Prosesi pernikahan adat Jawa sebelum hari pernikahan akan diakhiri dengan upacara midodareni.
Kata midodareni sendiri berasal dari kata ‘widodari' yang berarti bidadari. Dalam ritual ini, diharapkan agar pengantin wanita akan secantik bidadari surga saat hari pernikahannya esok hari.
Malam ini, seharusnya mempelai pria berbusana Jawa lengkap kemudian mengunjungi mempelai wanita dan menyerahkan seserahan. Namun karena Fay sudah tinggal bersama sebelumnya. Akhirnya seserahan akan digabungkan dengan mas kawin nantinya.
“Kamu lelah, Fay?” tanya Diana, wanita yang sedang berbadan dua itu tengah menuang air minum.
“Lumayan, Mbak,” jawab Fay.
Hari memang sudah larut, selesai sudah serentetan acara menuju hari pernikahan. Kini saatnya semua menggeluti mimpi. Besok akan ada saat membahagiakan sekaligus melelahkan.
“Mbak ke kamar dulu, ya,” pamit Diana. Melenggang pergi meninggalkan Fay sendiri di kursi ruang makan.
Ting!
Fay meraih ponselnya yang tergeletak di atas meja. Membuka pesan dari seseorang yang tidak ia ketahui identitasnya.
“Besok hari pernikahanmu, bukan? Jangan senang dulu ya, Sayang. Akan ada bencana besar untuk kalian. Jika tidak kulakukan besok, mungkin nanti. Tunggu saja!” gumam Fay membaca pesan tertulis dari nomor tak dikenal.
Belum sempat mengetik balasan, secarik kalimat kembali tertera di ponsel yang masih menyala. “Aku mengancammu dan selalu mengintai keluarga calon suamimu.”
Menghembuskan napas kasar, Fay membawa ponselnya ke dalam kamar. Meraih selimut, gadis itu mengabaikan pesan dan menghapus jejaknya.
Tok tok tok!
Fay kembali membuka mata yang memang belum sepenuhnya tertutup rapat. Gedoran yang semakin kencang itu memaksanya beranjak.
“Ada apa, Ma?”
Sarah mengajak Fay masuk ke kamar, mereka duduk berhadapan di bibir ranjang. “Maaf mengganggumu ya, Fay. Mama cuma mau ngingetin aja sebenarnya kalau besok itu melelahkan. Jadi, langsung tidur. Tidak boleh pegang handphone, ya.”
Sarah terkikik sebentar, hanya karena itu dirinya mengganggu sang mantu. Beranjak keluar begitu saja menyisakan Fay yang masih menganga.
“Huh.”
°•°
Fay menuruni tangga dibantu Sarah dan Diana. Mbah Ningsih berada di belakang. Anggun dalam balutan kebaya putih khas adat Jawa sebagai lambang kesucian. Fay malu-malu ketika duduk berdampingan dengan Adrian.
Jantungnya berdebar, ketika ia disaksikan oleh banyak orang. Berhadapan langsung dengan penghulu, orang tua Adrian, walinya, dan tamu undangan yang sebenarnya tak seberapa banyak itu.
Di ujung ruangan, dia melihat Ayu dan suaminya mengulas senyum kepadanya. Balas tersenyum, Fay tersentak ketika penghulu yang menjadi wali nikahnya mengetes mikrofon.
Serentetan kalimat akad sudah dituntunkan untuk Adrian. Hingga kedua tangan yang menjabat itu mengerat seiring dengan kata ‘sah' menyertai. Air mata Fay tumpah saat itu juga. Dia yang dulu tidak ada niat sedikit pun untuk mengenal cinta akhirnya mampu membina rumah tangga bersama Adrian, lelaki yang meluluhkan hatinya.
Setelah Fay dan Adrian resmi menikah secara hukum dan agama, upacara yang dilakukan selanjutnya adalah upacara ‘panggih' yang disebut juga upacara dhaup atau temu.
Di prosesi ini, Adrian diperintahkan untuk melemparkan gantal, yaitu daun sirih yang diikat dengan benang putih ke arah dada Fay. Sebagai tanda bahwa ia sudah mampu mendapatkan hati Fay.
YOU ARE READING
Jodoh untuk Faynara (TAMAT-BELUM REVISI)
RomansaKesakitan yang didapat dari kedua lelaki yang pernah dipanggilnya ayah juga kematian sang ibu dua tahun lalu, membuat Gilsha Faynara membenci seorang laki-laki. Pertemuannya dengan dokter muda melalui sebuah peristiwa membuat hatinya goyah. Dengan...