Malam hari yang cerah, sebuah rumah mewah bergaya Eropa dengan halaman luas, tengah ramai didatangi oleh rekan-rekan sekolah Adam, lelaki yang baru saja mengadakan pesta perayaan ulang tahunnya yang ke 17. Remaja tampan itu telah tumbuh menjadi anak yang gagah dengan tubuh tinggi tegap.
Pestanya cukup meriah. Gemerlap lampu berkedip-kedip. Minuman di mana-mana. Perempuan dan laki-laki bercampur tanpa penghalang. Sungguh, pemandangan itu membuat pria paruh baya yang sedari tadi memperhatikan dari lantai dua, menggeleng pasrah.
"Bro! Happy level up ya! Gue doakan Lo jadi orang yang sukses di masa depan," ucap seseorang berjas navi.
"Thanks, Gara."
Adam meneguk kembali minuman di tangannya, hingga tak lama seseorang memanggil dari kejauhan. "Adam!"
Adam menatap fokus ke depan. Sudut bibirnya terangkat perlahan. Ada perasaan bahagia ketika ia melihat sosok itu. "Gea."
"Happy birthday sayang," gadis yang diketahui bernama Gea itu, memeluk Adam hangat.
"Kok telat datangnya?" tanya Adam.
Gea melepaskan pelukannya, "Maaf ya, aku mampir beli kado dulu buat kamu."
Adam mengerutkan kening, "Kado?"
"Iya."
"Sekarang kan udah tengah malam, toko mana yang buka jam segini?"
"Ada sayang."
"Ya udah terserah kamu. Sekarang mana kadonya?"
"Gak aku bungkusin, gak apa-apa, kan?"
"It's okay bee,"
"Supriii!!"
Teriakan itu berhasil membuat seorang pria dengan seragam khusus miliknya, bergegas menghampiri Gea sembari membawa sebuah benda yang cukup familiar bentuknya.
"Ini non," pria itu menyodorkan benda tersebut.
"Udah sana!"
"Saya boleh pulang non?
"Iya pulang aja! Saya sampai pagi di sini."
"Tapi, kalau nyonya marah gimana non? Saya takut kena marah."
"Gak akan. Bilang aja, nona Gea lagi nginep di rumah temennya buat tugas proyek."
"I-iya non."
Segera pria bernama Supri itu pergi melenggang, menyisakan Adam dan kekasihnya yang mulai saling berpandangan.
"Apa ini?" tanya Adam.
"Sayang, kamu gak liat bentuknya kayak apa? Masa mobil? Kan gak mungkin..."
Adam terkekeh mencubit gemas pipi Gea, "Iya cantiknya Adam Pramudya. Gitar keluaran terbaru?"
Gea mengangguk.
"Thanks bee. Makasih juga ya udah mau datang,"
"Lho kok gitu? Aku kan pacar kamu, ya harus datang lah!"
Adam tersenyum. "Mau minum?"
"Aku lagi gak mau minum,"
"Tobat nih ceritanya?"
"Ihh, bukan gitu. Aku lagi gak enak perut."
"Kenapa?"
"Gak tau nih, dari kemarin mual mulu."
"Masuk angin kali,"
Gea mengedikan bahunya, "Maybe. Kayaknya maagku kambuh deh."
"Mangkanya, kalau makan itu jangan ditunda-tunda. Kambuh kan tuh lambungnya!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Ayah, Terima Kasih
Ficção AdolescenteBerkisah tentang Adam, seorang remaja yang hidup tanpa cinta dari sosok ibunda. Beribu pertanyaan tentang dimana ibunya berada, selalu menghantui pikirannya. Dibesarkan oleh seorang ayah, rupanya tak cukup membuat dirinya bahagia. Permasalahan hidu...