Halaman empat,apa tujuan hidup?

316 40 1
                                    


Anak tidak pernah ingin di lahirkan,tidak ada anak yang berhutang kepada orangtua,yang seharusnya bertanggung jawab adalah orangtua.

Seperti Jendra,dia sungguh tidak mau di lahirkan hidupnya berantakan kehidupannya selalu hitam tidak pernah ada tempat untuknya bersandar

"Apa ya tujuan hidupku?"monolog nya,pria itu berjalan ke belakang sekolah untuk bersedih,mengadu kepada sang pencipta

Istirahat dia selalu ke sini,tak setiap hari juga karna terkadang Naya mengekorinya untuk ikut tapi mumpung hari ini gadis itu tak sekolah tanpa keterangan jadi Jendra bisa dengan bebas untuk bersedih

Matanya menyipit kala menemukan sosok yang tak asing

"Juan kamu ngerokok?!"

Sedangkan si tersangka yang terciduk panik dan menyembunyikan langsung rokoknya

"Lo jangan bilang ayah ya"mohon Juan

"Kamu harusnya sadar Juan ginjal  kamu itu rusak!gimana kalau sakit kamu kambuh terus ibu khawatir?!"

"Iya udah jangan ceramah.Lagian gue cuma coba-coba doang sekali ini aja, kata temen-temen gue enak"

"Bisa aja kamu keterusan.Sekarang buang!"

"Lah kok Lo ngatur?"Juan tak terima

"Jendra,Juan kalian sedang apa?"

Mampus.

Juan langsung membuang rokoknya

Keduanya gugup

"Lagi bicarain masalah keluarga Bu"kata Jendra beruaha tak gugup

Bu Maya mengangguk "kenapa di sini,kan ada tempat yang labih enak di kelas,di kantin,atau di ruang guru sekalian"

"Kan privasi Bu,kami gak mau kedengaran orang-orang"Juan nyeletuk

"Eh itu puntung rokok siapa?!"tunjuk Bu Maya pada puntung rokok masih sedikit berasap,berada di dekat sepatu Jendra dan Juan

Jendra menunduk bingung, sedangkan Juan melirik kakanya

"Siapa yang berani merokok di area sekolah!itu melanggar sekali"

"Ngaku kalian!Saya tahu itu masih baru"

"S-saya Bu"

Juan menatap Jendra kaget "kenapa Jendra lakuin itu"rutuk Juan dalam hati

"Kamu seharusnya mengajari adik kamu yang benar Jendra! perbuatan kamu itu buruk merokok di area sekolah sangat melanggar"

"Ikut Saya Jendra,saya panggilkan ayah kamu!".

Bu Maya berjalan duluan, sedangkan keduanya masih di tempat

Juan menarik tangan Jendra yang hendak melangkah "jangan"

"Kamu tenang aja".







Aruna mendekap Juan yang ketakutan melihat kejadian di depan matanya

Jendra yang sedang merintih

Setelah Regan dan Aruna di panggil ke sekolah karna masalah Jendra merokok,Regan  murka dan sepulangnya Jendra dari sekolah anak itu langsung di hajar habis-habisan

Jendra meringkuk kesakitan, memeluk tubuh telanjangnya yang terdapat banyak luka dan memar

Regan memang menyuruh Jendra untuk membuka baju seragamnya,pria yang lebih tua itu ingin puas memukuli Jendra

Jendra di pukul dengan sapu rotan,tanpa ampun

"Berani sekali kamu mempermalukan saya!"

Buaghh

Plak

Pletak

"Ayah,maaf.."

"Siapa ayahmu!saya bukan ayah mu bodoh!"

Jendra masih meringis dengan air mata kesakitan

Seluruh tubuhnya sakit, untuk sedikit bergerak pun sangat sakit

"Kamu seharusnya sadar kamu siapa!dasar anak tidak tahu diri!"

"Tidak sadar diri,membebani sekali!"

"Karna kamu citra saya rusak!saya diam  sama kamu bukan berarti kamu harus melakukan hal kurang ajar!"

Satu pukulan mendarat lagi di badannya,keras sekali

"Kamu haus kasih sayang?karna saya hanya memperhatikan Juan! seharusnya kamu sadar kamu siapa"

"Awhh.. ampun sakit,maaf" Jendra makin merintih ketika Regan mencambuk nya menggunakan sabuk

"Tidak tahu diri! lebih bagus kamu mati agar tidak membebani,atau cari saja ayah kandung mu sana!"

Hidungnya keluar darah, mulutnya juga tiba-tiba mengeluarkan muntah darah segar

Regan sungguh menyiksanya

"Juan jika kamu melakukan hal yang sama ayah juga gak segan-segan melakukan ini ke kamu!ingat itu!" Katanya masih dengan nafas memburu

Aruna begitupun Juan menutup mata ketiak melihat Regan menendang Jendra  --anak itu sedikit terpental jauh dari darahnya dan jarak yang tadi

"Jangan ada yang menolongnya!"perintah tegas Regan lalu pergi dengan tangan masih terkepal

"Itu akibat tidak tahu diri!anak bodoh"ujar Aruna naik ke tangga Juan pun menyusul

Tapi ia menghentikan langkahnya sebentar,jujur dia merasa bersalah di sisi lain dia takut juga

"Tenang saja,tidak apa-apa"

Juan membaca gumaman dari mulut Jendra yang berdarah itu,sebelum akhirnya anak itu terpejam

𝑫𝒂𝒌𝒔𝒂 𝒖𝒏𝒕𝒖𝒌 𝒊𝒃𝒖Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang