"Kalian-ngapain?"
Mentari menatap Alan yang masih berada di ambang pintu, kemudian beralih pada Chandra yang tampak begitu tenang.
"Kalian lagi ngobrolin sesuatu?" Alan mengerutkan keningnya.
Mentari hendak angkat bicara namun suara Chandra menginterupsinya.
"Ada yang harus dia omongin," ujar Chandra seraya melirik Mentari, "Dia bilang dia khawatir sama lo," lanjutnya.
Jawaban Chandra membuat Alan kembali mengalihkan atensinya pada Mentari yang tampak kehilangan kata-kata, "Khawatir?"
"I-itu ... gue cuma nanyain tentang kondisi lo yang sebenarnya karena Pak Chandra bilang- kalian temen lama." Kedua tangan Mentari meremas pelan pinggiran rok.
Kedua mata Alan mengerjap pelan usai mendengar jawaban Mentari dan menatap Chandra kembali, "Apa aja yang udah lo omongin ke dia?" tanyanya dengan nada yang terdengar kurang menyenangkan.
Di luar, Lala yang masih berada di tempatnya itu hanya bisa menutup mulutnya dengan tangan. Walau ia tak bisa sepenuhnya mendengar percakapan ketiga orang itu, namun ia masih bisa mendengarnya.
"Temen lama, katanya. Pak Chandra sama Alan sebelumnya beneran udah kenal," batin Lala.
"Lo bohong, Lan." Mentari berujar. Raut wajahnya kian berubah saat kedua matanya kembali bertumbuk dengan netra milik Alan. "Lo bilang gak ada yang aneh saka kondisi lo, tapi gue terlalu nyadar kalo ingatan lo semakin hari terasa semakin aneh."
Helaan napas berat terdengar setelahnya. Kedua kaki Mentari perlahan melangkah pergi namun salah satu tangannya dicekal sebelum ia benar-benar melewati Alan.
"Tar, lo gak perlu sekhawatir itu. Gue
... bakalan baik-baik aja," ujar Alan."Bahkan setelah lo nulis reminder itu, lo masih bisa bilang kalo lo bakalan baik-baik aja?"
Refleks Alan melepaskan tangannya yang menahan Mentari. Ia menatap telapak tangannya yang masih memiliki noda tinta di sana. Tulisan-tulisan yang dibuatnya tadi pagi hampir sepenuhnya hilang, menyisakan noda kehitaman di sana.
Alan tak bisa menghentikan Mentari yang sudah berjalan menjauh. Ia menatap punggung gadis itu bahkan tanpa berniat memanggil namanya agar kembali atau sekadar menghentikan langkah.
Di dalam, Chandra ikut memperhatikan salah satu telapak tangan milik Alan. Ketika Alan sudah benar-benar menuliskan reminder, itu sedikit membuatnya terganggu. Dari sekian banyaknya manusia yang ada di dunia, kenapa harus Alan?
"Seberapa banyak yang udah lo omongin ke dia?" Alan memutar tubuhnya hingga menghadap Chandra yang masih bergeming di posisinya.
"Gue ngomong itu karena dia yang minta. Dia datang sendiri nyamperin gue, dan dia nanya tentang kondisi lo," ujar Chandra, "Sekarang giliran gue yang tanya. Apa aja yang udah lo omongin ke dia? Lo bilang kalo lo bakalan baik-baik aja?" Ia menggelengkan kepalanya lalu membuang napas pelan.
"Gue tahu kalo kalian sama-sama memiliki perbedaan dengan kebanyakan orang di sini. Tapi, Lan, kondisi lo sama Mentari itu cukup berbanding terbalik. Gue cuma gak mau di saat lo udah yakinin dia kalo semuanya bakal baik-baik aja, yang terjadi justru sebaliknya. Setidaknya, dia harus tahu. Jarang sekali dia punya temen deket di sini, dan setelah dia ketemu sama lo, gue rasa dia perlahan berubah." Chandra melanjutkan.
"Gue gak tahu kalo lo ternyata lo sepeduli itu sama Mentari, bahkan bokap lo aja sampe tahu tentang dia." Selangkah demi selangkah dilalui Alan hingga jaraknya dan Chandra semakin terpangkas.
"Sejauh mana lo ... tahu tentang Mentari?" Alan menghentikan kedua kakinya saat ia sudah benar-benar berhadapan dengan Chandra. Ia menatap Chandra yang beberapa senti lebih tinggi darinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Heliophobia ✔
Teen FictionVampir? Kelelawar? Manusia serigala? Bukan! Namanya Mentari Putri. Namun tidak seperti namanya, ia justru takut dengan sinar matahari. Bagaimana bisa? Gadis itu hanya akan keluar saat malam hari, sementara saat siang hari ia akan senantiasa mengurun...