. Tapi sebenarnya, jantungku udah memompa cepat disana dan aku berusaha menahan rasa maluku.

Karen tertawa renyah... ah... tawa itu. "Yaudah... pergi sana. ntar penyakit adik lo tambah parah lagi." Ujarnya sambil nyengir tak berdosa.

Aku menatapnya tajam, "Lo mendoakan hal itu terjadi?" Tanyaku.

"Hehehe... sorry bray. Santai saja... gue cuma canda." Katanya lalu tersenyum lembut. Hal yang paling kusuka jika dia tersenyum, adalah matanya. Matanya jernih dan lembut, sama sekali tidak cocok dengan sifatnya yang sebenarnya kasar. Hahaha... mengingat caci makiannya membuat tawaku ingin meledak

"Ya... sekali lagi... makasih." Gumamku pun membalas senyumnya, kemudian perlahan beranjak pergi sampai mendengar suara pintu yang tertutup. Tapi, kenapa perasaanku tak enak?

(+++)

Tata tercengang melihat masakan yang tersaji di depannya. Sup ayam. Ia sangat menyukai sup ayam. Bahkan, dia pernah menghabiskan makanan ini dalam mangkuk super besar dengan satu porsi ayam di dalamnya. Do you hear? Satu porsi ayam! Pantas saja tubuhnya tidak pernah berbentuk dan semakin gemuk saja. Kalau apa-apa, makannya ayam melulu. Banyak lemak.

"Gue gak percaya kalau ini masakan abang?" Aku mendelik kesal kearah adik tiriku yang satu ini.

"Pengen dihajar lo?" Geramku.

"Gak juga...."

"Itu yang dibuat Karen." Gumamku lalu mengalihkan pandangan ke arah layar TV yang sedang panas akan berita penemuan narkoba baru.

Keseriusanku dalam menyimak berita tersebut, diiringi tawa menggelegar Tata yang sangat mengganggu itu.

"Ciiiieeeeeee...!!!!! Calon kakak ipar gue itu!?" Aku semakin menggeram kesal padanya lalu mengambil mangkuk berisi sup ayam dari hadapannya. Biasa. Itu alibi untuk menutupi rasa gugupku.

"Gak sakit lagi kan? Makanya gak usah makan." Ujarku santai lalu mencicipi sesendok masakan buatan cheff Karen itu. Sebaliknya, Tata menangis meraung-raung dan terpaksa aku mengembalikan sup yang lumayan enak tersebut pada bocah manja itu. Nanti sakitnya bisa tambah parah kalau gak minum sup ayam. Ckckck....

Bukan hanya lumayan, supnya benar-benar enak. Sebenarnya aku tidak menyangka kalau anak bermulut kotor itu bisa memasak. Tawa geliku keluar lagi bila mengingat reaksi kami sejak pertemuan pertama.

Kebetulan sekali, aku mendapat tempat di sampingnya, kudengar dari Hake, ia adalah anak satu-satunya di kelas tersebut yang memiliki nama berawalan K. Kata Hake, ia sangat depresi karena aku( yang kebetulan namanya berawalan K) dimasukkan ke kelas mereka. Kelas tersebut adalah kelas yang super duper menyebalkan di sepanjang dunia. Dimana ruangan itu diketuai oleh Hake sendiri. Ruangan itu adalah gudang perkumpulan anak-anak berandalan yang bisa menghajarku sampai berdarah, ruangannya selalu kotor, mereka selalu alim di depan guru, terutama depan miss Forsake. Awalnya, aku mengira mereka hanya menganggap Fors spesial karena keindahan wajah dan tubuhnya(ini kejujuranku), ternyata guru yang satu itu hebat juga. Bahkan aku terkagum padanya.

Hah! Lalu, aku akan merutuki sifatku saat pertama kali berbicara dengan Karen. Bodoh sekali. Aku bersikap menyebalkan dan mesum padanya, padahal hatiku di dalam sana udah pengen bunuh diri karena sebenarnya aku ini bukan orang seperti itu. Tapi kalo soal berkelahi gue nomor 1. Tapi memang kebenarannya aku bukan pria yang mesum.

Drama QueenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang