3. Kepercayaan

9 1 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


.

.

.

Dulu, saat aku dan Jonathan pertama kali bertemu. Di pemakaman Bapak 3 tahun lalu. Aku duduk tak jauh dari pusara Bapak, sambil meratapi kehilangannya dan berpikir bagaimana aku melanjutkan hidup nanti. Seseorang tiba-tiba saja memberikan sebotol air lalu duduk di sampingku. Bangku kayu kecil yang membuat kami duduk berdempetan, walaupun terlihat usang tapi masih bisa menopang 2 orang dewasa.

Diam-diam aku melihat jari-jarinya yang penuh luka, lalu pikiranku teralihkan. Dan aku bertanya-tanya, apa penyebabnya? Kenapa ia tak mengobatinya? Juga pertanyaan lain yang tak pernah kuutarakan.

Lalu kami sama-sama diam tanpa bertanya atau sekadar menyapa. Seperti 2 orang asing yang tak pernah mengira akan saling jatuh cinta dan melindungi. Hanya duduk menatap banyaknya pusara yang berjajar rapi. Lalu sesekali menghela napas panjang, seakan dari helaan itu kami saling berbagi kesedihan.

Hingga beberapa waktu berlalu, tiba-tiba saja Jonathan--orang yang saat itu tak kukenal, berbicara dengan mata yang masih menatap pusara. "Nadira Anara, senyumnya cerah dengan mata sejernih air, tatapannya dalam seperti samudra. Ia tinggi juga putih, rambut panjangnya akan berkibar saat tertiup angin. Ia suka coklat dan musim panas. Sangat membenci hujan juga Jonathan."

Mendengar ucapan begitu manis dengan tatapan penuh kesedihan juga hangat, membuat tanpa sadar air mataku turun. Namun senyuman saat ia bercerita membuat hatiku bergetar, begitu tulus dan penuh cinta. Walaupun tidak tahu siapa yang ia bicarakan, rasanya akan sangat bahagia dicintai oleh lelaki di depanku ini--pikirku saat itu. Namun dari ceritanya, pasti ia adalah perempuan beruntung dengan wajah cantik juga senyum manis.

"Aku harap, ada orang lain yang mengingatnya selain aku." Katanya lalu bangkit dan berjalan keluar pemakaman. Punggung yang semakin lama semakin kehilangan atensinya membuatku sadar siapa yang dibicarakan oleh lelaki itu. Saat ia melewati sebuah pusara penuh dengan bunga, nisan batu bertuliskan Nadira Anara dengan tanggal kematian hari ini adalah orang yang ia bicarakan. Perempuan yang baru saja aku sebut beruntung karena dicintai sebanyak itu, namun melihatnya berada di antara gundukan tanah itu membuatku berpikir, 'jahat sekali perempuan itu meninggalkan lelaki seperti dia.'

Senyum menyedihkan tiba-tiba saja terbentuk di bibirku, karena nyatanya adalah aku satu dari sekian banyak orang yang ditinggalkan hari ini.

***

Hari ini 3 tahun telah berlalu Jonathan dan aku melewatinya bersama-sama. Setiap tahun kami akan memperingati kematian 2 orang yang kami cintai, lalu pergi menabur bunga dan berkunjung ke panti untuk memberi makanan pada anak-anak di sana. Rencana hari ini pun sama, setelah menyelesaikan kelas aku akan segera menemui dan mengajaknya. Semua yang dibutuhkan pun telah aku beli pagi tadi sebelum kelas.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 19 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

JALAN PULANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang