Kerja Kelompok

52.8K 736 17
                                    

Gara menautkan matanya pada mataku yang sembab. Meja kantin yang memisahkan kami tak dapat menyembunyikan apapun yang terjadi kepadaku sekarang. Aku mengelap air mataku yang jatuh dengan telapak tangan, walaupun aku tak tau air mata apa ini.

"Gue turutin semua yang lo mau, tapi lo jangan nangis lagi." Ucap Gara, suasana canggung akibat ulah Gara di gudang tadi membuat pemuda ini salah tingkah sendiri. Aku bisa merasakan penyesalan di mata Gara, tapi aku juga tidak mau membenarkan perlakuannya yang seenaknya sendiri.

"Gue mau lo jauhin gu—"

"Gara! Lo kemana aja sih, dari tadi kita nyariin!"

Belum sempat aku menyelesaikan kalimat, Adam, Edwin, dan Dion memanggil Gara. Aku segera menundukan wajah.

"Gue abis minta diajarin matematika ke dia," Gara dengan tenang menunjuk ke arahku. Aku melihat kode dari Gara  langsung menatap mata mereka persatu dan dengan terpaksa tersenyum.

"Lah tumben amat lo belajar," celetuk Edwin. "Sama si cupu lagi." Dia yang selalu memanggilku cupu, si Edwin pembuat onar.

"Eh gue juga mau diajarin dong!" Ucap Adam dengan antusias. "Bosen gue dapet C mulu."

Huh, aku menghela nafas. Dengan reputasiku yang selalu mendapat nilai A, pasti membuat mereka berfikir aku bisa membuat mereka mendapat nilai sempurna semua.

"Mendingan kita belajar kelompok aja, persiapan UTS." Dion mengimbuhi.

"Kenapa ngga sama si Fania aja?" Tanya Gara datar, matanya ikut menatapku datar.

Edwin terkekeh geli, "Lo mau kita belajar sama Fania caper itu? Gila si, otaknya aja kosong. Curang dong lo, maunya belajar sama Cupu ini biar nilai lo bagus sendiri."

"Iya nih, songong abis." Adam meninju bahu Gara.

"Udah ah belajar sekarang aja!" Celetuk Dion, "mumpung malem ini gue free. Lo bisa kan?"

Aku menggeleng cepat, tak menyangka mereka menganggap serius masalah ini. Masalah nya aku tidak mau berurusan dengan Gara lagi. "Kayaknya nggak bisa deh, gue juga ngga sepintar itu."

"Ah jangan merendah deh lo," ucap Edwin, ia seketika menarik tanganku agar berdiri, "Ayo ke kostnya Gara yang luas!"

***

Tak diberi kesempatan memilih, bahkan aku tak diperbolehkan untuk pulang terlebih dahulu. Aku memasuki kamar Gara dengan persaan campur aduk, Edwin dan yang lain tanpa sungkan sedikutpun segera membuat kamar Gara berantakan. "Mmm, kita belajarnya mulai dari mana?"

"Nanti aja deh, gue mau ngegame dulu." Ucap Edwin. Aku menghela napas, sepertinya masalah ini ngga akan mudah.

"Ajarin gue aja!" Adam bangkit dari ranjang dan menghampiriku, "ajarin gue integral dan kawan-kawan nya."

Aku mengangguk setuju.

"Eh bangke lo kentut ya?" Edwin menoyor kepala Dion di sampingnya, Dion yang tidak terima juga menoyor kepala Edwin.

"Lo kali yang kentut!"

"Bukan, lo kali, orang baunya dari lo!"

"Kita ke balkon aja yuk, di sini berisik." Aku berjingat kaget saat Adam dengan tiba-tiba menarik tanganku untuk mengikutinya. Ku lihat Gara di pojok ruangan memandang ke arahku dan Adam.

Setelah duduk di lantai balkon kamar, aku segera mengeluarkan buku dan mengajarkan apa yang aku tau pada Adam. "Jadi ini gini loh..."

"Wah pantes lo pinter." Adam bertepuk tangan saat secara ajaib aku bisa mengajarkannya materi ini. Tiba-tiba pintu balkon terbuka, Gara membawa beberapa kaleng beer dan memberikannya padaku dan Adam.

"Gue gabung ya." Ucapnya.

"Ganggu aja lo," sinis Adam.

Gara dengan santainya langsung duduk di sebelahku, dan merebut bukuku. "Ah gini doang lo gabisa, Dam."

"Udah bisa kali, ayo Dif, kasih gue soal."

Aku segera memberinya beberapa soal di buku yang langsung ku rebut dari tangan Gara. Aku tidak tau apa yang Gara pikirkan, tapi sebelah tangannya berada di belakang tubuhku dan mengusap punggungku pelan, seketika bulu kuduknya berdiri tegak.

Kuberikan buku ku pada Adam, ekspresinya langsung kegirangan saat kuberikan soal yang mudah. "Ini mah gampang."

Aku hanya tersenyum. Saat Adam fokus mengerjakan soal, aku menoleh ke samping menatap mata Gara. "Lo lagi ngapain sih?"

Tangannya dipunggungku berhenti mengusap, "lo cantik." Bisiknya tepat di depan hidungku. Pipiku panas!

"Nggak!" Bisikku ketus.

"Dif, kok nomer 3 susah?" Celetukan Adam membuat kami tersesadar.

"O-oh itu kayak yang tadi gue ajarin kok." Ucapku, Adam mengangguk-angguk. Sekarang Gara meremas punggungku, aku hanya bisa menyingkirkan tangannya pelan.

"Dam! Lo bisa gabung ke game nggak? Kurang satu orang nih," teriak Edwin dari dalam kamar.

"Gara aja nih!"

"Gamau, Gara noob!"

Adam memberikan bukunya padaku, "ada tugas negara, gue lanjutin nanti ya!"

"I-iya Adam."

Masalahnya aku tidak mau ditinggal berdua dengan laki-laki di sampingku. Dan rupanya benar, Gara sedang tersenyum saat Adam memasuki kamar.

"Sukur deh udah pergi." Bisik Gara, tangannya lebih erat meremas perut sampingku dari belakang.

"Lepasin Gara." Ucapku tegas. Tapi Gara seperti tak mendengarku, satu tangannya malah mendarat tepat di atas salah satu bukit kembarku, meremas nya perlahan.

"Ahh jangan."

Pipiku semakin panas saat Gara mengecup leherku dari samping, aku ingin menolaknya tapi hatiku justru berhianat. Aku memejamkan mata menikmati setiap jilatan dan kecupan laki-laki ini di leher. Nafasnya menderu begitupula aku. Gara menolehkan wajahku ke arahnya dan melumat habis bibir ini. Tanganku di bawanya ke kejantanannya yang mengeras di balik celana pendeknya.  Entah setan apa yang merasuki ku, aku mengikuti permainan ini dengan meremas senjatanya. Aku merasa Gara tersenyum di balik lumatan bibirnya.

Tapi semua itu buyar saat seseorang membuka pintu balkon, Gara reflek mendorong tubuhku hingga aku terpental ke samping.

"Weh, jangan bully Difya dong!" Teriak Adam.

***

SEDUCTIVE (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang