"Stress lo! Mau taroh di mana muka gue?"
"Gar, please ... Sekaliii aja. Ya?" Aerin masih bersikeras. Mengatupkan telapak tangannya memohon. Sejak Pak RT menyerukan nama mereka untuk lomba gigit koin berpasangan. Ternyata Arumi sengaja mendaftarkan mereka tanpa mereka tahu. Yang membuat Garda bersikukuh tidak mau ikut.
"Sama Mas Bambang aja sono! Ogah gue."
Aerin meraih telapak tangan Garda menangkupnya. Memohon sekali lagi. "Tolong lah Gar! Gue janji deh, lo cuma bantu gigit satu koin aja buat bikin semangkanya nggak gerak. Gue yang ambilin koinnya. Gue jamin muka lo nggak akan cemong. Suer." Kemudian menunjukkan dua jarinya. Garda masih tak berkutik.
"Yaudah kalo gitu. Lo yang tanggung jawab kalo bunda sedih nggak dapet panci itu," tandas Aerin. Kemudian menoleh ke belakang. "Mas Bam, bisa gantiin Garda nggak?"
Laki-laki itu terlihat kebingungan di tempatnya. Namun sepersekian detik kemudian mengangguk mantap. Lumayan diajak lomba sama cecan.
"Ngapain lo?" tanya Garda skeptis.
"Lomba lah," ketus Aerin.
"Ngapa ngajak Mas Bambang?"
Aerin menghembuskan napasnya kasar. Memendam segala kekesalan dalam dirinya. Mengurungkan niatnya untuk mencakar wajah rupawan itu. "Lo kan yang nyuruh, pinter ..."
"Nggak usah Mas Bam, biar saya aja." Aerin melongo. Masih bingung dengan jalan pikir laki-laki di depannya ini. Tadi saja menolak mentah-mentah. Kenapa sekarang menawarkan diri dengan sukarela? Bocah sinting!
Garda menarik Aerin ke tengah lapangan di mana lomba akan diberlakukan. Gadis-gadis yang ikut dalam lomba itu bahkan kini ternganga melihat Garda. Seolah air liur akan jatuh dari mulut yang terbuka itu.
"Mimpi apa gue ketemu cogan siang bolong?"
"Sadar udah punya laki lo!"
"OKE, SEMUANYA SIAP?"
"SIAP!"
"DALAM HITUNGAN KETIGA. SATU ... DUA ... TIIIIGA!"
Prittttt
Peluit ditiup pertanda lomba sudah dimulai. Kini Garda memposisikan wajahnya tepat di depan buah semangka yang sudah dilumuri kecap manis yang ditambah jeruk nipis itu.
"Cuma nahan satu koin kan?"
Aerin mengangguk. "Ayo!"
Garda mengigit satu koin, membuat buah semangka itu otomatis berhenti bergerak ke kanan dan ke kiri. Memudahkan Aerin untuk mengambil koin yang lain. Sementara itu di samping mereka sudah ada panitia yang memegangi sebuah piring plastik untuk menampung koin.
"Aduh mana susah lagi. Aw!" Aerin meringis. Ngilu sekali. Koin itu bahkan sulit untuk diambil dengan gigi.
"Imbangin semangkanya! Gue aja yang ambilin koinnya."
"Hah?"
Garda berdecak. "Udah buruan keburu waktunya habis!"
Pada akhirnya Aerin hanya menurut. Menggigit satu koin sedangkan Garda berusaha melepaskan koin-koin yang menempel di semangka itu susah payah. Wajah tampannya itu berakhir kotor. Tapi tak ayal ketampanannya tetap terlihat.
Gigit, tarik, masukkan ke dalam piring.
Gigit, tarik, masukkan ke dalam piring.
Gigit, tarik, masukkan ke dalam piring.
Berulang kali Garda melakukan hal itu dengan cepat. Ada sekitar 25 koin yang berhasil laki-laki itu rontokkan.
"YOK SISA 5 DETIK LAGI ... LIMA EMPAT TIGA DUA SAAATUUUU!"
KAMU SEDANG MEMBACA
GARDA: Evanescent✓
Ficção Adolescente❝Udah selesai ya? Maaf udah naruh rasa tanpa peduli aturan semesta. Walau nggak bisa bersama, seenggaknya semesta pernah jadi saksi betapa bahagianya gue waktu sama lo.❞ - Garda Edrian Kartanegara ❝Ketemu sama lo itu, ibarat gue terjebak situasi bom...