01 || Satu

16.6K 1K 88
                                    

Sebuah tempat yang selalu ramai di kunjungi oleh banyak orang dengan hiruk-pikuk yang ada di dalam nya sudah tak asing menjadi ciri khas tempat yang di namakan pasar. Sebuah tempat yang keadaan jalanan nya cukup becek di karenakan sisa air hujan semalam sehingga menimbulkan genangan air yang membuat orang-orang di pasar merasa tidak nyaman saat berjalan.

Ditengah keramaian terdapat seorang anak laki-laki yang terlihat seperti menunggu seseorang, matanya meliar dan kepala yang selalu menengok ke segala arah dengan posisi berdiri dan waspada.

Tak jauh dari arah kanan anak kecil itu pula terdapat seorang pria berpakaian urakan dengan tato naga di lengan kirinya, berjalan terburu buru dengan menggenggam dompet merah di tangan kanan nya. Pria itu sedikit menyembunyikan dompet berukuran sedang tersebut seakan tak ingin ada yang melihat.

Tak lama kemudian langkah pria itu sampai tepat di hadapan anak kecil yang menatapnya dengan penuh semangat.

"Bawa ke pangkalan."titah pria dewasa itu sambil memberikan dompet merah yang tadi ia genggam. Anak kecil itu mengangguk lalu memasukan dompet tersebut ke selipan celana yang ia kenakan lalu di tutup dengan baju nya.

Hesa, anak kecil itu berlari menuju tempat yang di perintahkan Herman, si pencopet kelas kakap penguasa pasar agar di kumpulkan dengan dompet dompet lain hasil curian mereka.

Pencopet cilik, nama yang di sematkan padanya sejak setahun yang lalu dirinya bergabung dengan Herman dan anak buahnya. Usianya baru akan menginjak 5 tahun beberapa bulan lagi, usia yang sangat amat kecil bukan untuk menjadi seorang pencopet?

Ada alasan mengapa anak sekecil itu melakukan pekerjaan yang termasuk kedalam tindak kriminal, demi untuk makan setiap harinya, Hesa harus bisa menghasilkan uang agar dirinya tak kelaparan.

Dimanakah orang tuanya?

Yang Hesa tau dirinya terlahir dari rahim perempuan bernama Hanasta Saraswati, sosok yang ia panggil ibu. Ayah? Jika ada orang yang bertanya siapa ayahnya maka Hesa akan menjawab

"Ayah itu apa? Esa ndak punya. Ibu bilang Esa anak halam,"kata Hesa kala itu.

Semua orang yang tinggal di sekitar Hesa dan ibunya sudah tak awam lagi dengan status Hana dan Hesa. Hana bekerja di Club yang terletak di pusat kota sebagai wanita penghibur, sehingga bukan suatu hal yang tidak mungkin bahwa Hesa terlahir karena perbuatan kotor dari Hanasta.

Namun yang orang lain tak tahu adalah bahwa Hanasta dulunya dijebak oleh teman SMA nya yang kemudian dirinya di jual sebagai wanita lacur pemuas nafsu pria pria pengunjung Club malam yang sekarang menjadi tempat kerjanya. Akibat kesalahan yang tak ia buat dengan sengaja pada malam itu, tumbuh lah sebuah kehidupan dalam dirinya. Begitu lah cerita singkat bagaimana Hesa terlahir.

"Bang Herman mana cil?"tanya seorang remaja belia saat mendapati Hesa sudah ada di pangkalan, yakni gubuk kecil yang berisi satu meja berukuran sedang dan kursi panjang di dalamnya.

"Masih cali talget balu,"jawabnya.

Hesa meletakkan dompet merah yang ia sembunyikan tadi ke tumpukan dompet di dalam kardus bekas minuman.

"Abang Lifai dapat dompet belapa?"tanya Hesa pada remaja berusia 14 tahun di hadapannya.

"Udah dapet empat sih, coba lo hitung."suruhnya.

Hesa mengeluarkan semua dompet yang ada di kardus dan mulai menghitungnya. Setahun lebih dirinya bergabung dengan kelompok Herman membuat Hesa pandai berhitung, anak itu bahkan sudah pintar perkalian karena ajaran bang Herman dan anak buahnya.

"Sepuluh... sebelas... dua belas... dan tiga belas yeyy banyak."Hesa bersorak senang saat mendapati jumlah dompet yang mereka kumpulkan cukup banyak.

"Ditambah satu lagi tuh jadi empat belas."Rifai menunjuk sosok Herman yang baru masuk ke gubuk.

【 𝙃𝙚𝙨𝙖 】Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang