41

87.5K 5.7K 450
                                    

"Ara, mukanya di kontrol."

"Kalo di tekuk gitu gimana mau ketemu Oma? Belum duduk paling udah di suruh balik kamu, Ra."

Ara memberikan lirikan sinis ke suaminya itu. Gitu-gitu juga gara-gara Davin.

"Nggak akan kita masuk sebelum muka kamu itu berubah normal."

Ara mendengkus sebal. Memang mukanya sekarang tidak normal? Dengan menghela nafas berat, akhirnya Ara memendam kembali kekesalannya. Jika tidak, maka ia dan Davin hanya akan berdiam di mobil sampai malam di pelataran luas milik Oma.

Dengan raut wajah yang sudah kembali normal-- lebih tepatnya tidak murung seperti tadi, Ara memegang tangan Davin dan mengajak suaminya untuk turun dari mobil.

Davin tersenyum singkat, ia mengecup sekilas pipi Ara sebelum beranjak keluar dari mobilnya. Menggandeng Ara untuk masuk ke rumah Joglo bernuansa klasik yang pernah menjadi tempat tinggalnya saat masih bayi.

Rumah Oma ini berada di tengah, di samping kanan kirinya juga ada rumah. Rumah yang mengapit rumah Oma itulah rumah anak cucunya.

Belum mencapai pintu kayu jati berukiran unik itu, seorang perempuan muda terlebih dulu keluar. Ekspresinya kaget melihat siapa yang datang.

"Davin?" ucapnya pelan, seperti ragu jika di depannya memang adalah Davin.

Sedangkan Davin, lelaki itu tanpa menpedulikan kesopanannya terus menerobos masuk. Menghiraukan keberadaan Dina yang mematung di dekat pintu.

Ara bingung harus bagaimana. Hendak mengikuti Davin, namun ia masih memiliki rasa kemanusiaan untuk menyapa Dina.

"Permisi. Omanya ada?" tanya nya sebagai sapaan.

Dina yang sejak tadi menatap punggung Davin pun menoleh. Menatap Ara dengan dress dibawah lutut serta make up yang sedikit tebal. Ada alasan dibalik make up yang tebal itu.

"Ada." jawabnya kemudian melenggang masuk kedalam rumah begitu saja.

Ara semakin bingung. Kini ia sendirian. Mau masuk pun pasti tidak tau dimana ruangan yang ada Davin didalamnya.

Tak lama dari kebingungannya, Ara mendengar namanya di panggil. Ia pun menoleh ke rumah yang berada tidak jauh dari tempatnya berdiri.

"Beneran kesini ternyata." ucapnya sambil berjalan menuju Ara.

"Gue kira lo kapok ketemu Oma." Gaga tertawa sendiri mengingat kejadian beberapa bulan silam.

"Nggak enak kalo udah disini tapi nggak mampir." jawab Ara sopan. Ia belum terlalu akrab dengan pria itu.

Gaga mengangguk percaya saja. Kemudian ia menunjuk kearah pintu, mempersilahkan Ara masuk.

"Lo duluan aja. Gue nggak tau rumah ini."

Gaga mengangguk dan terlebih dulu masuk kerumah klasik itu.

Ternyata rumah itu tidak serumit yang Ara bayangkan. Sekali masuk lalu berjalan sedikit kearah dalam yang dibatasi oleh gorden berwarna merah, ia sudah menemukan ruang tamu.

Belok ke kanan, disana ada ruang keluarga dimana sudah ada Oma, Davin dan Dina disana.

Ara dengan penuh sopan santun menyalami tangan keriput Oma. Ia juga menaruh barang serta makanan bawaannya ke meja persegi panjang yang berada di tengah-tengah.

Ara pun duduk di sebelah suaminya. Seperti biasa, Davin memberi tatapan tajam bagi istrinya itu yang malah asyik-asyik bicara dengan sepupunya padahal ia sudah berada di dalam.

"Kalian sudah berapa hari disini?" tanya Oma pada keduanya.

"Empat Oma." jawab Ara.

"Lho? Udah lama berarti. Kenapa baru mampir sekarang?"

D AND A [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang