🌼🌼🌼
Manik mata Safira menatap sekelilingnya, banyak manusia yang sangat bahagia seperti tidak memiliki beban pikiran. Ia tersenyum getir kala menyadari ia benar-benar sendirian saat ini.
“Ini gue beneran gila?”
“Miris banget,” ucapnya dengan sedikit terkekeh. Sebutir air matanya turun membasahi pipinya. Entah sampai kapan ia harus berada di tempat seperti ini. Hidup di lingkungan orang-orang yang tidak memiliki akal sehat.
“Kebahagiaan gue direbut, masa depan gue hancur semenjak satu tahun yang lalu. Mereka semua pergi ninggalin gue sendirian, egois.” Safira menatap kosong bunga yang tumbuh dengan indah di hadapannya. Kejadian satu tahun yang lalu terus berputar di kepalanya bagaikan kaset rusak.
“Kenapa? Kenapa dunia sejahat ini?”
“Sesulit ini ternyata untuk bahagia.”
Safira menghela nafas panjang, rasa sesak di dadanya membuat air matanya turun begitu deras. Kepalanya tertunduk, membiarkan air matanya turun bebas membasahi kedua pipinya.
“Hai...” sapa seorang gadis yang sedari tadi memperhatikan Safira dari jauh.
Safira mendongakkan kepalanya untuk melihat seseorang yang telah menyapanya. Ia menatap gadis itu dengan tatapan datar miliknya.
Tanpa bertanya-tanya gadis itu langsung menduduki tempat kosong yang ada di sebelah Safira. “Dunia emang jahat untuk manusia-manusia lemah seperti kita, tapi bukan berarti kita harus nyerah. Semakin kita lemah dunia akan semakin hebat mempermainkan kita,” nasehat gadis itu.
“Gue gak tau lo punya masalah apa sampai lo bisa ada disini, padahal jika dilihat-lihat lo gak ada riwayat sakit jiwa. Tapi apapun masalah yang lo hadapi menyerah bukanlah solusinya.”
“Kalo lo mau nangis, nangis aja. Jika karena nangis bisa bikin hati lo lega, lo nangis aja. Tapi ingat, setelah ini lo harus bisa jadi manusia yang lebih kuat lagi,” lanjut gadis itu tersenyum manis ke arah Safira.
“Gue hancur banget, keluarga yang gue harapin malah pergi ninggalin gue sendirian disini. Rumah yang seharusnya memberikan rasa hangat untuk penghuninya malah memberikan luka yang gak akan gue dapatin obatnya,” keluh Safira.
“Gue gak punya tempat untuk pulang, gue sendirian disini. Gue gak punya teman yang bisa gue jadikan tempat untuk cerita,” ucap Safira yang masi bisa tersenyum walaupun matanya mengeluarkan air mata yang begitu deras.
“Mau berteman dengan gue?” tawar gadis itu.
Safira menatap lekat mata gadis dihadapannya, ia takut akan dikecewakan dua kali. Tapi saat ini ia benar-benar membutuhkan sosok teman untuk selalu ada di sebelahnya, untuk selalu ada di saat ia senang maupun sedih. Setelah menimang-nimang, akhirnya Safira mengangguk mantap. Gadis itu tersenyum lalu menjulurkan tangannya. “Nayyara,” ucap Nayyara memperkenalkan diri.
🌼🌼🌼
Setelah menemui sepupunya yang berkerja di RSJ, Nayyara bergegas untuk pulang kerumahnya. Apalagi saat ini waktu sudah menunjukkan pukul setengah sembilan malam. Konon katanya, anak gadis yang masih berkeliaran di jam sembilan malam akan lebih cepat berdiri di pelaminan. Bercanda ygy☺️✌️.
Berhubung karena besok adalah hari Senin. Nayyara berniat untuk mengisi kuota pada HP Android miliknya. Ia singgah di penjual pulsa yang berada di pinggir jalan. Nayyara membeli voucher IM3 seharga Rp. 29.000.00. Ia heran kenapa semakin lama harga voucher semakin mahal, seingatnya seminggu yang lalu harganya masi Dua puluh lima ribuan saja.
Sebelum pulang Nayyara juga tak lupa membeli terang bulan untuk keluarganya, tidak elit rasanya jika ia pulang dengan tangan kosong. Nayyara mengendarai motornya dengan kecepatan sedang. Selain menjaga keselamatan ia juga ingin mematuhi hukum perlalulintasan. Katanya.
“Assalamualaikum,” salam Nayyara membuka pintu rumahnya.
“Waalaikumsalam,” jawab Shena. Mata Shena berbinar melihat sekantong plastik yang ada di tangan Serli. “Sini Kak, gue yang bawa,” tawar Shena mengambil alih terang bulan itu.
“Alahhh asu, giliran gini aja lo rajin,” ucap Nayyara menggeleng-gelengkan kepalanya.
Nayyara memasuki rumahnya dan langsung menduduki sofa yang ada diruang tamu. Matanya mengamati keluarganya yang sedang menikmati terang bulan yang ia bawa dengan sangat bahagia, senyum kecil pun terbit di bibirnya. “Tuhan, tolong abadikan senyum yang ada di wajah mereka.” batin Nayyara berdoa.
“Kamu kenapa gak makan?” tanya Arsenio kepada Nayyara
Nayyara menggelengkan kepalanya. “Nayyara lagi gak minat Pah,” tolaknya.
“Tumben?”
“Lagi malas ngunyah,” jawabnya dengan sedikit terkekeh.
Arsenio menggeleng-gelengkan kepalanya heran. Ia meneguk segelas kopi hitam lalu tatapannya teralih ke arah Nayyara. “Sekolah mu kaya mana, aman?” tanya nya mulai serius.
“Aman Pah,” jawab Nayyara entang.
Arsenio mengangguk-angguk 'kan kepalanya. “Dapat peringkat berapa?” tanyanya lagi.
“Gak tau, soalnya belum bagian raport.” Nayyara mulai was-was dengan pertanyaan Papahnya. Memang seminggu yang lalu kelas Nayyara telah mengadakan PAS, tapi entah kapan raport nya itu akan dibagikan. Biasanya seusai melaksanakan classmeeting, sekolah Nayyara akan melaksanakan pembagian raport.
“Kejar dunia itu memang penting, tapi lebih penting lagi kalau surganya Allah juga ikut dikejar.”
“kita sebagai manusia tidak tau sampai kapan akan terus bernyawa, jika hanya dunia yang dikerja kita hanya bisa mendapatkan untung duniawi tapi tidak dengan akhirat.”
“Bukan hanya nilai kamu yang Papah suruh jaga, tapi sholat dan ngaji kamu juga harus kamu jaga. Jangan karena kita sudah mendapatkan kebahagiaan di dunia kita jadi lupa siapa yang telah memberikan kita nafas,” nasihat Arsenio agar anak pertamanya itu tidak salah dalam memilih jalan hidup.
Nayyara tersenyum simpul. “Buset, jarang ngobrol sama Papah sekalinya ngobrol malah bahas agama dan masa depan. Mental gue terguncang,” batin Nayyara.
🌼🌼🌼
Jangan lupa tinggalkan jejak berupa vote dan komen.
Terimakasih karena telah mampir.
See you next part ♥️
KAMU SEDANG MEMBACA
NAYYARA [On Going]
Novela JuvenilKisah yang diawali dengan mencintai teman sekelas, Nayyara Angelina si pencinta bunga daisy selalu mengirimkan bunga itu secara diam-diam ke cowok yang ia sukai. "Jika aku tidak bisa memilikimu di dunia fana ini, maka izinkan aku untuk memiliki mu...