05. Fall to pieces

189 67 3
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Ryujin menghilang.

Sosoknya seolah telah ditelan bumi. Eksistensinya tak pernah lagi tertangkap mata kendati Beomgyu sudah datang ke festival setiap hari berturut-turut. Dia tidak lagi melihat Ryujin di dalam bianglala. Kabin itu kosong, tidak ada si gadis maupun orang lain yang duduk di dalamnya. Saat ia bertanya pada si pria paruh baya pun jawabannya hanya semakin membuatnya bingung.

"Siapa yang kau bicarakan? Ryujin? Anak itu memang sudah tidak ada."

Beomgyu tak mengerti apa maksudnya. Dia butuh kejelasan dari kata 'tidak ada' yang selalu ia dengar dari pria itu. Tidak ada dalam hal apa? Dalam artian apa?? Pria itu sama sekali tak memberikan jawaban yang lebih detail, membuat Beomgyu merasa tak terbantu sama sekali.

Dan di sinilah pemuda itu berada. Berdiri di depan gerbang sebuah gedung yang ramai oleh anak muda berseragam yang berlalu-lalang untuk pulang. Usai berpikir berhari-hari bagaimana cara mengembalikan buku ini, Beomgyu pun memutuskan untuk mendatangi sekolah Ryujin. Ia berusaha keras untuk mencari di mana sekolah gadis itu dan ternyata lokasinya tak terlalu jauh dari sekolah Beomgyu sendiri. Pantas saja saat pertama kali melihat seragam yang dikenakan gadis itu, dia merasa familiar.

Beberapa murid di sana memandangnya heran karena seragam yang melekat di tubuh Beomgyu berbeda dengan mereka. Ia tak peduli, yang terpenting ia bisa bertemu Ryujin. Namun, setelah hampir satu jam menunggu hingga gedung sekolah benar-benar sepi dan hanya tersisa beberapa murid saja, lagi-lagi ia tak menemukan adanya sosok Ryujin. Beomgyu sudah melihat satu persatu wajah anak-anak yang keluar dari gerbang, tapi ia sama sekali tak melihat Ryujin.

Apakah gadis itu tidak masuk sekolah?

Pundak Beomgyu merosot lesu. Ia benar-benar lelah. Lama kelamaan harapannya terkikis sebab Ryujin yang sama sekali tak diketahui keberadaannya. Mendengus berat, Beomgyu pun berbalik hendak pulang, tetapi tiba-tiba suara seseorang menghentikan pergerakannya.

"Permisi, kau mencari seseorang?"

Seorang gadis bermata seperti rubah, datang bersama ketiga temannya. Berdiri tak jauh dari posisi Beomgyu. Ia menoleh, mengangguk tak bersemangat. "Iya. Aku mencari Shin Ryujin. Apakah kamu mengenalnya?"

Tidak ada jawaban setelah ia melontarkan pertanyaan itu. Hanya keheningan lah yang menyahutnya disertai raut keterkejutan yang tergambar jelas di wajah keempatnya. Mereka semua mematung, tak bereaksi sepatah katapun.

"Maaf?"

Gadis yang paling tinggi di antara mereka tersentak. "A-ah iya. Shin Ryujin ya??"

"Kau siapa?"

Belum sempat Beomgyu menjawab pertanyaan sebelumnya, pertanyaan lain sudah diluncurkan disertai ekspresi yang menuntut penjelasan. Tatapan mereka semua berubah menyorotnya dengan curiga. Ia melirik ke arah gadis dengan mata tajam seperti kucing, menjawab ragu. "Aku.. temannya."

"Ada urusan apa dengan Ryujin?" kali ini yang bertanya adalah yang paling kecil di antara mereka.

Ada apa dengan mereka semua? Kenapa mereka seolah terusik dengan kedatangannya?? Dan kenapa mereka semua terkejut saat ia menjawab bahwa ia mencari Ryujin? Beomgyu semakin pusing. Semua orang menjadi sangat aneh belakangan ini tiap ia bertanya tentang Ryujin. Namun syukurlah jika memang mereka mengenal gadis itu. Artinya, Beomgyu bisa segera tahu di mana gadis Shin itu berada.

"Aku hanya ingin mengembalikan bukunya." jawab Beomgyu, menunjukkan buku berwarna coklat itu pada mereka. "Ryujin meninggalkannya saat kami naik bianglala. Aku ingin mengembalikannya langsung, tapi dia tidak pernah datang lagi ke sana. Dia sangat mencintai buku ini. Dia selalu membacanya berulang kali. Jadi kupikir aku harus segera mengembalikannya karena mungkin dia membutuhkannya."

Lagi-lagi mereka terdiam. Namun yang berbeda kali ini adalah mata mereka semua terlihat memerah dan berair. Raut wajah keempatnya berubah sendu dengan tatapan redup. Beomgyu dengan jelas menyadarinya sebab ia memiliki tingkat kepekaan yang tinggi. Gadis dengan mata seperti kucing, yang bername tag 'Hwang Yeji' itu pun meraih buku yang digenggam Beomgyu. Tangan gadis itu bergetar saat menyentuhnya, sedangkan gadis yang paling tinggi sudah memalingkan wajah ke samping.

Yeji membuka buku tersebut di bagian yang terdapat tali pembatas buku itu sendiri yang langsung disuguhkan banyaknya tulisan yang tertera di sana. Ketiganya mendekat perlahan, ikut membaca isi buku tersebut. Beomgyu yang masih berdiri di dekat mereka pun mencoba mengintip lewat sudut matanya, menangkap deretan kalimat dengan tulisan yang tampak berantakan seolah si penulis tengah terburu-buru atau memang tak memiliki kekuatan hanya untuk sekedar menuliskannya.

Ternyata seperti itu rupa dari tulisan Ryujin. Dia bahkan baru menyadari bahwa halaman yang tengah mereka baca adalah halaman yang terdapat tali pembatas warna merah, yang bukan lain adalah halaman di mana Ryujin selalu membacanya. Selama pertemuan mereka di bianglala, Ryujin selalu membaca bukunya dan pemuda itu selau memperhatikan diam-diam. Hasilnya adalah Ryujin selalu membaca di halaman yang sama, tak berpindah sama sekali. Mungkinkah ada sesuatu di halaman itu? Apakah ada yang ingin ia sampaikan lewat tulisannya di halaman itu??

"Choi.. Beomgyu?" Yeji memanggilnya dengan ragu, menatap nametag yang terpasang di seragam pemuda itu. Suaranya terdengar bergetar dan parau.

"Iya?"

Kening pemuda itu bergelombang saat melihat ketiganya yang berderai air mata. Mereka menangis terisak dalam diam, menutup wajah dengan kedua tangan. Sedangkan Yeji, gadis itu terlihat berusaha tegar meskipun matanya sudah berlinang.

"Terima kasih ya."

Beomgyu semakin tidak mengerti. Ayolah, sebenarnya apa yang terjadi?? Dia hanya bertanya tentang Ryujin, kenapa mereka sampai menangis? Dia hanya ingin tahu di mana gadis itu berada, kenapa sesulit ini sampai menimbulkan banyak tanda tanya di kepala?

"Ah iya, sama-sama. Tapi maaf, bolehkah aku tahu di mana Ryujin? Aku ingin bertemu dengannya."

Saat itu tangisan ketiganya semakin terdengar jelas. Tersedu-sedu hingga Beomgyu bisa merasakan betapa sesaknya tangisan itu. Mendadak hatinya kembali gelisah. Ada perasaan aneh dan sesak yang merayap di dadanya saat otaknya tiba-tiba menyatukan kepingan-kepingan respon mereka dan si pria paruh baya, serta hal janggal lainnya yang ia rasakan selama berinteraksi dengan Ryujin. Memorinya berputar, berbalik melemparnya kembali mengingat masa-masa itu hingga ia merasa pening. Jantungnya tiba-tiba berdegup kencang. Napasnya memburu, serta tatapannya bergetar.

Tak mungkin.

Ia merasa seluruh sarafnya melemas saat melihat air mata Yeji yang akhirnya luruh, mengalir deras. Beomgyu mengepalkan tangan, menahan sesak yang menyeruak bebas hingga tenggorokannya tercekat. Ia berharap kali ini dugaannya salah. Dia sangat berharap Yeji tidak mengatakan hal apapun yang membenarkan dugaannya. Demi apapun dia berharap dirinya tuli sekarang.

Tapi, agaknya harapannya hancur. Pandangan Beomgyu memburam saat Yeji tiba-tiba memeluknya dan berbisik lirih di telinganya. Seketika dunianya runtuh.

"Pulanglah. Ryujin sudah meninggal tiga minggu yang lalu."

『√』The Ferris WheelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang