Sudah lebih dari 11 tahun aku terakhir bertemu dengan teman-teman SMP-ku. Aku bahkan tidak tahu seperti apa wajah-wajah mereka saat ini. Begitu menginjak SMA, aku sudah tidak pernah lagi bertegur sapa apalagi bertatap muka. Pernah sekali atau dua kali waktu aku bertemu dengan beberapa di antara mereka secara tidak sengaja. Itu pun hanya berlangsung tidak kurang dari 3 menit. Pertemuan tak terduga yang terjadi di mal atau di tempat-tempat umum lainnya seperti di bis kota.
Jadi, begitu salah satu teman terbaikku saat SMP, Firni, mendadak mengundangku ke acara pernikahannya, aku langsung mendadak bingung seketika. Semuanya serba mendadak. Selain karena resepsi pernikahannya diselenggarakan di sebuah hotel bintang lima yang cukup terkenal di kotaku, aku juga mau tidak mau akan bertemu lagi dengan teman-teman SMP-ku yang lainnya. Meskipun hanya empat atau lima orang saja dari mereka yang masuk dalam kategori teman dalam kamusku. Sebagian besar dari mereka bahkan hampir kulupakan. Entahlah. Aku tidak terlalu peduli wajah-wajah teman seangkatanku. Setidaknya aku masih cukup mengenal beberapa wajah yang sempat menjadi teman sekelasku. Heck! Ini sudah hampir 11 tahun. Bagaimana mungkin aku masih bisa mengingat apalagi mengenali mereka bukan?
Mengingat Firni termasuk teman pertamaku saat SMP dan aku dulu pernah sangat akrab dengannya, jadi disinilah aku sekarang. Berdiri mencari hall room dengan dress hitam selutut dan heels 7 centimeter yang membuatku sangat tidak nyaman. Well, aku bukanlah seorang penikmat pesta. Aku juga bukanlah seorang wanita yang suka memakai dress-dress dan sepatu bertumit sehingga membuatku kesulitan berjalan. Faktanya, aku sedikit tomboy. Aku lebih suka memakai kaos atau kemeja serta jeans atau celana dasar dengan sepatu sneakers.
Baru beberapa bulan ini aku belajar untuk membiasakan diriku mengenakan rok-rok pendek. Menurut sepupuku, sayang sekali jika betisku yang putih dan indah harus tertutup celana terus menerus dan tidak terekspos sempurna. Kenyataannya, betisku tidak seindah itu. Aku memiliki betis yang sangat besar untuk ukuran betis normal lainnya pada wanita. Oke, kuakui betisku sangat putih. Tapi hanya itu. Dia sama sekali tidak indah.
Aku hendak menaiki tangga ketika tiba-tiba saja seseorang dengan kebaya berwarna hijau dan rambut yang di tata sempurna muncul dan hampir saja bertabrakan denganku. Hanya dengan sekali lihat, aku langsung bisa mengenali sosoknya. Danielle Ariandita. Elle, for short. Aku sempat terpaku menatapnya. Berusaha mengatasi rasa kaget sekaligus antusiasme ku yang tidak mengira akan kembali bertemu dengannya.
"Fire?" tegurnya setelah mengerjap kaget melihatku.
Good. Setidaknya dia masih mengenaliku setelah hampir belasan tahun tak bertemu. Elle adalah salah satu sahabat pertamaku selain Firni. Kami saling kenal karena hal sepele. Dia teman sebangku ku. Orang pertama yang mengajakku berbicara begitu aku masuk SMP.
Aku masih merekam dengan jelas hari pertama aku berada di kelas. Saat itu aku datang sedikit terlambat dan mendapat tempat duduk yang tersisa paling depan, dekat pintu masuk. Tempat yang selalu dihindari oleh semua murid baru.
Aku sempat duduk disana sekitar 10 menit yang menurutku seperti 1 jam karena tidak ada seorang pun dari penghuni kelas yang aku kenal ketika Elle datang dengan wajah terengah-engah. Aku sempat mengabaikannya begitu ia terlihat bingung memandangi seisi kelas, seolah mencari seseorang yang ia kenal.
Baru beberapa detik berdiri di dekat pintu dengan bingung, dua orang anak perempuan yang duduk tepat di belakangku langsung berseru memanggilnya. Elle terlihat langsung tersenyum sumringah lantas menghampiri sepasang anak perempuan itu. Aku lupa apa yang mereka bicarakan, mereka saling sapa dan menanyakan kabar serta terlihat cukup kaget. Mungkin tidak menyadari bahwa mereka akan bertemu lagi saat SMP.
Setelah berbicara sebentar dengan kedua anak perempuan itu, Elle akhirnya bergerak mendekati ku yang duduk menempel di dinding. "Kursi disebelah lo kosong?"