Adrian menaiki tangga menuju kamar Fay sesuai arahan mamanya. Lelaki itu baru saja selesai berbincang dengan keluarga lelakinya. Tak terkecuali dengan Ridho yang mengajari sesuatu untuknya. Semacam sudah pandai saja.
“Fay ....”
Adrian menuju kamar mandi ketika Fay tidak ada dalam kamar.
Lelah mencari, Adrian duduk di bibir ranjang. Kamar masih gelap, lelaki itu tersenyum dan menutupi muka. Beranjak membersihkan diri, Adrian menghabiskan waktu hingga setengah jam lamanya. Biasanya hanya lima belas menit cukup.
Kembali kebingungan ketika dirinya berada di depan lemari berisi pakaiannya dan Fay. Adrian tidak hafal di mana letak baju dan dalamannya.
Ia membuka pintu lemari sebelah kiri, lelaki itu menelusuri laci paling bawah yang digunakan untuk menyimpan berbagai dalaman.
Matanya membulat ketika melihat kain berbentuk segitiga itu banyak warna. Seingatnya, punyanya ‘kan hanya beberapa warna saja.
Ia baru mendongak ke atas setelah melihat yang di bawah. Lelaki itu terkejut melihat pakaian Fay berada di sana.
“Untung sudah sah,” gumamnya dengan sedikit terkikik.
°•°
“Mbak.” Fay berulang kali menahan Diana yang hendak pergi. Gadis itu kembali ke kamar Adrian dan menyuruh Diana menemani.
“Ini sudah malam loh, Fay. Tidak baik membuat suami menunggu. Jadi diri sendiri saja. Sudah sana, Mbak tinggal, ya.”
Diana memilih pergi. Selain sudah mengantuk, Diana juga tidak ingin mencampuri urusan Fay. Selama hamil, Diana memang jadi sering ngantuk dan porsi makannya bertambah. Jadi, wajar saja jika dalam beberapa minggu terakhir ini berat badannya naik.
“Aduh, gimana, ya. Kalau misal aku balik kamar dan Mas Rian belum tidur, nanti aku harus gimana?”
Fay berjalan mondar-mandir masih dengan pakaian yang diberikan perias tadi di tangannya.
“Apa aku nunggu Mas Rian tidur dulu?”
Fay melirik jam, waktu menunjukkan angka setengah sepuluh malam. Pikirnya, mungkin hanya membutuhkan waktu tiga puluh menit lagi saja hingga Adrian tertidur.
“Ya sudah, lebih baik di sini dulu. Biar aku nggak repot-repot pakai ginian.”
Fay memilih duduk di sofa yang ada dalam kamar, meraih ponsel dan mulai menelusuri internet.
Sosial medianya mulai ramai oleh komentar karena dirinya mengunggah potret pernikahannya bersama Adrian tadi sore.
Banyak yang mengaku patah hati karena Adrian, dokter pujaan mereka menikah. Sedangkan, banyak pula yang mendukung keduanya dan berkomentar bahwa mereka serasi.
“Kok rasanya sekarang jadi banyak haters, sih. Gara-gara Mas Rian ini pasti.”
Fay masih anteng duduk di sana dan asyik berselancar di dunia maya. Hingga tidak sadar, waktu berjalan cepat hingga saat Fay menoleh ke arah jam, waktu menunjukkan pukul setengah sebelas.
Yang diperkirakan setengah jam, ini jadi satu jam. Ternyata waktu begitu cepat berlalu.
Fay membuka pintu perlahan, berjalan mengendap-endap ke arah kamar. Matanya awas menoleh ke segala arah agar tidak ada yang mengetahui bahwa dirinya baru kembali ke kamar.
“Bismillah, semoga aman.”
Fay masuk dan kamar menjadi semakin gelap, cahaya lilin sudah redup. Malam juga sudah larut. Dirinya berdebar membayangkan jika Adrian belum tidur.
Akhirnya, Fay bernapas lega karena kaki yang menyandungnya adalah kaki Adrian yang tengah selonjoran. Posisi tidur lelaki itu adalah menyandar di sofa.
Lenguhan sebentar Adrian membuat Fay segera menuju tempat tidur. Dari jauh Fay memandang. "Maaf ya, Mas. Kamu tidur di situ aja sampai bangun sendiri. Nanti kamu boleh pindah."
Adrian mengerjapkan mata, tubuhnya pegal sekali. Adrian melangkah ke ranjang dan tidur bersebelahan dengan Fay.
"Fay, Fay. Dari mana saja kamu kemarin? Membuat saya menunggu hingga tertidur. Dan kamu tidak membangunkan saya."
Adrian tersenyum dan memeluk Fay. Sudah sah mau ngapain saja boleh.
°•°
"Hm ...." Adrian bangun lebih dulu, lelaki itu beranjak ke kamar mandi.
Ketika keluar, lelaki yang tubuhnya hanya dililit handuk itu mendekati ponsel Fay yang berkali-kali getar.
"Nomor tidak dikenal? Siapa?" Adrian melirik istrinya sebentar. Kemudian membuka pesan dari nomor tak dikenal itu.
"Mas?"
Adrian mengembalikan ponsel ke tempatnya. Tidak jadi membuka pesan. Ia beralih duduk di samping Fay yang masih menutup mata.
Adrian menempelkan punggung tangannya yang dingin ke pipi Fay. Istrinya sedikit demi sedikit mulai membuka mata.
Adrian tersenyum. "Selamat pagi."
Bukan menjawab, Fay justru mengalihkan pandangan. "Ganti baju dulu, sana!"
"Kamu tidak ada inisiatif melayani saya? Kamu bisa menyiapkannya, bukan?"
Fay hanya menyengir, dengan sempoyongan gadis itu berjalan menuju ke lemari. Menyerahkan kaus lengan pendek dan celana bahan selutut.
"Ada yang kurang," protes Adrian. Fay mengernyit bingung. "Apa?"
Bisikan Adrian membuat Fay membuka mata sepenuhnya. "Ih. Ambil sendiri, lah."
Adrian tersenyum. Lelaki itu memakai pakaiannya ketika Fay berlalu ke kamar mandi.
Fay menghembuskan napas kasar, dia mengamati mukanya di cermin. Katanya, wanita akan terlihat lebih cantik jika bangun tidur, faktanya Fay terlihat kucel saat bangun.
"FAY, KAIN TIPIS INI MILIK SIAPA?"
Teriakan Adrian mampu membuat semburat merah itu muncul kembali. Fay menutupi muka dan gegas membersihkan diri.
°•°
To be continued ....
YOU ARE READING
Jodoh untuk Faynara (TAMAT-BELUM REVISI)
RomanceKesakitan yang didapat dari kedua lelaki yang pernah dipanggilnya ayah juga kematian sang ibu dua tahun lalu, membuat Gilsha Faynara membenci seorang laki-laki. Pertemuannya dengan dokter muda melalui sebuah peristiwa membuat hatinya goyah. Dengan...