Silent Voice || The Prayer

1K 174 23
                                    

"Kau, mengapa sangat mudah mengizinkan anak-anak untuk menginap di rumah temannya hah?" cubitan-cubitan kecil yang Kyuhyung terima membuat ia terus menerus memundurkan langkahnya menghindar.

"Apa kau tau siapa teman mereka? Apa kau mengenalnya? Bagaimana jika mereka berbohong? Pergaulan zaman sekarang ini terlalu bebas, bagaimana jika mereka mengikutinya hah!" sekarang bukan hanya cubitan, tapi juga tamparan ia terima tepat di lengan atasnya.

"Jangan terlalu mengekang mereka, mereka berdua sudah besar. Mereka membutuhkan kebebasan. Lagipula apakah kau tidak mempercayai anakmu Taehee-ya?" pertanyaan Kyuhyung membuat Taehee menghentikan aksi 'kekerasan' yang ia perbuat. Ia terdiam, tentu saja ia mempercayai anaknya. Ia juga tidak ingin mengekang anaknya dibalik kata 'melindungi' dan membuat mereka tertekan. Ia tidak ingin di cap sebagai strict parents oleh kedua anaknya.

"Ya, tentu saja aku percaya kepada mereka."

"Jangan khawatir yeobo, anak kita pasti mengetahui mana yang baik dan mana yang tidak. Mereka anak-anak pintar dan lagipula mereka juga sudah besar tentu mereka mengetahui batasannya, walaupun kita sering menganggap mereka masih kecil. Aku juga mengenal siapa teman mereka itu, dan aku yakin kau juga mengenalnya. Jangan khawatir ya!" Kyuhyung mengenggam tangan istrinya, menepuknya pelan memberikan ketenangan.

~S.I.L.E.N.T.V.O.I.C.E~

"Dimana kau?" suara dari seberang sana menjadi sambutan bagi dirinya yang baru saja menerima panggilan.

"Bukan urusanmu." jawabnya dingin dan berniat untuk memutuskan panggilan itu.

"Jangan dimatikan dulu, kebiasaan. Aku hanya bertanya saja dimana dirimu? Apakah kau sudah makan? Apa salahnya aku sebagai unniemu menanyakan tentang hal itu."

"Di apartemen temanku dan aku sudah makan. Aku akan mematikannya." ucap Joohyun kepada kakaknya. Ia sedikit kesal dengan sikap overprotective Yoona itu yang seakan mengekang dirinya, walaupun memang tidak selalu seperti itu.

"Ya, ya baiklah. Berbicaralah lebih ramah sekali lagi, jangan terlalu dingin. Annyeong!" setelah panggilan terputus Joohyun seketika tersentak kaget ketika merasakan sesuatu menyentuh pundaknya.

"Jisoo-ya kau mengejutkanku." seru Joohyun dengan tanpa sengaja meninggikan nada suaranya.

Jisoo yang mendengar itupun seketika menunduk dalam penuh penyesalan. Ia ingin mengucapkan kata maaf tapi ia yakin bahwa Joohyun tidak dapat memahami apa yang ia sampaikan.

"Gwaenchana, jangan merasa bersalah seperti itu. Aku hanya terkejut saja." ujar Joohyun menenangkan, "Bagaimana keadaanmu?"

Jisoo menganggukkan kepalanya pertanda bahwa ia baik-baik saja, namun Joohyun yang kurang yakin dengan jawaban Jisoo dan juga wajah pucat Jisoo segera meletakkan punggung tangannya ke dahi gadis yang lebih muda darinya ini.

"Masih demam, tapi tidak separah tadi." ujarnya lalu kembali melanjutkan ucapannya, "Sebaiknya kau beristirahat saja, biarkan aku mengolesi lukamu ini dengan salep terlebih dahulu."

Selagi Joohyun mengobati lukanya, Jisoo menatap wajah Joohyun dalam. Ia seakan mengenal wajah orang yang berada di depannya ini, sesekali ia juga mengeryitkan keningnya berusaha mengingat dimana mereka bertemu sebelum pertemuan pertama mereka di perpustakaan itu.

Tingkah Jisoo yang menatapnya dengan penuh kernyitan itu mengundang rasa bingung di benak Jisoo. Ia pun segera menyadarkan Jisoo dari lamunannya.

"Ada apa? Ada yang sakit? Atau kau memerlukan sesuatu?" Jisoo menggeleng untuk menjawab pertanyaan dari Joohyun itu. Ia lalu mengotak-atik ponsel miliknya lalu mengetikkan sesuatu disana.

"Aniya, aku hanya merasa seperti pernah melihatmu sebelumnya. Bahkan sebelum pertemuan pertama kita di perpustakaan saat itu."

"Benarkah? Sepertinya kita merasakan hal yang sama." kekeh Joohyun, "Kau tidak perlu repot berkomunikasi denganku menggunakan ponselmu, gunakan saja bahasa yang biasanya kau pakai."

"Maksudmu bahasa isyarat?" tanya Jisoo kali ini dengan menggunakan sign language. Joohyun menganggukan kepalanya meyakinkan.

"Aku sudah cukup lama mempelajari bahasa isyarat. Semenjak kepergian adikku itu, aku sangat merasa kehilangan. Walaupun aku termasuk kakak yang jahat, namun ternyata di hati kecilku tanpa kusadari aku menyayanginya dan merasakan kehilangan setelah ia pergi. Lalu aku bertekad untuk mencarinya dan jika suatu saat nanti aku bisa kembali bertemu dengannya, aku ingin berbicara dengannya menggunakan bahasa isyarat itu."

"Kau kakak yang jahat? Benarkah? Melihat dari sikapmu yang mau menolongku padahal kita baru bertemu, itu membuatku tidak yakin."

"Ya, aku memang kakak yang jahat bahkan sangat. Aku hanya baik kepada orang lain saja namun tidak kepada adikku. Yang kulakukan untuknya hanyalah mengabaikan dirinya saja, padahal dia selalu mencari cara untuk menarik perhatianku." entah mengapa Joohyun begitu yakin mencurahkan isi hatinya kepada Jisoo yang notabene hanyalah orang asing yang baru saja ia temui.

"Bahkan tak jarang juga aku menyakitinya baik itu dengan fisik maupun perkataanku. Tapi sekali pun aku tidak pernah melihatnya marah, walau hanya sekedar memasang wajah jengkel saja. Setiap kali aku memarahinya, yang ia lakukan adalah tersenyum padaku dan meminta maaf seakan perbuatannya yang mencari perhatian kami yang masih dalam batas wajar itu merupakan sebuah kesalahan yang akan merugikan orang lain."

"Padahal yang ia butuhkan dari kami hanyalah perhatian dan kasih sayang, tapi seakan buta dan tuli kami tidak pernah menanggapinya, memberikan apa yang dibutuhkan oleh setiap anak itu." lanjutnya, kini air mata mulai turun membasahi pipinya.

Perasaan bersalah itu kembali muncul dan menghantui dirinya. Rasa rindu yang begitu besar seakan sudah memuncak dan ingin sekali ia sampaikan untuk orang tertuju. Andaikata sang adik tidak membalas kalimat rindu darinya ia tetap akan menerimanya dengan senang hati, setidaknya ia dapat menyampaikan kata rindu itu.

Kalimat dan panggilan sayang juga ingin ia sampaikan. Ia akan dengan lantang berteriak kepada seluruh dunia bahwa ia sangat menyayangi adiknya itu, ia tidak akan kembali mengulangi kesalahan yang sama.

Meskipun jika nantinya ia sudah bertemu dengan sang adik dan telah meminta maaf namun tidak diterima, dengan lapang dada dia akan menerimanya. Karena dilihat dari segi manapun perbuatannya di masa lalu itu sudah diluar batas wajar dan tidak pantas untuk dimaafkan, ia juga tidak berharap untuk itu.

Bahkan julukan monster pun sangat pantas dicantumkan untuk mereka.

Tuhan izinkan aku bertemu dengan adikku. Aku sangat merindukkannya, aku menyayanginya ya Tuhan.

Berikan kesempatan padaku untuk menatap wajahnya sekali saja, untuk berbicara dengannya sebentar saja.

Aku ingin menyampaikan kata rindu ini untuknya, aku ingin mengatakan bahwa aku sangat kehilangan dirinya. Aku ingin mengungkapkan bahwa aku sangat menyayangi dirinya bahkan melebihi diriku sendiri.

Aku tidak berharap banyak ya Tuhan, aku tidak berharap untuk mendapatkan pengampunan darinya. Aku juga tidak berharap ia membalas kalimat sayangku itu.

Hanya izinkan kami bertemu saja sehingga aku bisa menyampaikan isi hatiku kepadanya itu sudah cukup bagiku.

Dengarkan doaku ya Tuhan, anakMu yang penuh dengan dosa ini.

Amin.



















#HiEveryone

I'm back, huhuhu... akhirnya bisa up juga. Lega nih hati.

Semoga menghibur dan kalian menyukainya.

Selamat membaca semuanya.

I love you to the moon and back.

😘❤

Silent Voice | JISOOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang