Namaku Rakyat

319 72 7
                                    


𓆩 THE SOUND OF RAIN 𓆪

Sudah bertahun-tahun aku menempati rumah yang tak mencolok dan tak berteriak ini. Setelah apa yang terjadi, rasanya aku paham bagaimana rasanya hidup jadi kecoa; pribumi yang dijuliki sebagai hama di rumahnya sendiri. Ayolah, mungkin mereka sudah ada di dunia ini sebelum kita memijakkan kaki, dan sekarang kita sebut mereka hama dan menumpang?

Malam sudah turun sejak tadi. Mas Chandra-tengah memasak makan malam di luar. Kami ini adalah kecoa bagi pemerintah. Mengapa? Oh, tentu bukan hanya karena memiliki hasil fotokopi dari buku Bumi Manusia* milik Pramoedya (yang terlarang). Sepertinya apapun yang kami lakukan semuanya terlihat salah dan patut ditindak menurut mereka.

Aku dan Mas Chandra adalah bagian dari kelompok yang itu. Ini adalah salah satu rumah dari sekian banyak rumah aman tempat kami berlindung. Semuanya tersebar di pojok-pojok kota Yogyakarta.

Di tempat ini, kami berjumlah empat orang; Mas Chandra yang meninggalkan adik perempuannya di rumah, Bimo si anak orang kaya, aku, dan Juandra. Aku juga kenal Mas Rino yang tinggal di rumah dekat Seyengan bersama Aji, Felix (anak ini blasteran negeri sebelah), dan Sanan; pemuda berparas manis. Masih banyak teman-teman mahasiswa lain yang tersebar, tapi aku kurang ingat nama mereka.

Orang-orang pasti bertanya, mengapa aku dan teman-teman melakukan ini? Mengapa kami harus bersembunyi seperti kecoa dan hidup dalam bayang-bayang serta merta kadang jadi buronan Intel?

Mudah saja. Karena kami adalah rakyat yang sudah muak dengan Orde Baru, yang menginginkan agar negara ini jadi negara yang lebih demokratis, yang ingin mengubah Indonesia jadi lebih baik lagi.

Sejak tragedi Trisakti pada 12 Mei** lalu, pemburuan mahasiswa masih menggeluti Yogyakarta. Apalagi dengan menyimpan fotokopi sebuah buku yang terlarang, sama saja kami membawa bom waktu.

Aku ingat waktu itu. Aku mendengarnya: Tembak di tempat! Barisan mahasiswa seketika buyar setelah peluru diluncurkan. Satu, dua-empat, kami kehilangan empat anggota yang ikut serta saat demo. Beberapa temanku dibawa entah ke mana, tanpa jejak dan bahkan tanpa aba-aba. Ada yang kembali, namun dengan kondisi menyedihkan. Salah satunya bercerita bahwa di tempat entah berantah itu, mereka diintrogasi. Ia ditanyai pertanyaan-pertanyaan yang meski memberi jawaban jujur, dirinya tetap akan dicambuk, disirami dengan air, bahkan ditelanjangi.

Tentu, tak ada yang boleh tahu tentang itu. Mereka membungkam rakyat seolah membacakan mantra. Jika bocor, nyawa taruhannya. Bukan hanya para buronan, namun sampai ke keluarga mereka juga akan menerima ancaman.

Sekali lagi, mengapa? Karena kami adalah para aktivis. Bahkan seperti saat kami punya niat baik menemani warga Kedung Ombo*** di kediaman, kejadian itu tetap terjadi. Semuanya, kekejian itu.

Alasan menahan dan menyiksa sungguh tak pernah penting bagi mereka. []

© SUNFLUOUS, 2022

Barangkali perlu

*Buku Bumi Manusia adalah buku karya Pramoedya Anata Toer ketika di Pulau Buru. Buku ini menceritakan kejadian antara tahun 1898 hingga 1918 yang dimana masa itu adalah masa munculnya pemikiran politik etis dan masa awal periode kebangkitan nasional. Buku ini sempat dilarang beredar karena tuduhan buku tersebut mempropagandakan ajaran Marxisme-Leninisme dan Komunisme, padahal buku ini hanya berisi tentang Nasionalisme.

**Tragedi Trisakti yang terjadi pada 12 Mei 1998 ini adalah peristiwa penembakan mahasiswa saat demonstrasi untuk menuntut Soeharto turun dari jabatannya. Salah satu hak asasi manusia yang telah dilanggar dalam peristiwa ini adalah kebebasan untuk menyampaikan pendapat kepada pemerintah dengan aman dari rakyat. Akibatnya, banyak mahasiswa/i yang luka-luka dan empat diantaranya tewas.

Mereka adalah Elang Mulia Lesmana (1978-1998), Heri Hertanto (1977-1998), Hafidin Royan (1976-1998), dan Hendriawan Sie (1975-1998).

*** Kasus Kedung Ombo adalah peristiwa penolakan penggusuran dan pemindahan lokasi permukiman oleh warga karena tanahnya akan dijadikan Waduk. Penolakan ini terjadi karena kecilnya biaya ganti rugi yang diberikan oleh pemerintah. Bahkan ketika waduk sudah dialiri oleh air pada 14 Januari 1989, masalah ganti rugi ini tak kunjung rampung.

i. the sound of rain, straykids ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang