[18] Senyuman Roti

10 0 0
                                    

[] []

"Kak!"

"Hm?" Ucapnya dengan tampang polos dan lumuran sisa coklat di sisi bibirnya.

"Kak, ih kan aku udah bilang kalau kakak sama dokter itu gaboleh makan coklat lebih dari 2 bar" ucapku dengan merempas coklat dari genggamannya.

"Eh, eh, loh? Han, itu nanggung loh dikit lagi"

"No, kak. Sudah biar aku yang habiskan, hehe" ucapku dengan menyeka sisa coklat itu.

"Oh curang, ya. Bilang saja kamu yang mau" dengan nada cemberutnya itu.

"Hm? Hahaha" ucapku dengan meledeknya.

"Makanya cepat sem—"

"Cupp"

"Bagi dua. Rasanya lebih manis ternyata" ucapnya dengan mengigit coklat digenggamanku.

"KAK! DASAR CABUL!" Teriakku dan berlari menjauhinya.

"Hahaha. Baru segitu saja. Sini dong" ucapnya dengan melebarkan tangannya.

"Gamau!"

"Hey, jangan sampai aku menghampirimu ke sana, ya" Ancamnya.

"Tidak mau. Aku mau di sini saja" ucapku dengan duduk di sofa dan memainkan ponselku.

"Han" panggilnya.

"Han...."

"Haneul-ah" Biarkan saja. Salah siapa jika sudah melakukan hal itu tanpa izin. Aku kan harus menyiapkan jantungku dulu.

"Kim Haneul." Ucapnya dengan penekanan. Aku terkejut dengan panggilan itu. Apa-apaan dia.

"Akhirnya kamu acuh padaku. Kamu suka jika kupanggil seperti itu, Hm?" Sial. Apa-apaan dia. Baru saja aku ingin membalasnya ketukan pintu ruangan terdengar.

Aku pun hanya meliriknya sebentar dan berlalu begitu saja. Ketika aku membuka pintu, aku terkejut dengan sosok yang berada di hadapanku ini. Aku hanya terdiam tanpa dapat merespon apapun.

"Siapa, Han?"

Kak Yoona pun melangkah masuk dan mendekati Kak Seokjin dengan senyuman manisnya itu. Kak Seokjin pun menatapnya dengan tatapan yang bahkan aku sendiri pun tidak tau apa artinya.

"Hai" Kak Seokjin tetap diam saja.

"Bagaimana kabarmu?" Ucapnya dengan mulai lebih dekat Kak Seokjin.

"Jangan. Lebih. Dekat" ucapnya dengan aku yang berakhir terkejut dengan tanggapannya itu.

"Bukankah kita sudah akhiri ini?"

"Tapi aku tetap di sini, Seokjin-ah" Kak Seokjin menatap wanita itu dengan jengah.

"Why you so obssessed with me?"

"Cause i want you, what else—"

"But, i'm not. Saya tidak ingin berurusan dengan kamu lagi. Silahkan keluar dari sini"

"Apakah kamu yakin? Kita bisa bicarakan ini sejenak dan berdua" ucapnya dengan menatapku seakan-akan memberi tanda untuk aku keluar dari sini.

Aku yang mengerti dengan hal itu pun segera pergi menjauhi mereka. Namun, tanganku dicekal oleh seseorang. Kak Seokjin ada di sini, menggenggam tanganku erat hingga aku pun tidak menyadari sejak kapan dia dapat berdiri di hadapanku kini.

"Jika ada yang ingin kamu bicarakan. Bicarakan di sini. Di hadapan pasanganku" ucapnya dengan tatapan itu. Aku merasa terlindungi karnanya.

"Haha? Okay, ingat baik-baik, Tuan Kim Seokjin. Terhormat. Kuharap perempuanmu itu tidak mengetahui apapun tentang—" Kak Yoona pun melangkah mendekat ke arah kami.

"Kita" ucapnya dengan berbisik pelan di telinga Kak Seokjin. Setelah itu, dia pergi begitu saja seperti angin lalu.

"Kak?" Aku pun menepuknya pelan karena dia hanya terdiam saja. Kak Seokjin pun terhenyak dan tersenyum padaku.

"You okay?" Kak Seokjin hanya mengangguk dan menggenggam tanganku.

Sebenarnya aku cukup kaget dengan hal yang terjadi beberapa detik lalu. Tapi sepertinya ini bukan waktu yang tepat untuk mengetahuinya.

"Kak" Dia pun menatapku dengan mendalam.

"Sejak kapan kakak sudah bisa berdiri seperti ini?" Ucapku dengan mengernyit padanya.

"Ya? Oh, hm. Sejak 5 hari yang lalu—"

"5 hari yang lalu?!" Jadi selama 5 hari ini aku diperbudak secara pura-pura.

"Iya, hehe. Maafkan aku, Han. Aku masih ingin dimanja olehmu"

"Hah? Bisa-bisanya kamu, Kak!" Ucapku dengan mendorongnya pelan dan memalingkan wajah.

"Argh!" Mendengar itu aku seketika mendekatinya panik.

"Eh? Maaf kak. Yang mana yang sa—"

"Saranghae~" ucapnya dengan melakukan finger heart ditambah dengan bread smile andalannya itu.

"Ciee, terpesona ya?" Ucapnya dengan meledekku.

"Ih! Ga bisa ini. Awas, ya!" Aku pun mengambil bantal dan mulai memukulinya.

"Rasain, nih! Bukk!!! Bubbkk!!! Suruh siapa bikin aku panik!" Ucapku dengan tetap memukulinya.

"Ampun, ampun. Hahahaaa. Okay, berdamai-berdamai" ucapnya dengan tenang. Aku pun berhenti memukulinya dan berakhir memeluknya erat.

"Hm mulai manjanya deh" ucapnya dan membuatku tambah ingin memeluknya lebih lama.

"Han, jangan pernah berubah pikiran akan aku, ya?" Aku hanya mengangguk karena aku berusaha untuk tidak memikirkan hal apapun. Asalkan Kak Seokjin tetap bersamaku seperti ini.

"Aku akan tetap di sini, Kak. Jangan pergi lagi, ya" Kak Seokjin pun mencium perlahan keningku seakan memberikan kekuatan untuk kita.

"Ku harap hal buruk tidak akan pernah ada lagi. Yatuhan, apakah kata 'bersama selamanya' hanyalah sebuah ilusi untuk kami? Kuharap kau mempertimbangkanya kembali"





Jika kita tidak berakhir dengan kata "selamanya" lantas mengapa selalu ada jalan untuk aku kembali lagi padamu?

FABULOUS📸Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang