KECEMBURUAN BARON DAN TAMA

21 6 9
                                    

Malam semuanya~

selamat membaca







***

"Pagi."

Aku kembali masuk sekolah setelah tiga hari izin –lebih tepatnya membolos-. Emily membalas sapaku, sedangkan Baron pergi begitu saja. Aku menatap Emily agar memberiku jawaban, tapi Emily hanya mengangkat bahu kebingungan.

"Kayaknya Baron marah sama kamu karena deket sama Arka," tebak Emily, "apalagi kamu sekarang jadi pacarnya Arka, kan? makin panas dia,"

"Tapi—"

"Sarah." Emily memberikan tatapan yang sulit kutebak.

"Baron masih sayang sama kamu. Cinta dia itu di kamu, bukan aku. Aku cuma pelarian dia aja," katanya sambil tersenyum,

"Alasan baron menjelek-jelekkan Arka adalah karena cintanya ke kamu. Dia nggak terima kalau kamu jadian sama Arka, apalagi Arka adalah saudaranya."

Emily memegang tanganku erat. Entah kenapa, aku merasa Emily sangat tersakiti olehku dan Baron. Matanya sembab, bibirnya pucat. Sepertinya dia habis menangis semalaman.

"Aku akan putus dengan Baron, setelah itu putuslah dengan Arka—"

"Aku nggak bisa putus sama Arka, Ly. Aku nggak bisa segampang itu putus sama dia,"

"Karena apa? Kamu sayang sama Arka? Atau karena Arka itu menyeramkan? Sar, Arka itu berbahaya buat kamu?"

"Kenapa? Karena dia gangguan mental? Kamu mau bilang dia ODGJ? Dia nggak kayak mereka, Ly. Dia masih bisa kontrol diri,"

"Oke. Sekarang, kamu jelasin ke aku. Kenapa kamu lebih memilih Arka daripada Baron? Dan kenapa kamu menganggap Arka sudah baikan?"

Aku menghela napas lalu menarik tangan Emily menuju kelas. Aku menceritakan semua tentang Arka. Bagaimana Arka berusaha keras untuk sembuh, cara para dokter untuk menyembuhkan kelainan Arka, semuanya. Emily memperhatikan dengan seksama, dia mengangguk kecil sebagai tanda setuju ataupun menghela napas karena tidak setuju dengan pendapatku.

"Sarah, kamu tahu bagaimana pengobatan untuk seseorang seperti Arka?" Aku mengangguk paham.

"Arka itu menderita bipolar sejak kecil, oke? Karena Ayah dan kematian Kakaknya dia, bipolarnya bertambah level, begitu?" aku mengangguk lagi.

"Kamu tahu, betapa sulitnya menyembuhkan dengan gangguan mental seperti Arka?" Aku mengangguk lagi.

"Kamu tahu, seandainya—"

"Guru dateng!" teriak seorang siswa dari luar. Segera kami duduk di kursi masing-masing.

Sebelumnya, Emily menatapku nanar, dia memegang tanganku lalu pergi dari kursiku.

Ada apa ini?

"Anak-anak, kalian ada teman baru. Teman kalian ini cukup unik, jadi Ibu harap kalian bisa berteman dengan baik dengannya. Kamu, masuk."

Seorang pria dengan wajah oriental masuk ke kelas. Dia menunduk, poni panjangnya menutupi mata, dan...

Sepertinya aku mengenal anak itu.

Guru kami menulis namanya di papan tulis. Aku terkejut ketika melihat nama itu.

"Arka, namanya Arka."

DI BALIK JENDELATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang