Topeng

483 109 8
                                    

Langit terlihat begitu hitam pekat malam ini, awan-awan mendung menyembunyikan kilauan jutaan bintang yang ingin Senja lihat. Sudah hampir pukul sebelas malam dan Senja masih berada di taman rumah sakit sendirian. Ia mengusir semua temannya satu jam yang lalu. Senja tidak ingin mereka menemaninya disini lagi dengan jam tidur yang berantakan.

"Kata mama ada bintang yang nemenin gelapnya malam, tapi gimana kalo awan nutupin semua itu."

Rintik gerimis mulai turun, Senja masih tidak beranjak. "Mama, dunia Senja lagi hujan sekarang. Mama ngga mau ngasih Senja payung atau narik Senja berteduh?"

Senja tertawa kecil, menyadari betapa bodohnya keputus asaan yang kini sedang dirasakan. Dia tidak tahu bagaimana mengatur perasaannya sendiri. Pusat dunianya masih menutup mata dan enggan melihatnya.

Air mata kembali membasahi pipinya bercampur gerimis yang mulai berganti hujan. "Senja cengeng banget ya ma."

Senja menghela nafas panjang, dia berdiri dan bergegas berlari masuk kembali ke koridor rumah sakit. Dia tidak ingin sakit karena hujan disaat tubuhnya dipaksa sehat untuk menjaga mama. Meski kini, kepalanya sudah mulai pening.

Tidak memperdulikan sakit kepala yang mulai terasa, Senja membersihkan air yang sempat mengenai bajunya sebelum masuk kembali ke ruangan Raina. Pemuda yang sebentar lagi berusia 16 tahun itu tersenyum melihat bagaimana mamanya tetap cantik bahkan tanpa polesan make up sedikitpun.

"Papa kok bego ya ninggalin orang secantik dan sebaik mama." Senja tertawa, memegang dadanya tanpa disadari. "Kalo Senja jadi papa, Senja bakal nyesel udah khianatin wanita sehebat mama."

Senja menumpukan kepalanya di sebelah tangan mama, berharap pusing segera enyah dari kepalanya. Dia tidak bisa sakit begitu saja.

"Mama, Senja sayang mama."

Entah berapa banyak kata sayang yang Senja ucapkan malam ini hingga terlelap dalam tidurnya yang sama sekali terlihat tidak nyenyak. Senja, gelisah bahkan saat alam mimpi memeluknya erat.

Hingga pagi datang, Senja harus terbangun dengan mimpi buruk yang memburu nafasnya, tangannya mengusap wajah yang berpeluh. Senja menutup matanya beberapa saat dan mencari botol minumnya kemudian. Dia harus segera mandi untuk kembali ke sekolah.

Tidak ada lagi waktu untuk mengeluhkan mimpi dan nasibnya pagi ini, Senja hanya ingin cepat-cepat menunaikan kewajibannya sebagai pelajar. Karena mama, tidak akan suka dirinya mrngabaikan sekolah.

"Mama, Senja berangkat dulu. Abis Senja pulang mama bangun ya."

Senja terkekeh kecil dengan omongannya sendiri, dia jadi teringat cerita Rean tentang ayahnya yang koma dalam jangka waktu yang lama. Tapi, Senja yakin mamanya tidak akan koma selama itu.

"Sampai ketemu, mama cantik."

Seperti yang Senja duga, Davin dan Pras pasti menjemputnya kesini. Senja menunggu di luar ruangan saat Davin bersikeras ingin menemui Raina lebih dulu. Temannya itu, Senja sedikit tersanjung untuk mamanya. Davin benar-benar mengganggap Raina seperti ibunya sendiri entah sejak kapan.

Ketiganya meninggalkan rumah sakit setelah acara pamit yang malah jadi acara curhat harian Davin pada Raina. Anak itu mengadu telah dicampakkan gebetan barunya. Hingga perdebatan tadi antara Davin dan Pras tentang gebetan mana yang Davin maksud terdengar Senja. Dan saat ini ketiganya masih saja membahas.

"Tapi serius ya anying, sejak kapan gebetan lo dari Dara jadi si Duma."

Davin yang hari ini menyetir mobil hanya cemberut, dia juga tidak ingat sejak kapan menyukai Duma.

"Udah lah Pras, kaya gatau Davin aja."

Sejujurnya Senja juga penasaran, bukan penasaran tepat kapan Davin berganti gebetan, tapi penasaran siapa Duma yang dimaksud.

"Duma kelas berapa sih?"

Davin menoleh sekilas pada Senja, dia menatap tidak percaya. "Lu kemana aja nja. Dia kelas 12, ketua eskul musik yang baru gantiin si Arum."

Bahkan setelah dijelaskan pun Senja sama sekali tidak mengingat entitas siswi bernama Duma. "Oke oke gua ga inget."

"Wah kebangetan."

■ S E N J A ■

Tidak ada yang spesial hari ini, semuanya berjalan lambat untuk Senja yang sejak tadi ingin cepat-cepat pulang dan menjaga mama.

Senja berjalan malas melewati koridor kosong, dia hanya mengisi waktu istirahat dengan berkeliling tanpa arah. Davin sedang bermain basket, sedangkan Pras entah pergi kemana. Senja tebak ada di warung belakang sekolah.

Langkahnya terhenti saat mendengar suara dari lorong gudang yang sepi, Senja berlari kecil, dan tepat di ujung koridor dia bisa melihat Cherry tengah berbicara dengan seorang gadis yang membelakanginya.

Senja baru akan pergi tapi tertahan suara tamparan keras yang membuat matanya membola, dia terlalu kaget melihat apa yang tengah terjadi. Cherry menampar gadis itu.

"Ca, lo keterlaluan."

"Kenapa hah?! Itu bukan urusan lo. Cuma kak Agas yang ngertiin gue! Tapi dia pergi gitu aja ninggalin gue sendiri!"

"Kak Agas meninggal bukan keinginannya Ica! Dia kecelakaan! Dan berhenti bilang bukan urusan gue. Ca.. gue juga sepupu lo, kenapa lo cuma percaya kak Agas."

Senja menelan salivanya kasar, dia tidak bisa mendengar perbincangan yang menyangkut hal privasi ini terlalu lama. Dengan pelan, ia mulai berbalik dan memilih jalan memutar untuk kembali ke kelasnya.

Siang ini, langit benar-benar cerah. Senja tersenyum melihat burung berterbangan dibawah sinar matahari siang. Jika diingat harusnya ini masih di penghujung musim panas, tapi entah bagaimana hujan sudah seringkali turun.

Tidak banyak teman sekelasnya yang sudah kembali mengingat istirahat masih berlangsung. Senja memutuskan untuk duduk di depan kelas menunggu Davin selesai bermain. Dia juga tidak melihat Remmi sejak tadi.

"Senja."

Satu kotak susu dilempar ke arahnya, Senja menangkapnya dengan sigap. Cherry tersenyum menatapnya dan duduk tepat di sebelahnya.

"Tadi mau beliin temen gue, tapi anaknya ga ada jadi buat lo." Terang Cherry melihat kebingungan Senja.

"Thanks, Cher."

Senja memperhatikan Cherry yang kini sudah fokus pada lapangan. Ia tersenyum kecil mengingat betapa bedanya antara Cherry yang dilihatnya sekarang dengan Cherry yang tadi. Pandangannya beralih pada kresek putih berisi jajanan yang Cherry pangku. Kresek yang sama yang tadi tergeletak di lantai dekat Cherry dan teman berdebatnya.

'Lo sehebat itu pake topeng ya Cher. Bahkan baru beberapa menit gue liat lo marah.'

Andai bisa, Senja juga ingin memakai topeng yang tebal untuk menutup semua kesedihannya. Agar tidak perlu lagi melihat raut sedih orang-orang saat dia sedang tidak baik-baik saja.

"Cher."

"Hem?"

"Gue.. boleh ke makam kakak lo?"

Melihat wajah kaget Cherry yang berganti panik, Senja malah ikut panik. Dia paham apa yang Cherry rasakan, itu kenapa dengan segera Senja berusaha meluruskan kesalah pahaman.

"Lo tau gue ngga pernah nyalahin kakak lo yang udah nabrak mobil mama. Gue cuma pengen ketemu aja."

Hening cukup lama hingga gadis cantik berkacamata di depannya mengangguk tipis. Entah untuk alasan apa Senja merasa lega.

■ S E N J A ■

Crepuscule [JJK] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang