❝07. Katakan Apa Itu❞

19 3 0
                                    

Sendu Sejuk

Walau singkat
Yang namanya cinta terus saja tumbuh

•••∆•••


Nyatanya seorang laki-laki yang rata-rata banyak disukai murid perempuan disekolah ini, dia tidak terlihat kalem dan mempesona saat bermain bola dilapangan. Dikelas dia menjadi sosok monyet lepas kandang, suka usil, muka julidnya selalu membuat teman sekelas tertawa. Abzar sama seperti remaja biasa pada umumnya, tidak berlebihan dan juga kurang.

Rano mengusap wajahnya ketika melihat Abzar tergeletak dibawah dekat bangku Rano. Lalu Gino yang melewatinya lantas bertanya.

"Kenapa bestie?"

Abzar mendongak, "Lemes bestie gak disemangatin ayang."

Teman-temannya yang berada dikelas lantas tertawa mendengar seruan dari Abzar. Laki-laki itu masih terlentang dilantai sudah seperti ikan pari. Rano melempar pulpennya mengenai kepala Abzar.

"Apaan sih?!" sengit Abzar pada Rano sembari memegang kepalanya yang sakit akibat terlempar pulpen tadi.

"Sini!"

Abzar berdecak dengan terpaksa bangkit menghampiri Rano, dia duduk di kursinya sendiri yang memang Abzar teman sebangku Rano. Abzar dengan wajah lesunya mengernyit.

"Kenapa lo?"

"Kagak, gue bosen aja. Safara juga lagi ngumpul sama temen-temennya gak enak kalau ganggu,"

"Lo mau gangguin Safa?"

Abzar mendelik kecil. "Enggak anjir, cuma ngobrol dikit gitu basa-basi."

Rano berdecih, "Terus gimana kemaren? Lo nyolong helm gue, ya? Gue panik anjir pas tau helm buat Nada gak ada!"

Abzar menyengir kuda, "Minjem sebentar bro, nanti gue beli buat Safa hehe."

Rano mencebik bibirnya. "Nyenyee, gak modal!"

"Njing! Gue gak tau kalau mau boncengin doi, jadi kagak ada persiapan."

Rano menghela nafas, lalu Abzar mendekat pada Rano. Dia ingin menceritakan kejadian kemarin, sekaligus pamer saat dihari Sabtu dia bertemu dengan Safara.

"Kemarin ada baiknya ada juga buruknya,"

Rano mengernyit, "Maksud?"

"Ya gitu, ada senengnya ada sedihnya. Senengnya, ya, bisa main Timezone sama dia tapi sedihnya gue pulangin dia telat waktu... enggak sampai malam! Sekitar jam lima gitu, terus gue gak tau dia dimarahin apa enggak sama orang tuanya. Liat dia panik banget bikin gue takut."

"Serius?" seru Rano membelalak sedikit. "Kayaknya Safara emang susah buat diajak keluar, Zar, makanya lo jangan terlalu sering ajak dia main kalau gak mau bikin dia dimarahin!"

Abzar berdecak, "iya, gak bakal deh."

Abzar kembali tersenyum lalu menyenggol lengan Rano. Padahal kejadian di toko roti itu biasa saja, tapi kenapa bagi Abzar itu adalah momen langka, seakan dia abis bertemu artis terkenal yang kejadiannya harus diceritakan ke semua orang.

"Apa sih?!" sengit Rano mengangkat alis ketika Abzar seperti orang gila senyum-senyum sendiri.

Abzar kembali menetralkan raut wajahnya, lalu menatap Rano serius. "Adik kakak itu gak semuanya mirip ya?"

"Iya, buktinya gue sama adik gue beda,"

"Tapi muka gue sama kak Alis sama," balas Abzar.

"Gak harus satu keluarga itu mirip semua mukanya, bisa aja dia anak tiri."

Sendu Sejuk | EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang