73. Cevin

1.7K 279 28
                                    

Jangan lupa vote dan coment guys!
Mulmed 🎙🎶🔊 Better Me by Sowon & Umji
Happy reading readers termwah!

👑👑👑

Pria bersurai perak dengan manik biru laut menghembuskan napas dengan ringan seolah-olah tak ada beban dalam hidupnya. Namun seseorang yang berdiri disampingnya jelas tahu bahwa ada banyak sekali hal yang dipikirkan oleh tuannya.

"Maafkan saya bila lancang tuan, ada banyak orang yang lebih dekat dengan Nona Evelin dan sepertinya tuan tidak pernah dekat dengannya. Bagaimana bila bunga kemurnian tidak jatuh di tangan tuan?"

"Aku yakin hanya permaisuri, ibu suri, dan bangsa penyihir yang mengetahuinya. Jadi itu bukan masalah besar untukku," pungkas Lieven.

"Tapi tuan bagaimana bila bangsa penyihir berhasil membawa Nona Evelin terlebih dahulu?"

"Itu tidak akan terjadi, Harley sangat menyayanginya,"

"Lalu bagaimana bila orang luar juga mengetahui tentang Nona Evelin?" tanya Luke lagi.

"Aku tidak akan membiarkan mereka tahu," jeda Lieven. "Sebarkan sebuah rumor bahwa putra mahkota sangat memerhatikan dan menyukai Nona Flora," perintahnya.

Luke segera melaksanakan perintah dari tuannya. Walaupun sebenarnya ia tak tahu apa tujuan putra mahkota menyebarkan rumor yang tidak benar. Ia bahkan sempat berpikir bahwa tuannya sedikit bodoh dengan menyuruhnya menyebarkan rumor itu karena bila Nona Evelin mendengarnya bukankah akan membuat Nona Evelin semakin tak menyukai tuannya? Namun hal itu segera ia tepis, tuannya tak pernah salah langkah sebelumnya.

Lieven tersenyum miring sepeninggalan Luke. Pria itu berdiri dari kursi kerjanya. Lalu kakinya melangkah memasuki ruangan rahasianya. Ia menatap lukisan wajah Ilona sejenak, lalu kakinya menginjak sebuah lantai marmer yang terletak di pojok. Lalu tembok yang berada disisi selatan terbuka lebar. Di dalam tembok itu terlihat lorong yang sangat panjang. Ada satu lentera yang tergantung disana. Lieven melangkahkan kakinya masuk ke dalam lorong itu, tangannya mengambil lentera yang tergantung disana. Lalu ia menggeser sebuah batu kecil yang menempel di sisi lorong. Tak butuh waktu lama, tembok yang tadinya sempat terbuka, kini tertutup dengan rapat.

Pria bersurai perak itu lalu menyusuri lorong yang panjang. Namun lebar lorong itu hanya mampu memuat satu orang. Disana tak gelap karena benda putih seperti kristal yang menempel di sepanjang dinding lorong itu yang menyebabkan ada sebuah penerangan walaupun temaram. Itu sebabnya Lieven membawa sebuah lentera ditangannya.

Lieven terus berjalan hingga mencapai ujung lorong. Disana terdapat sebuah tangga yang naik ke atas. Kaki panjang milik pria itu, melangkah menaiki tangga dan membuka sebuah pintu kecil yang terbuat dari perak.

Ia keluar dari lorong dengan disambut oleh rimbunan pepohonan serta semak belukar yang ditutupi oleh putihnya salju.

"Ternyata kau datang juga teman ah aku harus memanggilmu teman atau saudara atau musuh?" suara cerah dari seorang pria yang duduk di atas dahan pohon.

Lieven menarik sudut kiri bibirnya. Ia tak mendongakan kepalanya untuk menatap seorang pria yang baru saja mengeluarkan suara karena dirinya sudah tahu siapa pria yang mengenakan pakaian merah itu.

"Katakan kenapa kau mengundangku kesini," ketus Lieven.

Pria yang berada di dahan pohon melompat ke bawah.
"Aku tidak tahu harus memanggilmu bagaimana. Namun kau harus tahu satu hal, sejak dulu kita tidak suka berbagi sesuatu kesukaan kita. Jadi jangan-"

Lieven menyeringai, pria itu tertawa mengerikan.
"Kau menyuruhku kesini hanya untuk membicarakan hal tidak penting itu?" jeda Lieven. "Aku kira kau sudah berubah, namun perubahanmu hanya secepat seekor siput berjalan," ucapnya sebelum pergi dari tempat itu.

Fake Villainess Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang