"Bukankah dahulu kita sempat berikrar untuk tetap bersatu? Sejauh apapun membantah, namun kerlingan matamu tak mampu diajak berdusta. Berpaling dengan dalih mencari kebahagiaan masing masing. Alasan sangat klasik.
Sudah menjadi kewajiban, membiarkanmu tertawa bahagia. Meskipun bukan bersama saya.
Kali ini tolong biarkan saya bertukar membahagiakanmu. Janji yang sempat lenyap mari kita benahi kembali. Saya akan merangkulmu diantara bentangan pantai seraya membisikkanmu pelan.
'Kalau nama saya yang ada di lauhul mahfudzmu, Nugraha bisa apa?'
Membayangkanmu tersipu malu saja sudah membuat saya tersenyum tipis."
-Merindu Kalam Surga-
"Mau beli jagung rebus?"Mas Fazwan membenarkan ujung jilbabku yang tertiup angin. Kemudian meraih tangan untuk kembali pada genggamannya. Sore ini, bolehkah aku mengatakan bahwa aku bahagia? Doa doa yang kulambungkan dahulu, akhirnya Allah berikan jawaban. Sepanjang jalan menyuguhkan kelezatan setiap makanan. Mas Fazwan terus mengoceh menawarkan. "Emm, mau telur gulung."
"Jangan telur gulung Haura, minyaknya banyak. Ngga baik buat kesehatan. Mending jagung rebus," cegahnya menarik kembali tubuhku yang tadinya akan melangkah maju.
"Bukan buat kaum mendang mending."
Melengos tak menanggapi seruan Mas Fazwan kembali. Aku pergi meninggalkannya yang tengah terkejut atas kalimat tadi. Hingga lima detik kemudian, Mas Fazwan berlarian menghampiri. Merangkul pundakku lantas mencubit pelan pinggang. "Oh! Udah pinter ngeyel ya, siapa yang ngajarin? Hmm?"
"Yang ngajarin?" tanyaku balik. Dipinggir jalan penuh jajanan ini Mas Fazwan tidak segan bermesraan denganku. Saling melempar senyum lebar bersama. Ia mengangguk patuh.
"Yang ngajarin Nugraha. Katanya, kita harus punya prinsip. Jadi perem--"
"Dah, stop!" bibirku disumpal donat oleh Mas Fazwan. Kuliner yang tadi sempat kita beli seblum akhirnya berdebat telur gulung.
Mengunyah cepat bahkan hanya hitungan detik. Lalu menatap nyalang Mas Fazwan. "Apaan sih mas! Main disuapin aja. Untung ga keselek."
"Kalau keselek, mas beliin jagung rebus."
Aku melepas rangkulan Mas Fazwan. Mengeryit heran dengan tingkahnya yang terus menyebut jagung rebus. "Mas Fazwan lagi ngidam yaa?"
"Ha? Maksudnya?" berdehem sejenak, ia memperhatikan sekitar. Merasa jangkauan orang orang sedikit menjauh, Mas Fazwan justru mendekatiku.
Semakin dekat, dan terus dekat. Tenggorokanku tercekat memandang jakun Mas Fazwan bergerak naik turun. Ck! Sadar Haura!! "Ma-mas, mau ngapain?"
Tak dihiraukan perkataanku yang terbata bata. Tangannya terulur disertai tatapan mata dalam. Wajah tampan itu sedikit lagi mengenai hidungku. "Mas, ini tempat umum loh. Em-m malu diliatin orang," ujarku mematung ditempat.
"Nah!! Dapet!"
Ha?
Apanya yang dapet??
KAMU SEDANG MEMBACA
Merindu Kalam Surga (END)
General FictionSarjana-sukses-bahagia Impian Haura sederhana, hanya ingin akhir bahagia dan dapat membungkam ocehan orang orang yang merendahkannya. Wanita itu punya sejuta cara untuk mewujudkan mimpi. Karena keterbatasan ekonomi, Haura kabur dari rumah tengah mal...