Tono menenggelamkan dirinya dalam pekerjaan. Bahkan Joe dan Gita rekan kerjanya, memandang pria itu dengan gelengan kepala. Sangat berantakan. Seorang Tono Hardiansyah yang biasanya selalu tampak tampan dan rapi, sekarang menghilang entah kemana. Yang tersisa hanyalah seorang pria payah yang tak memiliki gairah untuk melakukan pekerjaannya, kecuali sebagai pelampiasan dari masalah yang ingin dihindarinya.
"Belum mau balik, Ton?" Tanya Joe yang berhasil membuat Tono mengangkat wajahnya dari kertas bergambar yang sejak tadi sedang dikerjakan olehnya.
"Belum. Lo kalau mau balik, duluan aja," sahut Tono singkat.
"Mau bicara? Atau ngobrol sesuatu sama gue gitu?" Tawar Joe yang akhirnya disetujui oleh Tono.
2 buah kaleng minuman soda terletak di antara dua pria yang sedang menikmati angin malam yang berhembus pelan dan hangat.
"Gue nggak nyangka kehidupan lo serumit ini." Joe yang menoleh kepadanya menatap Tono di sebelahnya.
Hingga akhirnya saat hari sudah mulai gelap, Joe masuk ke dalam ruangan Tono. Membawa 2 buah kaleng soda lainnya untuk mereka berdua. Dan disinilah mereka bersama. Dalam diam Joe mendengarkan semua cerita Tono dengan baik. Tidak ada paksaan, tapi Tono sendirilah yang memutuskan untuk menceritakannya pada Joe. Dan ketika Tono selesai bercerita ada perasaan lega di dalam dadanya.
"Gue udah buntu, Joe. Enggak tahu harus bagaimana lagi."
Jo masih melirik Tono yang memandang lurus kedepan. Entah apa yang sedang dilihat oleh pria itu. Atau hanya tubuhnya yang di sini, seperti raga Tono tidak ada di sini bersamanya.
"Perlu saran dari gue?" Pertanyaan Joe membuat Tono menatap dirinya.
Tono tersenyum frustasi, "Semoga saran Lo itu bukan nyuruh gue buat lompat dari atas atap ini."
Joe tergelap mendengarnya. "Gue nggak sekejam itu. Kecuali kalau emang Lo udah putus asa banget, Ton." Joe malah tersenyum kali ini, "kalau dari cerita yang gue dengar, lo itu kurang perjuangan sebagai laki-laki." Lanjut Joe lagi.
Mata Tono membesar. Tidak terima dengan ucapan Joe. "Maksud Lo?"
"Tono.... Tono..." Joe menggeleng-gelengkan kepalanya. "Gue sebagai laki-laki enggak lihat perjuangan lo untuk mendapatkan hati Revan. Lo bahkan bukannya membuat cowok itu mendekat, tapi sebaliknya. Sepertinya Revan itu nggak butuh kata-kata, yang dia butuhkan adalah tindakan Lo! Dan itulah yang nggak Lo lakuin ke dia!"
Tono terdiam, mencoba mencerna ucapan Joe. Ia mulai mengingat semua sikapnya pada Revan dari kali pertama mereka bertemu setelah lima tahun mereka berpisah. Yang dapat diingatnya dengan baik adalah sikapnya yang buruk dan berjuang membuat Revan menangis. Tidak ada tindakan darinya yang menggambarkan seberapa besar cintanya pada Revan. Dan harus Tono akui jika ucapan Joe benar apa adanya.
"Gue nggak suka ucapan Lo. Namun harus gue akui bahwa Lo bener. Tapi, apa sekarang belum terlambat buat gue untuk memperbaiki semuanya?" Tono masih menyimpan harapan dalam harinya, sungguh.
"Sebenarnya udah terlambat." Joe menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Tapi, gue rasa lebih baik terlambat daripada nggak sama sekali. Jadi, lebih baik Lo berusaha sekarang daripada cuma duduk di sini dan merenung." Lanjutnya.
"Lo bener. Gue nggak perduli jika Revan menolak gue, tapi seenggaknya kali ini gue akan berusaha nunjukin isi hati gue dengan tindakan. Thanks Joe. Karena udah bantu ingetin gue." Ucap Tono tulus pada teman sekaligus rekan kerjanya itu.
"Itulah guna nya teman. Gue tunggu kartu undangan dengan nama Lo dan Revan di depannya. Meski sulit, gue yakin orang terdekat Lo bakal terus mendukung Lo, Ton." Joe terkekeh.
"Baiklah. Lo tunggu aja. Lo akan jadi orang pertama yang dapetin undangan!"
•••
•••
•••Siang itu dengan jiwa bersemangat Tono memasuki lift yang akan membawanya ke lantai delapan. Lantai tempat lelaki yang paling ingin ditemuinya saat ini berada di sana. Dengan langkah tak sabar Tono berjalan menuju ruangan yang pernah didatanginya kala itu. Namun, setelah langkahnya berhenti di depan ruangan berkaca itu, tidak ada siapapun di dalamnya. Diedarkan pandangan matanya ke seluruh ruangan, tapi ia tetap tidak menemukan siapapun sampai akhirnya sebuah tepukan di bahu berhasil mengejutkannya.
"Pak Tono?" Tanya Pak Hardiman yang memandang Tono dengan kerutan di dahinya. "Lagi cari Pak Revan ya?" Tebaknya langsung tanpa memberi kesempatan sedikit pun untuk Tono menjawab pertanyaan sebelumnya.
"Selamat siang, Pak Hardiman. Sebenarnya saya ... Hendak mengajak Revan makan siang bersama." Jawab Tono sedikit kikuk karena ketahuan oleh pria paruh baya itu.
"Loh! Emangnya Pak Tono nggak tau ya kalau Pak Revan sedang dinas ke Lembang untuk meninjau proyek kita di sana?"
Sekarang gantian kening Tono yang bertautan. "Sejak kapan dan untuk berapa lama ya, Pak?"
"Kalau tidak salah untuk tiga hari ke depan." Melihat reaksi Tono yang bergeming, maka Pak Hardiman melanjutkan. "Sepertinya kesibukkan Pak Tono di lapangan beberapa hari ini membuat Pak Tono nggak tau situasi dan kondisi di kantor ya." Ditepuk nya sebelah lengan Tono. "Sudahlah jangan patah semangat, tiga hari lagi anda sudah bisa melihat Pak Revan kok."
"Ehhhh, saya tidak...."
"Sudah jangan berkelit." Pak Hardiman memotong ucapan Tono, "Saya laki-laki dan pernah merasakan masa muda, jadi saya tau siapa yang sedang jatuh cinta dan siapa yang tidak. Meski Pak Revan juga seorang laki-laki tapi aku tau betul kalau Pak Tono suka dengan beliau, iya kan? Tentu saja, Pak Revan itu imut dan menggemaskan bukan? Pantas saja Pak Tono suka. Jadi lebih baik sekarang anda menyiapkan sambutan atau kejutan untuk Pak Revan supaya ketika beliau pulang, rasa lelah yang menghinggapinya akan hilang setelah melihat Anda," usul Pak Hardiman yang kemudian berlalu diiringi tawa puas miliknya.
Berbeda dengan Tono yang masih terpaku di tempatnya berdiri. Apa tercetak begitu jelas di wajahnya bagaimana perasaannya untuk Revan saat ini? Atau memang Pak Hardiman saja yang instingnya terlalu tajam, sehingga tidak heran jika beliau mampu mendirikan perusahaan sebesar ini. Tapi, sepertinya apa yang diucapkan oleh Pak Hardiman bukanlah ide yang buruk.
TBC~
•••°°°•••
REVAN
•••°°°•••
TONO
KAMU SEDANG MEMBACA
Warmth Inside You - Boyxboy
RomanceDua insan manusia harus terjebak dalam dilema cinta terlarang yang memaksa salah satu dari mereka pergi menjauh. Setelah menghilang selama lima tahun, Revan kembali masuk ke dalam kehidupan Tono, pria yang dicintainya dalam ikatan pertunangan yang o...