19. Testpack

1K 183 11
                                    

"Ray! Lo kenapa sih? Dari tadi pagi lesu amat? Sakit?"

Aku menggeleng sebagai jawaban dan melanjutkan menyantap mie ayam. Melisa benar, aku memang lagi sakit, sakit hati lebih tepatnya.

Sejak pertemuan dengan Tante Lily yang membawa pesan sponsor kemarin, semakin membuatku pening. Rasanya aku terjebak semakin dalam dan sulit untuk keluar.

Gimana kalau aku beneran hamil anak Rakha? Gimana kalau Rakha beneran batalin perjanjian terus jadi suami dan ayah sungguhan dari anakku?

Aku menggeleng kuat-kuat, mengenyahkan pikiran buruk yang menakutkan.

"Ray! Kenapa lo? Sakit kepala?"

"Nggak apa-apa, Mel."

"Ray, lo tuh nggak bisa bohong. Muka lo udah kusut gitu. Ada apa, sih? Cerita dong. Yah, walaupun mungkin gue nggak bisa bantu apapun. At least lo nggak nanggung beban itu sendirian. Gue cuma takut lo tiba-tiba bundir."

"Astaghfirullah, Mel! Amit-amit. Nggak sedepresi itu juga gue!"

Melisa malah tertawa.

"Ya habisnya lo gitu sih, nggak mau cerita."

Hh ... Aku mendesah. Napasku berat, seberat beban yang kupikul sendiri. Mungkin memang aku harus membaginya dengan Melisa. Selama ini, dia cukup bisa diandalkan sebagai teman curhat. Walaupun kadang bocor juga. Tapi aku tak punya pilihan lain.

Terlalu lama dipendam sendiri, aku takut otak dan mentalku yang oleng. Baiklah, sekarang saatnya Melisa tahu yang sebenarnya.

"Oke, gue mau cerita. Tapi janji, jangan bocor!"

"Iye, janji. Tentang apaan?"

Aku menoleh ke kanan dan kiri, kedai mie ayam ini sudah lengang. Aku mulai bercerita.

"WHAT! APA! JADI LO SAMA RAKHA NIKAH BOHONGAN!"

"Mel! Pssst!"

Aku hanya bisa menutupi wajahku dengan tangan saat Melisa berteriak seperti toa. Sekarang semua orang di kedai mie ayam menatap kami berdua. Malunya kebangetan.

"Duh, maaf ya, Ray, gue keceplosan."

"Ck, lo tuh ya, mulutnya emang nggak bisa diem!" Aku kesal.

"Iya, sorry, Ray. Soalnya gue beneran kaget, nggak nyangka denger cerita dari lo. Gue pikir, Rakha emang beneran suka juga sama lo. Makanya gue sempet iri sama lo."

Aku menggeleng. "Gue yang iri sama lo, Mel. Bisa hidup tenang dan bebas tanpa terikat perjanjian konyol kayak gue."

Kuaduk es teh manis yang tinggal setengah lalu meminumnya hingga tandas.

"Tapi ... lo masih suka 'kan sama Rakha?"

Mendadak aku tersedak mendengar pertanyaan Melisa. Setelah bisa menguasai diri, aku kembali bercerita.

"Habis!"

Kuangsur gelas es teh manis yang kosong ke tengah dan mengambil sisa es batu.

"Perasaan gue udah habis buat Rakha sejak dia merebut kehormatan gue dengan cara yang tidak hormat!"

Melisa menelan ludah melihatku menggenggam es batu hingga mencair.

"Ma-maksud lo, Rakha udah ... gituin lo?"

Kupejamkan mata rapat-rapat, mencoba mengenyahkan potongan adegan malam pertama mengenaskan itu. Aku hanya mengangguk sebagai jawaban.

Melisa malah menutup mulutnya dengan wajah antara terkejut dan panik.

RAINBOW CAKE ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang