- 17 -

8.9K 658 32
                                    

[ Hoshi ]

• • •

Sudah terhitung satu jam, semenjak gue tiba di rumah Adam setelah tadi Jordan mengantar gue ke rumahnya.

Nggak banyak yang gue lakukan, karena gue emang datengnya mendadak.

Bahkan Adam bertanya-tanya apa yang gue lakukan di rumahnya, yang mana segera gue jelaskan keluh kesah gue yang akhirnya mengambil keputusan untuk membatalkan kontrak kerja milik Jordan di bar gue.

Bukan bermaksud jahat. Hanya saja, gue nggak mau terlalu lama atau bahkan terlalu sering bertemu tatap maupun mengobrol dengannya. Gue ingin menjauhinya, dan memberi kejelasan kalo gue nggak bakal tertarik sama dirinya.

Gila aja lagi. Masa iya dia terang-terangan bilang suka ke gue cuma dalam sekali pertemuan. Keliatan niat banget lagi sampe nyuruh gue untuk nggak langsung menolakny, supaya gue bisa melihat usahanya yang akan menaklukkan hati gue untuknya.

Gue sih pengen aja bilang kalo gue lagi suka sama orang lain. Tapi kalo gue mengatakannya, pasti Jordan kepo dan mencari tau siapa orang yang gue sukai itu. Dan kalo dia sudah mengetahuinya, maka semuanya akan berantakan yang mungkin akan terjadi hal yang nggak bakal bisa gue bayangkan.

"Gue nggak tau, kalo lo bakal ngalamin hal serumit itu." ujar Adam yang berbaring di atas kasurnya.

"Lo sukanya sama Abang Ipar lo. Dan kayaknya Abang Ipar lo juga suka sama elo--dalam artian tubuh elo. Eh, tanpa disangka Adeknya dari Abang Ipar lo dengan gamblangnya bilang suka ke elo. Wah...bisa-bisanya Kakak-Adek ke elo semua." tambahnya, lalu berganti posisi menjadi duduk yang menghadap langsung ke gue.

"Tapi serius. Lo beneran suka sama Abang Ipar lo?" tanyanya, dengan raut wajah serius. Gue pun mengangguk.

"Yang gue rasain sih gitu." ucap gue.

"Terus gimana sama Kakak lo? Lo nggak mungkin berharap bisa pacaran sama Abang Ipar lo, 'kan? Dan juga, bukannya kemaren lo menyangkal dugaan gue ya. Kenapa sekarang lo bilang, lo suka?" ujarnya.

Gue hendak menjawabnya, dan mengatakan kalo perasaan yang gue rasakan ke Bang Jer juga tiba-tiba.

Ya...nggak tiba-tiba juga sih, karena udah jelas perasaan gue tumbuh dipengaruhi dengan gue yang terus-terusan berhubungan badan sama Bang Jer.

Dan semenjak gue tinggal bersamanya, perlakuannya ke gue bikin gue meleleh. Sosoknya yang baik, serta perduli dan juga perhatian gue, membuat gue berdebar hingga akhirnya gue sadar kalo gue menyukainya.

Tapi walau begitu, gue nggak ada niatan buat pacaran ataupun segala hal yang mengarah ke sana. Cukup sebagai pemuas nafsu satu sama lain seperti yang selama ini gue dan dirinya lakukan.

Karena gue sadar, Bang Jer bukanlah milik gue yang harus gue tuntut untuk membalas perasaan gue.

Bang Jer udah jadi jodoh orang lain, yang sayangnya dengan satu kecelakaan yang membuat gue ketahuan kalo gue menjadi pemuas nafsu berbagai pria, akhirnya hubungan badan dengannya menjadi sebuah kebiasaan yang akan kami lakukan kapanpun yang gue juga Bang Jer inginkan.

"Eh? Kok lo nelpon gue, Hos?" ujar Adam, yang menyadarkan gue dari lamunan gue barusan.

"Nelpon apa?" tanya gue, sambil melihat dirinya yang menatap layar ponselnya.

"Ini lho." Adam mengarahkan ponselnya ke arah gue, menunjukkan sebuah layar yang menampilkan sebuah panggilan dengan nama gue yang tertera di sana.

Gue bingung melihatnya, bahkan secara alami gue mengecek berbagai saku yang ada di baju juga celana gue. Sampai akhirnya gue sadar, kalo gue keluar rumah tanpa adanya persiapan seperti membawa dompet juga ponsel.

Brother in Law [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang