17. Ya Tuhan

32 5 0
                                    

Bel pulang sekolah sudah berbunyi 5 menit yang lalu. Namun, Pak Tomo guru killer yang mengajar pelajaran fisika lagi-lagi masih berada di kelas XI MIPA 2, kelas Sellyn berada. Alasannya klasik, karena satu kelas tidak ada yang mengerjakan PR darinya.

Delisa sudah beberapa kali mendengus kesal. Ia melirik ke jendela samping kelas. Apakah Aldi, Jino, Abet, dan Memet sedang menunggunya dari tadi atau jangan-jangan ia ditinggal?

"Sellyn!"

Delisa tidak menoleh. Ia masih melirik-lirik depan kelas.

Riryn yang berada di sampingnya menyenggol siku Delisa. "Sell, dipanggil."

Delisa mengangkat alis menghadap Riryn, kemudian menoleh ke depan. Seluruh kelas memperhatikannya.

"Ngapain kamu liat ke luar terus? Guru kamu ada di sana? Ha?"

"Ya bapak, orang ini udah jamnya pulang," jawab Delisa.

Lagi dan lagi semua orang dibuat terkejut dengan perkataan Delisa itu. Apalagi ketiga temannya. Lebih tepatnya Belen dan Manda, sedangkan Riryn masih cuek, tidak terkejut lagi.

"Sellyn! Sudah berani melawan kamu ya!"

"Emang saya salah Pak? Jam kita pulang itu jam 16.00, sekarang udah jam 16.10."

Belen dan Manda yang badannya sudah memutar ke belakang sejak tadi, menganga.

"Udah Sell," ucap Riryn pelan, hanya Delisa yang mendengar. Ia juga sadar, sepertinya temannya itu sedang ada keperluan, kalau tidak, tidak mungkin ia segelisah itu.

"Maaf Pak, Sellyn lagi ada janji sama orang, jadi dia takut ditinggal." Riryn mencoba menjelaskan.

Delisa menatap Riryn. Kok tau?

Riryn hanya mengendikkan bahu menjawab tatapan Delisa.

"Baiklah baiklah. Rapikan alat tulis kalian. Sampai jumpa minggu depan." Pak Tomo mengalah.

***

Delisa keluar kelas paling akhir. Ia beralasan ada perlu dengan Jino saat temannya bertanya.

"Kok akhir-akhir ini lo deket sama si Jino sih?" tanya Belen.

"Emang lagi ada perlu," jawab Delisa.

"Ya udah kita duluan, bye Sellyn," kata Manda keluar kelas bersama Belen dan Riryn.

Di depan kelas XI MIPA 3. Di sana Jino dan Abet menunggu.

"Lama ya? Sorry," ucap Delisa menghampiri.

"Ngga kok, santai," jawab Jino.

"Ya udah, langsung saja," ucap Abet berdiri diikuti Jino.

Mereka bertiga berjalan berdampingan menuju parkiran dimana Aldi dan Memet sudah stand by.

Tanpa mereka sadari, Rangga yang kebetulan baru saja keluar dari toilet melihat mereka. Bertanya lagi dalam benaknya. Sellyn sama Jino Abet? Sejak kapan mereka kenal?

---

Saat berada di parkiran, Delisa sudah melihat Aldi dan Memet berada di depan motor mereka.

"Al," panggil Jino.

Aldi hanya melirik sekejab kemudian menaiki motornya. Hal yang sama dilakukan oleh Memet.

"Kau naik mobil sendiri atau bagaimana Sell?" tanya Abet.

"Gue nebeng boleh ga? takutnya ntar ketinggalan sama kalian, kalau macet," jawab Delisa.

"Iya juga sih, lo nebeng Abet ya, gue sama Memet soalnya tadi pagi," ucap Jino menawarkan sambil memakai helm.

Aldi sudah pergi terlebih dahulu. Delisa pun naik ke atas motor Abet.

"Ga pake helm gapapa Bet?"

"Tak apa-apa Sel, kita biasa lewat jalan dalam," jawab Abet.

Delisa, Aldi, dan lainnya pergi ke makam Delisa. Dalam hati, Delisa tertawa miris.

"Delisa pergi ke makam Delisa, haha, lucu, Tuhan," ucapnya di perjalanan sambil menatap langit.

Sesampainya di sana. Aldi sudah terlebih dahulu berdiri di samping makam Delisa. Hanya diam dengan kedua tangan ia masukkan ke dalam saku. Pandangannya pun hanya tertuju pada batu nisan bertuliskan nama 'Delisa Ayunda binti Andre Adipati'.

Sakit.

Jino, Memet, Abet, dan Delisa yang mengikuti dari belakang sambil menoleh-noleh ke samping kanan kiri, memastikan adakah namanya.

"Buru-buru banget Al," ucap Jino saat sampai di makam Delisa membuyarkan lamunan Aldi.

Delisa yang baru sampai karena sedikit kewalahan dengan langkah-langkah besar para lelaki itu.

Deg.

Matanya hampir copot melihat namanya tertulis di batu nisan itu. Delisa melangkah mendekati makamnya tanpa mengedipkan matanya.

Aldi dan kawan-kawan juga sedikit terkejut karena kekagetan gadis itu. Jino yang berada di depan seberang Aldi sedikit memberi jarak untuk Delisa yang mendekati makam itu.

Delisa terduduk dan mengamati seluruh bagian makamnya.

Hening. Tidak ada yang berani bicara, termasuk Aldi. Padahal ia yang paling penasaran, sepertinya gadis di seberangnya itu sangat tau banyak tentang Delisa.

"I-ini makam g-gue?" batin Delisa.

"Di dalem, badan g-gue?"

Delisa melihat pakaiannya kemudian kembali melihat batu nisan itu.

"A-arwahnya, arwah siapa?" batinnya menahan tangis.

"Tuhan."

Delisa menelan salivanya. Melihat ke arah berdirinya keempat laki-laki tadi bergantian.

Cowok-cowok itu juga bingung atas tatapan Delisa yang tidak dapat diartikan.

Aldi yang sudah tidak tahan dengan kebingungannya, mengeluarkan suara, "Apa?" tanyanya.

Delisa melihat Aldi sambil berdiri. Lagi-lagi ia menghela nafas. Mengalihkan pandangan, menahan air matanya yang hampir menetes.

"Semuanya terlalu rumit," batin Delisa.


☀️TO BE CONTINUED ☀️

736 kata.

Garing ya? Kalo gitu, gue saranin, baca part selanjutnya aja deh.

Ketemuan yuu,
IG: @sheseesyi
Emang gada apa-apanya sih, tapi.. ya gada tapinya. Kalo mo follow ya follow aja, ga maksa. Pokoknya follow!!

Vote!!
Komen!!
Share!!!
MAKSAAA!!


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 04, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

NOT SHETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang