WB 4

23 1 0
                                    

2 hari berlalu, Rei benar-benar tak bisa beranjak dari tempat tidurnya. Ia sudah tinggal di rumah Ria semenjak kejadian itu. Semua luka disekujur tubuhnya sudah membaik tapi memar yang ada masih terlihat membiru dengan bintik merah didalamnya.

Ria selalu memandangnya dengan sedih, seperti saat ini. Hanya ada mereka berdua, Rei tidur dikamar Ria atas permintaan perempuan itu.

"sudahlah Ria, aku tak apa. Kenapa menjadi kau yang tersakiti begini? Kau menangis selama 2 hari kurang! Kau tidak lelah?" Rei jengah dengan tatapan Ria, nasibnya tak semalang itu.

"Rei jahat! Aku menangis untuk mu tau! Aku kagum padamu yang kuat" ujar Rai bergetar dengan mata berkacanya.

Rei terkekeh pelan dan memeluk Ria erat "aku kuat kan karena ada kalian" ujarnya lembut membuat tangis Ria makin kencang.

***

Hari ini Rei memutuskan untuk kembali treaning, walaupun dihadang Ria dan keluarga. Tapi Rei sudah membulatkan tekadnya, demamnya sudah turun hanya memarnya yang masih sedikit sakit.

Ia terus meyakinkan mereka, dengan alasan selalu duduk dikantor dan tak melakukan apapun yang berat. Dan akhirnya mereka menyetujuinya dengan syarat Ayah Ria yang akan mengantar jemputnya saat dirinya masih sakit.

Dan disinilah ia sekarang, beruntung ayah Ria adalah seorang pekerja sales di club depan hotel mereka. Jadi Rei tidak merasa tidak enak pada beliau.

"sudah sampai disini aja om, aku bisa masuk sendiri. Makasi Om alfin" ujarnya saat sampai diparkiran hotel.

"iya sama-sama nanti kalo ada apa-apa telpon ya. Nanti om jemput jam 5" ujar Alfin mengusap kepala Rei lembut. Rei tersenyum senang dan mengangguk serta menyalimi tangan Om Alfin dan segera masuk kedalam hotel sembari melambaikan tangan.

"Rei!" teriak Lia terdengar dari ujung lorong basement membuat Rei sendiri terjengkit kaget.

Lia datang dengan cepat dan memeluk Rei erat membuat Rei harus menahan ringisan sakit.

"udah-udah, kenapa lia?" ujarnya bingung. Melepaskan pelukan yang lia berikan dengan sedikit kecut.

"kangen, hehe" ucap Lia dengan cengiran nya.

"aku kira apaan" Rei dengan kesal menjontor kepala Lia. Mereka berjalan bersama kearah lobby sembari bercerita tentang Sakit Rei.

Setelah kejadian itu, Rei tak bisa memegang ponselnya. Tangannya benar-benar mati rasa, dan akhirnya Alfin membantu Rei untuk meminta ijin sebagai walinya. Alasan yang digunakan adalah Rei terserang demam yang cukup tinggi

Sampainya mereka sampai di lobby ia kembali dikejutkan oleh pak Adi yang terlihat begitu senang, begitu juga dengan yang lain.

"udah sembuh dirimu, Rei?"

"Udah pak, hehe"

"eleh panes doang lebay kali" celetuk Rian yang sedari tadi diam melihat Rei yang berinteraksi pada yang lain

"Eleh, siapa ya yang dari dua hari yang lalu diem aja murung. Terus ngeliatin hpnya ragu" sahut Lia jengah karena kegengsian Rian yang kelewat batas normal

"dih, siapa juga yang khawatirin anak ini satu. Kagak ada" ucap Rian srmbari mencubit pipi Rei gemas.

"sakit bodo!"

"blee"

"emang Lia ada bilang kamu khawatirin si Rei,  gengsi jangan di pelihara Rian" celetuk Pak Adi membuat mereka berdua terdiam dan Rian mendadak ijin pergi ketoilet. Sementara Rei ijin untuk kembali kedalam kantornya.

Menghilangnya Rei selama 2 hari memberi sedikit dampak bagi hotel, terutama pak Adi yang kehilangan backup untuk membantunya dan para FB service yang kehilangan bahan candaan mereka.

Cahaya Yang Kembali Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang